Share

Pertemuan yang Direncanakan

Saat ayah kembali ketempat ibu turun, jarak 5 meter ayah melihat dengan matanya lekat. Hatinya sakit seperti tertusuk anak panah dari busur, tepat menembus ulu hati.

“Oh, ini ternyata!” batin ayah, saat melihat ibu dijemput oleh pria berjas hitam itu.

Tanpa basa-basi ayah langsung putar balik, menuju kantor lagi. Tidak ingin lebih lama disana, hatinya tak akan sanggup. Dalam batinnya ia masih bertanya-tanya, “Siapa pria itu? Kenapa semesra itu?”.

Sesampainya d kantor ia tidak langsung keluar dari mobil, kakinya lemas hatinya rapuh. Serasa ayah tidak terima, tangan istrinya digandeng mesra oleh pria lain. Siapa sangka istri yang paling ia cintai bisa akrab dengan pria lain?

“Aaarghhh,” raungnya penuh kekecewaan.  

Lekat-lekat ayah keluar dari mobil dan berjalan pelan menuju kantor. Langkahnya terhenti saat ada yang memanggil dari belakang.

“Pak Anton,” panggil wanita dari belakang ayah.

Sontak ayah menoleh pelan, dilihat sekretarisnya berjalan dengan tertatih-tatih.

“Pak Anton sudah ditunggu di ruang meeting,” ucap dona sekretaris ayah.

“Astagfirullah, aku melupakan jadwal meetingku,” ucap ayah pelan, ia langsung berjalan terburu-buru menuju ruangan meeting.

Tok tok tok, ayah mengetuk pintu ruangan sebelum masuk. Serempak pandangan tertuju pada ayah yang terlambat datang.

“Maaf, saya terlambat datang.” Ayah langsung duduk menempati kursi kosong.

Meeting berjalan dengan lancar, meski beberapa kolega kecewa terhadap ayah. Tetapi kekecewaan berubah saat mereka melihat ayah presentasi dengan baik, semua bertepuk tangan.

***

Kring kring kringg suara dering telefon membuyarkan konsentrasi Evelyn, “Kenapa ayah tiba-tiba telfon,” batin Evelyn, saat melihat nama ayah dilayar ponselnya.

[Halo, Ayah.]

[Nak, makan siang dimana?]

[Di kantor, Yah. Kenapa?]

[Makan siang bareng Ayah ya, nanti ayah jemput.]

[Oke.]

[See you anak ayah.]

[See you.]

Telefon terputus, tak biasanya ayah mengajak Evelyn makan siang bareng. Karena ayah selalu memilih pulang saat makan siang. “Ya udah, mungkin ayah butuh quality time bareng aku,” batin Evelyn setelah menutup telefon.

“Vely,” panggil Rinda, teman sekantor Vely.

“Iya, Rin. Ada apa?” tanya Evelyn.

“Makan siang yuk,” ucap Rinda pelan.

“Aduh, telat kamu. Aku udah ada janji sama Ayah, sorry ya,” jelas Evelyn pada Rinda.

“Oh, ya udah deh.” Rinda langsung pergi meninggalkan Evelyn.

Kini Evelyn sesang bersiap-siap, lima belas menit lagi jam makan siang. Beberapa laporan sudah selesai, ia siap-siap untuk makan siang dengan Ayahnya. Kantor tempat Evelyn bekerja adalah milik teman Ayahnya.

“Vel, makan siang!” ucap Ridho yang selalu mengingatkan jam makan siang.

“Iya, Dho. Thank you yaa.” Evelyn berjalan keluar, Ayahnya sudah menungu di parkiran kantornya.

“Ayah,” panggil Evelyn.

“Eh, Nak. Ayo keburu jam makan siangnya habis,” ucap ayah sedikit terkejut.

Mobil ayah mulai melaju menembus jalanan kota, sesekali Evelyn melihat tatapan kosong ayahnya. Entah apa yang mengganggu fikiran ayah, hingga ia terlihat sering melamun. Evelyn bingung, ada hal yang ingin ia tanyakan tapi ia tak mampu bicara.

“Ayah,” panggil Evelyn pelan.

“Iya, nak. Kenapa?” tanya Ayah.

“Harus mulai dari mana ya?” batin Evelyn bingung.

“Nak,” panggil Ayah.

