Share

Mengambil Keputusan

Setibanya di rumah, Carla langsung mendapat serangan fajar. Ayahnya terjatuh dari tempat tidur, sehingga harus dibawa ke rumah sakit.

Mengingat keuangan mereka, membuat Ibunya tidak berani untuk membawa ke rumah sakit, padahal sudah sangat jelas, Ayahnya terlihat sangat menahan sakit.

"Ya ampun, Ayah!" teriak Carla terkejut, ia pun langsung menghampiri Ayahnya yang kini sudah terbaring di lantai.

"Ayo bawa Ayah ke rumah sakit, Bu," ajak Carla, benar-benar sangat merasa panik.

"Kita tidak punya uang, nak. Pakai apa kita bayar biayanya nanti," jawab Ibunya, mendengar itu membuat Carla semakin panik.

"Tidak ada pilihan lain, aku harus mengambil keputusan ini!" lirihnya. Ia langsung teringat dengan tawaran yang Sarah tawarkan.

Dengan cepat Carla pun langsung mengeluarkan ponselnya, ia sengaja mengambil jarak dari Ayah dan Ibunya, ia tidak ingin Ayah dan Ibunya tahu tentang permasalahan ini. Setelah mengetik nomor telepon Sarah, Carla pun lalu menghubunginya.

"Halo!" ucap Sarah.

Tanpa basa-basi, Carla pun langsung menyampaikan kesetujuannya.

"Saya setuju, saya akan setuju menikah siri dengan suami Ibu, saya mohon, kirimkan uangnya sekarang, saya sangat membutuhkan uang tersebut," ucap Carla dengan jelas, mendengar itu membuat Sarah sangat bahagia. Mama mertuanya yang tengah berada di sampingnya merasa penasaran, apa yang membuat Sarah bahagia seperti itu.

"Apa kamu serius?" tanya Sarah memperjelas.

"Saya serius, Bu. Ayah saya sedang sakit, jadi saya sangat butuh uangnya. Demi uang itu, apapun akan saya lakukan," jawab Carla, merasa puas dengan jawaban Carla, Sarah pun langsung memutuskan telfon, ia tidak ingin membuat Mama mertuanya penasaran, dan mengetahui rencananya. Diam-diam ia pun mengirimkan pesan, dan meminta nomor rekening Carla. Tidak butuh waktu lama, setelah mendapat pesan dari Sarah, Carla pun langsung mengirimkan nomor rekeningnya sesuai permintaan Sarah.

Dalam hitungan menit, Carla langsung mendapatkan notifikasi, saat melihat jumlah nominal yang Sarah kirimkan, membuat ia sangat terkejut.

"Maafkan aku Yah, Bu, aku terpaksa melakukan ini," ucap Carla merasa bersalah, kini sebentar lagi ia akan menjadi seorang istri siri, istri yang siap melahirkan seorang anak, dan akan pergi setelah selesai melahirkan, bagaimana rasanya dicintai atau mencintai mungkin ia tidak akan pernah merasakan. Ia seperti pengecut yang harus menjilat air liurnya sendiri.

Mendengar jeritan Ibunya, Carla pun kembali sadar dan langsung berlari menghampiri Ayah dan Ibunya.

"Ayo, Bu. Kita bawa Ayah ke rumah sakit, soal biayanya Ibu tidak usah fikirkan, biar Carla yang fikirkan," tagasnya.

"Tapi kamu mau cari uang dari mana, nak?" tanya Ibunya, untuk biaya makan saja mereka harus jualan kerak telor dari pagi sampai malam.

"Ibu tidak usah fikirkan, yang penting kita bawa Ayah ke rumah sakit, aku janji, aku akan cari jalan untuk bayar biaya rumah sakit Ayah," jawab Carla, sambil menopang Ayahnya keluar. Tidak ada pilihan, Ibunya pun setuju, dan membantu Carla menopang suaminya.

Mendapat kabar bahagia dari Carla, Sarah pun langsung menghubungi Dimas.

"Sebentar ya, Ma. Aku telfon Mas Dimas dulu," pinta Sarah meminta izin, sejak mengetahui Sarah tidak bisa mengandung, membuat Mama mertuanya berubah dan bersikap dingin terhadap Sarah.

"Hem!" jawabnya ketus, sambil sibuk membaca majalah di tangannya.

Sarah pun langsung berlari menuju kamar dan langsung menghubungi Dimas.

Mendengar kabar dari Sarah, membuat Dimas terkejut, dan sangat merasa kesal kenapa Carla harus setuju dan menerima tawaran yang Sarah berikan.

