Share

Bab 5

*Happy Reading*

"Bismikarobbi Allahuma Ahya wa Bismika amut, Aamiinn ...."

Aku mengusap wajahku pelan, setelah mengucapkan doa tidur malam ini. 

Orang bilang, tidur itu seperti mati kecil. Kita tidak tahu besok masih bisa bangun dan punya kesempatan menghirup udara lagi atau tidak. Karenanya, emak selalu mewanti-wanti aku, agar aku jangan sampai lupa berwudhu dan membaca doa tidur setiap malam. Agar jika ternyata aku tidak bangun lagi saat pagi. Aku mati dalam keadaan suci dan beriman. 

Entahlah, aku tidak terlalu mengerti soal beginian sebenarnya. Karena jujur aja, ilmu agamaku masih sangat cetek sekali. Makanya aku tidak berani speak up apapun soal sesuatu yang terlalu menyangkut agama.

Takut salah ucap, berabe nanti urusannya. 

Setelah menyelesaikan ritual wajib untukku sebelum tidur, aku pun segera menarik selimut, dan bersiap menyambut mimpi indahku malam ini.

Kira-kira nanti aku bakal mimpi sama siapa, ya? Lee min hoo, atau Sehun? 

Ah, terserah deh sama siapa aja. Asal jangan sama si mang Jaja tukang cilok depan gang yang sok ganteng itu. Ih, pokoknya geuleuh aja kalau inget dia yang sok tebar pesona sama aku.

Ya Allah, mimpinya sama Sehun aja ya malam ini. Please .... kan, Lee min ho udah kemarin. Jadi gantian aja biar gak ada kecemburuan di antara mereka. Oke!

Setelah berdoa demikian, aku pun bersiap memejamkan mataku, dan ....

Ddrrttt ... ddrrttt .... ddrrtt ...

Sayangnya, baru saja akan terlelap, getar panjang dari ponselku pun tiba-tiba mengintrupsi. Membuat mataku kembali terjaga, dan segera meraih gawai yang memang kuletakan di atas nakas dekat tempat tidur.

Ck, siapa sih malam-malam gini telpon? Kayak gak ada hari esok aja.

----Intan Calling---

Lah, ternyata yang nelpon emaknya si Bella. Ada apa nih bumil satu nelpon gini hari, ya?"

"Hallo."

"Hallo, Nur. Lo di mana?"

Eh, pertanyaan macam apa itu? Jelas-jelas hari udah gelap gini, dan jam juga sudah menunjukan pukul 10 malam. Sudah pasti aku di tempat tidurlah. Ya kali masih nangkring di atas puun. Emang aku mbak kunkun.

Gimana, sih? Gak punya jam apa  gimana nih bocah?

"Lo gak liat jam, Tan? Ya kali gue masih ngayap jam segini? Bisa di paranin Emak Kanjeng bawa sapu, gue!" balasku kemudian, sedikit ngegas karena kesal dengan pertanyaan Si Intan yang tidak berpaedah ini.

"Oh, iya ya. Lo pan anak Rumahan, lupa gue. Sorry, sorry," gumam Intan kemudian, ya kutanggapi dengan guliran mata saja. Meski sebenarnya percuma, karena Intan juga gak akan bisa melihatnya.

Baru sadar, bu ....

"Tapi, Nur. Gue boleh minta tolong gak sama lo?" tanya Intan lagi tiba-tiba, membuat aku mulai penasaran dengan nada permintaannya kali ini.

Gimana, ya? Aku cuma ngerasa Intan lagi gusar aja di seberang sana. Seperti orang bingung. Tahu gak? 

Ada apa ya kira-kira?

"Minta tolong apa?" Kepoku kemudian.

"Uhm ... itu, Nur. Lo ... bisa jemput di Nurhayati dari club, gak?"

"Apa?!" 

Tak ayal, aku pun langsung berseru kaget setelahnya. Karena ....

Gila aja! Intan gak waras atau gimana, sih? Ya kali dia nyuruh aku ke club malam-malam gini? Bisa dicincang emak Kanjeng sama Bang Al gue kalau ketahuan.

Nanti judul nih novel auto berubah. Bukan Kanjeng Ratu Minta mantu lagi. Tapi Nurbaeti mendadak jadi kornet di kaleng cepat saji.

"Ssttt ... Nur, jangan teriak-teriak, bege! Nanti Emak lo bangun!" Intan memperingatkan.

