*Happy Reading*
Jika di luaran sana pepatah mengatakan, "Habis gelap terbitlah terang" atau "Setelah hujan pasti ada pelangi". Maka khusus untuk keluargaku, khususnya aku dan Mak Kanjeng, pepatahnya jadi beda. Yaitu, "Habis lepas dari masa gawat terbitlah lapar."
Beneran, deh. Gak sampai 15 menit setelah semua urusan pindah Ruangan Bapak kelar. Perutku dan Mak Kanjeng berbunyi dengan kompak.
Mana bunyinya gede banget lagi, kan aku malu ya sama Ammar. Meski kami sekarang udah sah, tapi kan ... kami masih baru. Masih harus jaga image dikit.
Dikit doang kok, gak banyak. Soalnya selama ini kalian tahu sendiri, kan? Harga diriku sudah di obral murah sama Mak Kanjeng.
Sekalipun gak diobral sama Mak Kanjeng. Kadang aku sendiri juga suka mempermalukan diri sendiri. Jadi harusnya Ammar udah bisa maklum ya, punya bini bentukannya kek aku ini.
Lagian, wajar juga kali aku kelaparan. L
*Happy Reading*Plok!Akhirnya aku pun refleks menabok lengan Ammar dengan gemas, saking kesalnya mendengar jawaban Ammar barusan.Namun, sedetik setelahnya langsung kusesali karena ternyata lengan Ammar itu sekeras tembok.Et, dah. Itu lengan isinya pasti bukan daging. Tapi batu coral. Keras gitu, kok! Tanganku jadi sakit, kan?Seperti tahu apa yang aku rasakan. Ammar pun segera meraih tanganku, dan langsung mengusap-usap bagian telapaknya yang memang memerah."Lain kali kalau mau pukul pake koran atau buku. Jangan pake tangan langsung, jadi merah gini, kan?" ucapnya lagi, seraya meniup-niup tanganku dengan lembut.Mau tak mau aku pun jadi tersipu malu di tempatku dengan pipi memerah cerry. Karena ... kalau dia semanis ini, mana bisa aku marah lagi, ya kan?Bagaimana pun aku masih women, lho! Gampang baper jadinya."Makan
*Happy Reading*"Pak? Ini bisa lepasin, gak?"Menujuk tautan erat tangan Ammar pada tanganku, lalu menatapnya dengan menghiba."Kok manggilnya Pak lagi, sih? Ayang dong, kayak tadi di cafe."Seketika aku pun refleks menggaruk tengkukku yang sebenarnya tidak gatal, saat kembali diingatkan kejadian konyol di cafe tadi.Sumpah, ya? Aku malu banget setelah menyadari semuanya. Bisa-bisanya aku bertingkah konyol dan lebay kek tadi. Cuma karena cemburu pada pelayan cafe yang melirik-lirik Ammar.Padahal kalau dipikir lagi. Ngapain juga aku harus repot-repot mempermalukan diri kek gitu? Lah, wong Ammarnya juga biasa aja. Bahkan, tidak menganggapi tuh pelayan sama sekali.Entah karena udah biasa dengan kejadian seperti itu, atau memang karena sedang bersamaku. Yang jelas, aku ngerasa bodoh seketika, setelah menyadari apa yang aku lakukan barusan.I
*Happy Reading*"Jadi ... kamu adiknya Mas Ammar?" todongku akhirnya, setelah punya kesempatan bicara dengan si Mbak Barbie, atau yang ternyata punya nama Rusella.Tenang saja, aku sudah kenalan kok tadi sama Mommy-nya Ammar yang cantik itu. Sudah salim, sungkeman, cipika-cipiki, bahkan pelukan kek teletubies tadi bertiga dengan Mak Kanjeng juga.Nah, sekarang waktunya aku eksekusi nih bocah nakal, yang kemarenan ngerjain aku, dengan pura-pura ngelabrak.Apaan? Kukira dia beneran salah satu cem-ceman Ammar. Bikin aku insecure aja sama galau gara-gara punya saingat cem dia. Ternyata eh ternyata, mereka satu pabrik, gaes! Kan ngeselin, ya?Rusella, atau biasa dipanggil Sella, adalah salah satu adiknya Ammar, juga kembarannya Rusell. Selain mereka masih ada si Bungsu Anindya, yang saat ini masih duduk di bangku SMA.Iya! Mereka kembar sepasang. Cakep, deh! Nanti kalau aku sama Ammar punya anak, bakalan kembar juga gak, ya? Kalau kembar pasti ge
*Happy Reading*Akhirnya, karena bingung mau jawab apa. Aku pun meminta waktu pada Mommy, untuk menunggu sampai Bapak pulih dulu.Toh, bagaimanapun Bapak adalah waliku. Jadi aku berharap dia juga bisa hadir nanti di resepsi pernikahanku dan Ammar.Bahkan kalau bisa, statusnya sudah kembali menjadi ayahku. Dengan kata lain sudah rujuk dengan Emak.Namun PR-nya adalah, kira-kira Emak mau tidak ya, menerima Bapak lagi?Memang, aku yakin dalam lubuk hati Emak, beliau pasti masih mencintai Bapak. Tetapi tidak bisa dipungkiri, luka yang sudah Bapak torehkan di sana juga banyak, bahkan tak terhitung lagi jumlahnya.Di mana-mana perkara memaafkan itu mudah, tapi untuk melupakan. Itu sulit, kawan! Dan belum tentu Emak bisa melupakan semua luka yang sudah Bapak berikan itu.Istimewanya, rasa sakit hati Emak bahkan sudah sampai tahap kecewa. Karenanya, kini aku hanya
