Setelah menyelesaikan urusan di perpustakaan, Wawan menuju ruang Sema ( senat mahasiswa ). Ruang Sema memang difungsikan sebagai tempat berkumpul jika para mahasiswa akan mengadakan suatu acara ataupun membahas segala sesuatu tentang kegiatan Mahasiswa.
Tanpa mengetuk pintu, Wawan langsung masuk ke dalam ruangan, di sana sudah ada Carine dan Idha serta beberapa Mahasiswa lainnya.
Wawan segera mendekat ke arah Carine dan berbicara.
"Hai Carine, apakah Papamu bersedia meminjamkan tenda untuk kita ?"
Carine dan Idha yang baru menyadari kehadiran Wawan secara bersamaan menoleh ke arah Wawan.
" Datang-datang langsung menanyakan tenda, bisa kah kau membuat sedikit basa-basi? " Protes Idha.
Wawan cuma tersenyum, lalu menarik sebuah kursi dan duduk di sebelah mereka.
Carine cuma tersenyum, "aman, Papaku akan meminjamkan tenda dari kantornya".
"Bagus,lah" jawab Wawan singkat.
"Ngomong-ngomong kenapa kau datang sendirian, Wa
"Kemungkinan kedua ?" Tanya Carine penasaran. "Kemungkinan kedua..." Lanjut Wawan sengaja menggantung kalimatnya. "Kemungkinan kedua, coba kau tanya hati nuranimu". Mendengar kalimat itu,Idha mengerti. Lalu dia berkata, "Batas antara benci dan cinta kan sangat tipis, Wan." Carine cemberut, "ngomong apa sih kalian, terlalu dini kalau bahas cinta-cintaan. Dan lagian, Dani itu bukan tipe aku banget, trus mau aku taruh di mana Yudha ?" Wawan mengangguk-angguk. Mereka tidak menyadari kalau sebenarnya saat itu Dani sudah berada di ruangan itu, dia mendengar dengan jelas apa yang baru saja Carine katakan. "Berarti julukan mulut asbak tadi, artinya apa dong? " Tanya Idha kemudian. "Ya ... Tidak ada artinya apa-apa.., baru saja aku mengenalnya, masa bisa jatuh cinta dengan begitu cepatnya" kata Carine menjelaskan. "Tapi bukan berarti tidak ada kemungkinan,kan ? " Goda Wawan. Carine berpura-pura berp
Dani menepuk pundak Wawan dan segera meninggalkan tempat itu tanpa menyapa Carine dan Idha.Carine yang merasa bersalah lalu berkata, " apakah dia mendengarkan semua yang aku katakan.?" Tanyanya cemas."Sepertinya begitu" jawab Wawan dengan tak acuh."Lagi pula bagaimana bisa dia tiba-tiba ada disini tanpa kita sadari" saut Idha."Dia benar-benar seperti hantu""Kamu benar,Dha" kata Carine yang mulai bisa menguasai emosinya yang sempat tak stabil."Apakah kau tadi melihat mukanya,?, Bahkan aku melihat mukanya lebih seram dari sesosok hantu" kata Carine melanjutkan."Jangan berkata begitu, kalau dia mendengar bagaimana ? Kata Idha mengingatkan.Carine yang melihat Dani sudah pergi, dengan percaya diri mengatakan." Biarkan saja dia dengar, kenyataannya memang seperti itu kok".Wawan hanya bisa menatap diam-diam ke arah Carine.Sementara Carine yang menyadari Wawan sedang memperhatikannya, berusaha bers
Dani berjalan menuju Laboratorium Komputer, alasan dia meninggalkan ruang Sema bukan karna tersinggung ataupun marah dengan apa yang diucapkan oleh Carine.Baginya, setiap orang berhak menilai apapun tentang dirinya, tapi itu sama sekali tidak berpengaruh terhadap dirinya. Pemikiran dan perilakunya yang cuek, membebaskan dia untuk tidak menanggapi penilaian apapun tertang dirinya. Dani adalah dirinya sendiri.Maka dari itu, alasan sebenarnya adalah karena dia tidak ingin orang yang memberikan penilaian atas dirinya menjadi subyektif karena mengetahui keberadaannya, dia berusaha membiarkan mereka menilai secara jujur terhadapnya, begitupun dengan Carine."Hai, Dan. Tumben kau kesini". Tegur Zuly, seorang petugas Lab Komputer. Mereka saling mengenal karna Zuly juga tinggal di rumah kost yang sama dengan Dani."Ada komputer kosong gak, mas ?" Tanya Dani, ketika sudah sampai di depan Lab komputer."Ada sesuatu yang harus aku kerjakan disini" kata Dani