Panggilan itu membuyarkan lamunan Evelyn, “Iya, Ayah,” ucapnya gugup.

“Kok malah melamun?” tanya Ayah lagi.

“Eh, maaf ayah,” jawab Evelyn.

Tanpa di sadari sampailah mereka di restoran favorit ayah, ayahpun memilih di bagian indoor yang terkesan privat. Tidak biasanya ayah memilih tempat seprivat ini hanya untuk makan siang.

“Permisi, mau pesan apa pak?” tanya seorang waiter, menunjukkan menu andalan restoran itu.

Terlihat ayah memilih dua menu makan siang untuk Evelyn dan ayah.

“Silakan ditunggu ya, Pak. Pesanan akan diproses,” ucap waiter melangkah pergi.

Suasana hening ayah terlihat melamun, tatapannya kosong tak ada rona bahagia dalam tatapannya.

“Ayah tumben tidak pulang untuk makan siang?” tanya Evelyn membuyarkan fikiran ayah.

“Eh, iya. Ibumu sepertinya belum pulang, makanya ayah mengajak Vely makan di luar,” jelas Ayah.

“Memangnya Ayah tadi mengantar Ibu kemana?” tanya Evelyn menginterogasi.

“Emm, tidak ayah,” ucapannya terhenti saat waiter datang dengan pesanan makanan.

Ayah memberi isyarat untuk makan terlebih dahulu, “Pesanan sudah lengkap ya, Pak. Selamat menikmati,” ucap waiter itu dan pergi.

“Ada apa sebenarnya,” batin Evelyn penuh tanya.

Setiap makan selalu menutup obrolan, fokus dengan makanan yang sudah dihidangkan. Hanya suara sendok dan piring yang mendominasi meja Ayah dan Evelyn.

***

Jam makan siang telah selesai, Evelyn sudah berada di kantor. Kini fikirannya merasa terbebani, beberapa hari ini orang tuanya berlagak tidak jelas. Seperti sama-sama menyembunyikan sesuatu rapat-rapat.

“Vel,” panggil Rinda.

Evelyn hanya diam membisu, “Vel,” panggil Rinda dengan melambai-lambaikan tangan didepan muka Evelyn.

“Eve,” panggil Ridho.

Evelyn terkejut, seseorang yang suka memanggail dengan sebutan “Eve” hanya Pak Dimas, CEO di perusahaan ia bekerja.

“Eh, Maaf Pak,” ucap Evelyn reflek.

Matanya clingak-clinguk menatap kanan kiri, sosok Pak Dimas tidak ada di sebelahnya. Rinda dan Ridho tertawa keras.

“Aku sedang dikerjai ini,” batin Evelyn kesal.

“Maafkan aku,Vel,” ucap Ridho merasa bersalah.

“Lagian kamu dipanggil diem mulu, karena aku takut aku panggil Ridho,” jelas Rinda dengan cengengesan.

“Aku kira kamu kesambet tau siang-siang gini,” ucap Ridho dengan menahan tertawa.

“Ehhkem,” Pak Dimas datang dekan dehamannya.

“Vely, silakan ke ruangan saya.” Langkahnya pelan namun pasti, tangannya menunjuk lurus ke arah Evelyn.

“Baik, Pak.” Tanpa basa-basi Evelyn langsung mengikuti langkah Pak dimas.

Rinda dan Ridho diam membisu tak mampu berkata apa-apa.

“Kenapa lagi tu bocah?” tanya Rinda pada Ridho hanya dijawab dengan gelengan.

***

Di ruangan Pak Dimas hanya duduk dengan mengotak-atik berkas, “Silakan duduk,” ucap Pak Dimas saat melihat Evelyn akan masuk.

“Ada apa, Pak? Kenapa saya dipanggil kesini?” tanya Evelyn beruntun.

“Saya ada tugas baru untuk kamu,” jawab Pak Dimas singkat.

“Tugas baru?” tanya Evelyn terkejut.

“Apalagi sih bapak?” batin Evelyn.

Pak Dimas menunjukkan beberapa berkas di map merah kepada Evelyn, tatapannya lurus penuh pengharapan.

“Tolong pahami ini, jika sudah paham silakan dikerjakan!” ucap Pak Dimas penuh penegasan.

Mata Evelyn terbelalak,..

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status