*Happy Reading*Setelah 2x24 jam tidak sadarkan diri, akibat pengaruh obat pasca operasi. Akhirnya Bapak pun siuman, dan membuka matanya.Alhamdulilah ....Kami semua pun kembali mengucap kalimat syukur penuh suka cita, sebelum kemudian Mak Kanjeng tiba-tiba melayangkan tamparan kerasnya pada Bapak, selepas Dokter pergi setelah mematikan Bapak sudah baik-baik saja.Beneran dah Emakku ini, kejamnya gak kaleng-kaleng. Orang baru siuman, masih sakit, masih lemah, bukannya disayang dan dapat perhatian khusus. Malah dapat tamparan telak.Tega bener!Bukan hanya itu, setelah menampar Emak pun dengan menggebu mengomeli Bapak, perihal permintaan konyolnya sebelum dibawa ke Rumah sakit.Apalagi? Tentu saja permintaan Bapak agar aku menikah saat itu juga, karena takut tidak bisa bangun lagi nanti."Makanya lo jan ngadi-ngadi. Lo tuh bukan Tuhan! Seenaknya aja sok tahu sama umur sendiri. Gara-gara lo! Gue gagal bikin pernikahan yang
*Happy Reading*"Sel, itu--""Ck, menyebalkan sekali," geram Sella tiba-tiba, sebelum menarik tanganku dan mengajak berlari. "Yuk, Kak!"Eh? Aku mau diajak kemana nih?Sebenarnya, aku belum bisa mencerna situasi ini dengan baik, tapi aku juga tidak bisa menolak ajakan Sella yang menarik tanganku tiba-tiba, dan mengajakku berlari begitu saja.Aku bahkan tidak tahu ke mana Sella akan membawaku. Meski masih di area Rumah sakit tempat Bapak dirawat, tetap saja aku tak hafal seluk beluk tempat ini.Penting ikuti aja Sella. Karena, bukannya dia sendiri yang bilang kalau sedang mendapat tugas menjagaku dari Fans Fanatik Ammar.Nah, aku rasa Sella saat ini sedang melaksanakan tugasnya itu. Karena wanita tadi memang terlihat sangat ingin membunuhku.Ngerih juga membayangkannya. Makanya aku nurut aja kemana Sella membawaku. Karena aku yakin, Sella tidak akan mungkin mencelakaiku."Ayo, kak. Cepat!" titah Sella disela pelarian kami
*Happy Reading*"Terima ... terima ... terima ...."Setelah Ammar menyelesaikan kata-kata lamaran, yang menurutnya tidak Romantis. Riuh dan tepuk seruan itu pun terdengar menghiasi ruangan tersebut. Membuat aku mengerjap pelan, sebelum kemudian memindai suasana sekitar yang ternyata lumayan ramai.Meski masih dalam keadaan remang, tapi aku sudah mulai bisa melihat beberapa orang hadir di sana, dengan beberapa orang yang sudah membidik aku dan Ammar. Salah satunya adalah Nurhayati, yang aku yakini pasti sedang membuat IG live.Ah, sialan. Jadi aku sedang dikerjain ceritanya. Kenapa aku gak ngeh, ya? Bodoh banget, ya?"Terima ... terima ... terima ...." Sorakan itu masih menghiasi, membuat aku kembali menatap Ammar yang masih berlutut satu kaki dihadapanku. Tentu saja dengan senyum yang belum luntur sedikit pun.Namun sayangnya, alih-alih menjawab ya, dengan haru yang biasa ditunjukan dalam sebuah sinetron. Aku lebih memilih menyuarakan pertan
*Happy Reading*Aku malu! Sumpah! Demi apa coba aku harus berhadapan langsung sama Si Tante kayak gini? Ammar nih emang resek banget! Tinggal jelasin aja padahal, apa susahnya? Malah nyuruh aku ngadepin Si Tante kek gini! Mau dia apa, coba? Mau lihat aku sama pacarnya ini jambak-jambakan?Lah? Mana bisa? Aku kan pake hijab. Si Tante pasti susah jambaknya. Sementara itu, rambut si Tante juga kelihatannya mahal. Jadi mana tega aku jambaknya.Terus ini aku harus kek mana sekarang?Masa malah main liat-liatan, sih? Nanti kalau baper, gimana?"Jadi, kamu cemburu sama saya, Nur?" tanya Si Tante akhirnya, setelah mengulas senyum manis sebelumnya."Eh, itu ... uhm ... bukan gitu juga, Tan. Tapi ... anu ... aduh, gimana ya jelasinnya?" sahutku asal, bingung harus menjawab bagaimana?"Gak papa, Tante ngerti, kok. Tapi, kamu gak usah takut ya, Nur. Tante bukan pacarnya Ammar, kok. Soalnya dia udah bucin akut sama kamu."Eh?