Dani duduk di bangku taman kampus tak jauh dari Lab komputer, di bawah pohon yang rindang dan semilir angin membuatnya merasa nyaman.Dani mengeluarkan laptopnya dari dalam tas. Lalu membuka dan menyalakannya. Setelah keluar logo Windows, terlihat dari layarnya tampilan wallpaper yang terpampang foto dirinya sedang bersama Novi.Dani tertegun sejenak, "aku rasa perlu mengganti tampilan komputerku", kata Dani dalam hati, lalu dia merubah settingan dengan memgatur wallpaper secara default."Boleh aku duduk di sebelahmu?" Tanya seseorang tiba-tiba memecahkan keheningan yang dirasakan Dani.Dani menoleh ke arah sumber suara itu.Carine ?Ya, suara itu adalah milik Carine.Dani kembali mengarahkan pandangannya ke layar laptopnya.Dengan tak acuh dia berkata, " tempat ini bukan milik pribadiku, jadi kau bisa memilih tempat duduk di manapun kau suka".Carine berjalan dengan ragu-ragu ke arah Dani, kemudian duduk disebelahnya da
Carine menghela nafas dengan berat, "sekiranya aku bersalah, aku minta maaf"Dani menoleh ke arah Carine, sambil tertawa terbahak dia berkata."Sejak kapan seorang Carine merasa bersalah dan meminta maaf ?.""Terserah apa yang kau pikirkan, yang jelas aku benar-benar ingin meminta maaf kepadamu".Dani mengernyitkan keningnya, raut wajahnya berubah menjadi lebih serius."Sejujurnya aku tak pernah memperdulikan apa yang orang katakan tentang aku, aku tak pernah peduli dengan penilain mereka tentang aku, termasuk kamu." Kata Dani dingin."Kamu bebas memilih orang yang kamu sukai untuk berteman denganmu, akupun tak pernah memaksakanmu untuk bisa memahamiku.""Lakukan yang ingin kamu lakukan, dan akupun akan melakukan apa yang hanya ingin aku lakukan, tidak ada saling memaksa dan tak perlu saling mencela".Mendengar itu, Perasaan Carine semakin merasa bersalah. Namun Dani tiba-tiba melanjutkan ucapannya."Kau tak perlu merasa
"Carine !!!"Sebuah panggilan mengejutkan Carine yang sempat terdiam untuk beberapa waktu lama.Carine menoleh ke arah datangnya suara itu."Yudha, kenapa kau ada disini?" Kata Carine berusaha mengendalikan emosinya yang sempat goyah.Yudha berjalan mendekati Carine dan meletakan 2 kantong besar yang di bawanya."Papamu menyuruhku membawakan ini untukmu""Oh... Maaf Yudha, aku pasti telah merepotkanmu" kata Carine dengan sungkan.Yudha tersenyum, "sama sekali enggak, aku justru bisa sekalian mengajakmu makan siang. Bagaimana ?"Carine melihat jam tangannya,lalu tanpa pikir panjang dia berkata, "tidak masalah, aku rasa memang sudah waktunya untuk makan siang""Kalau begitu, dimana aku harus menyimpan tenda ini ?"Carine berfikir sejenak."Ikuti aku, kita akan menyimpannya di ruang Sema terlebih dulu"Yudha mengikuti langkah Carine sambil membawa kembali 2 tenda yang dipinjamkan dari kantornya.
Carine masuk ke dalam ruang Senat Mahasiswa tanpa mengetuk pintu yang diikuti oleh Yudha.Tanpa disadari oleh Carine sebelumnya, ruang Senat sudah dipenuhi puluhan mahasiswa, sedangkan di depan sendiri, ada Dani, Wawan dan Idha yang sepertinya sedang memimpin rapat.Semua yang hadir di dalam ruangan menatap ke arah Carine yang baru saja masuk."E... Maaf, aku tidak tau kalau sedang ada rapat" kata Carine dengan gugup."Aku membawa tenda untuk acara camping kita nanti, dimana aku harus menaruhnya? " Carine berdalih untuk menutupi kegugupannya.Tidak ada yang menjawab.Lalu Wawan berkata, "taruh saja di pojokan sana, kau bisa duduk dan bergabung bersama kami"Lalu Carine berkata kepada Yudha,"Kamu taruh saja tenda itu di sana, Yudha." Kata Carine sambil menunjuk sudut ruangan kepada Yudha."Setelah itu kamu bisa kembali lagi ke kantormu""Hey...sekarang jam istirahat, sayang. Bisakah kita pergi makan siang se
Dani mengantar Idha sampai depan rumah kostnya, tak ada yang mereka bicarakan selama dalam perjalanan. Namun ketika Idha turun dari sepeda motor Dani, ia berkata,"Apakah ada sesuatu antara kau dan Carine?".Dani menatap Idha sambil menggeleng."Aku sudah cukup mengenalmu, aku tau kau menyembunyikan sesuatu dariku" kata Idha kemudian.Dani sedikit ragu."Jika kau ingin bercerita, masuklah !""Aku punya banyak waktu untuk mendengarmu"Dani mematikan mesin motornya, dia hanya menarik nafas dan berkata,"Sebenarnya seperti apa Carina itu ?"Idha tak bisa menahan tawanya,"Jangan berpikir yang macam-macam, aku hanya sekedar ingin tau saja" lanjut Dani.Masih menahan sedikit tawa, Idha berkata dengan nada mengejek."Ternyata Dani yang terkenal dingin itu bisa juga tergoda sama Carine""Tapi sejujurnya, meskipun aku satu SMA dengannya, aku tidak terlalu akrab dengannya, yang aku tau dari dulu memang