"Tapi Sayang, bagaimana kalau dia menipu kamu," ucap Dimas, sebenarnya dengan jumlah uang segitu tidak masalah untuknya, ia hanya kesal, kenapa Carla harus menerima penawaran gila ini. Ia juga sengaja menjelek-jelekkan Carla, hanya untuk membuat Sarah berubah pikiran.

"Tidak, Mas. Aku yakin dia gadis yang baik," jawab Sarah, sejak melihat foto Carla, Sarah sudah menyukainya, dan saat melihat secara langsung, membuat Sarah semakin menyukainya.

"Dasar gadis mata duitan," batin Dimas mengumpat Carla. Ia hanya bisa berpura-pura terima, semata-mata hanya membuat Sarah bahagia.

Sambil memperhatikan Ayah dan Ibunya, kini Carla kembali bimbang, ia tidak tahu apa keputusan yang ia ambil sudah tepat atau belum. 

Menjadi seorang pengacara kini hanya tinggal angan, ia sengaja berhenti kuliah dan membantu Ibunya jualan kerak telur, dan akan kembali melanjutkan kuliah ketika uangnya sudah cukup.

"Apa yang harus kulakukan?" batinnya kebingungan, dan tiba-tiba rasa kwatirnya dipecahkan oleh suara seorang perempuan memanggil namanya.

"Kak, Clara, bagaimana keadaan Ayah?" tanya Utari. Utari adalah Adiknya yang masih duduk di bangku SMA.

"Ayah sudah baik-baik saja, dokter sedang memeriksanya, jadi kamu tidak usah kwatir," jawabnya lembut, kehidupan yang susah, memaksa Clara untuk tumbuh lebih cepat dewasa, dan bisa menjadi contoh untuk Adiknya.

Utari pun langsung menghampiri Ayahnya, dan menangis memeluk lelaki terhebat di hidupnya.

"Ayah, Ayah tidak kenapa-napa, kan? Aku sangat menghawatirkan Ayah," tangisnya, namun akibat stroke, membuat Ayahnya tidak bisa bicara, mereka sangat merindukan suara Ayahnya, memanggil nama mereka dengan lembut dan penuh kasih sayang.

"Ayah kamu sudah baik-baik saja, sayang, kamu tidak usah kwatir, ya," ucap Ibunya mewakilkan. Tari pun langsung menyapu air matanya.

Ibunya membidik setiap sudut ruangan, namun ia sama sekali tidak melihat Clara.

"Tari, di mana kakak kamu?" 

"Kak Clara lagi ngurus administrasi Ayah, Bu," jawab Tari. 

Ibunya pun langsung beranjak, dan segera menyusul Clara.

Sebagai seorang Ibu, Ibunya tahu bahwa ada sesuatu yang kini sedang disembunyikan oleh putri sulungnya itu.

Saat Ibunya tiba di resepsionis, beruntung Clara sudah selesai mengurus administrasi Ayahnya.

"Clara, apa yang kamu lakukan, nak?" tanya Ibunya penuh curiga, melihat Ibunya datang tiba-tiba, membuat Clara panik, ia ingin merahasiakan ini semua dari keluarganya.

"Clara urus administrasi Ayah, Bu. Jadi Ibu tidak usah fikirkan lagi," jawabnya.

"Dari mana kamu mendapatkan uangnya?" sambung Ibunya yang semakin curiga. Clara pun terlihat semakin panik, apa yang harus ia katakan, agar Ibunya percaya dan berhenti curiga.

"Clara pinjam uangnya dari teman, Bu. Sebagai gantinya, Clara akan kerja di tempatnya, untuk menebus semua utang yang Clara pinjam," jawab Clara berbohong, ia berusaha untuk bersikap tenang, ini kali pertamanya berbohong, sehingga berhasil membuat Ibunya percaya.

"Ya ampun, Clara. Kamu tidak harus melakukan ini, sayang. Ibu merasa gagal sebagai orang tua, kamu harus melakukan hal yang harus Ibu lakukan," ucap Ibunya penuh kecewa. Melihat air mata ibunya yang berlinang, membuat hati Clara semakin tercambuk, rasanya ia ingin melukiskan kebahagiaan untuk keluarganya, namun kemiskinan membuat ia tidak bisa berbuat apa-apa.

"Tidak apa-apa, Bu. Ibu jangan menyalahkan diri, ini juga tanggung jawab Clara. Mulai sekarang, Clara yang akan kerja, Clara yang akan cari nafkah, jadi Ibu bisa di rumah dengan Ayah," ucapnya menjanjikan kebahagiaan, keputusan Clara pun semakin bulat untuk setuju menikah dengan Dimas, bagaimanapun Sarah sudah menjanjikan harta untuknya, dengan begitu ia akan bisa menghidupi keluarganya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status