"Ya lagi, lo kalau ngomong suka ngadi-ngadi. Pake nyuruh gue  ke tempat begituan. Mau bunuh gue atau gimana, lo?" hardikku kemudian. Namun dengan suara pelan sekali.

Takut emak Kanjeng beneran ngendusin, bisa di sentil nanti ginjalku.

"Bukan gitu, Nur. Tapi, dari tadi orang bar nelponin gue suruh jemput si Nurhayati. Biasa, mabok lagi tuh bocah. Lo tahu dia gimana kan, kalau punya masalah? Cuma sayangnya, gue gak bisa jemput dia, Nur. Bukan cuma karena Mas Dika pasti bakal larang gue nginjek tempat itu lagi dengan kondisi perut buncit gini. Tapi juga, karena gue sekarang lagi di luar kota, Nur. Dan asli! Gue bingung harus minta tolong siapa lagi selain lo." 

"Ya, tapi gak gue juga, Intan!" geramku kesal sekali. 

Serius dah nih emak muda satu. Kayak gak tau aja gimana emak Kanjeng? Mending kalau aku cuma diomelin entar. Nah kalau sampai dikutuk jadi boneka mampang? Gimana, elah!

"Ayolah, Nur. Sekali aja. Please ... ya? Gue bingung harus minta tolong siapa lagi," mohon Intan kemudian.

"Tapi gue gak bisa, Intan. Emak gue gak bakal ngijinin!"

"Ya jangan minta ijin kalau gitu."

Eh, si semprul. Kalau ngomong suka bener. Heran aku.

"Tapi itu juga bahaya buat gue, Tan. Gini-gini gue masih berjenis kelamin perempuan kalau lo lupa. Sementara tempat itu kan--"

"Elah! Sok keren amat lo, Nur. Modelan kaya lo mah Gue yakin gak bakal ada yang lirik. Secara lo kan rapet banget orangnya. Pasti gak bakal ada orang yang nafsu. Malahan, paling lo di kata salah alamat, karean dikira mau ke pengajian. Asli, deh. Lo mah pasti aman damai kalau mampir ke sana bentaran."

Ck, gak Intan, gak Emak kanjeng. Kalau ngomong suka sembarangan!

Iya sih, aku memang suka rapet banget kalau pake pakean, tapi kan sekali lagi aku umumin, begini-begini aku juga tetep cewek. Kalau ada yang khilaf, gimana?

"Tan, gue--"

"Ayolah, Nur! Please ..

Gue mohon. Ya? Ya? Lo mau kan, Nur? Anaknya emak Kanjeng bae banget, dah." Intan mulai mengeluarkan rayuan pulau kelapanya.

Uh, tapi maaf-maaf aja ya pemirsah. Aku mah gak akan kemakan rayuan receh kayak gitu.

"Tapi Emak sama abang gue gimana? Asli, Tan. Kalau mereka tahu gue ke sana, bisa abis gue, Tan!" Aku bersikukuh menolak.

Duh, serius deh. Bukannya aku gak perduli sama kembaranku itu. Tapi kalau nolongin dia tarohannya nyawaku. Ya ... aku juga gak mau lah!

"Ck, kan gue udah bilang, Nur. Perginya jangan kasih tahu mereka! Diem-diem aja gak usah kasih pengumuman. Gitu aja kok repot." 

Ish aku ingin sekali mencekik emak muda ini kalau dekat. Jawabannya loh, bikin aku gemes pengen kruwes mukanya yang sekarang mirip bakpau.

"Eh, kampret! Gue juga tahu kalau itu mah. Cuma masalahnya adalah--"

"Ah, Nur. Pokoknya gue mohon banget, ya. Please ... kasihan si Nurhayati kalau gak di jemput. Lo tahu dia kayak mana kan kalau udah beler. Mana pake-pakeannya pasti kurang bahan semua lagi. Makanya, please tolongin gue, ya? Cuma elo yang bisa gue andelin. Ya? Ya? Nur ku sayang. Cantik deh kalau nurut. Okeh. Jangan lupa jemput ya si Nurhayati, ya? Babay Nurbaeti. Muah!!

Setelahnya, Intan pun seenaknya menutup sambungan telpon secara sepihak. Membuat aku ingin sekali melempar ponselku ke dinding, kalau saja tak ingat ini satu-satunya benda mahal yang aku punya.

Ah, dasar Intan kampret!!

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Puput Assyfa
ealah Nur hidup lu penuh drama dan lika liku dah
goodnovel comment avatar
Farzana Nazia
bagus sekali ya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status