Share

Nomor Tak Dikenal

[Halo.]

Tak ada jawaban dari penelfon diseberang, hening membuat Evelyn takut.

[Halo.]

[Apakah benar ini Evelyna Dyandra?]

[Iya.]

[Ini nomor pengagum rahasiamu.]

Tut tut tut telefon terputus, Evelyn sengaja menutup telefon itu. Karena ia sedang tidak ingin diganggu siapapun. Ia masih merutuki tugas dari Pak Dimas yang mengharuskan dia ke luar kota.

“Emmm, aku bosan,” ucap Evelyn dengan kesal.

Dilihat jam tangan di lengan kirinya tepat pukul 22.00, matanya mulai lelah menatap short story di youtube. Banyak cerita yang menguras air matanya, mungkin skenarionya yang mengandung bawaang dimana-mana.

“Aku lapar,” batin Evelyn mendengar suara dari perutnya.

Suara fiersa besari mulai mengalun indah ditelinganya, notifikasi telefon dari nomor tidak dikenal itu lagi. Telefon itu hanya dilihat oleh Evelyn, tanpa ada keinginan menjawab sekalipun.

Klunting

Suara pesan masuk, lagi-lagi nomor tidak dikenal itu.

{Halo, Evelyna Dyandra.}

Isi pesan itu, ditatapnya lekat. Nomor yang tidak ia kenal itu, misterius “Siapa sih ini?” batin Evelyn. Karena penasaran Evelyn terpaksa membalas pesan itu.

{Ini siapa sih? Maaf nih aku gak kenal!}

Pesan itu langsung dibaca oleh pengirimnya, sontak Evelyn terkejut secepat itu sosok misterius ini membalas pesannya. Lagi-lagi jawabannya tidak meyakinkan sama sekali.

{Kamu tak perlu tau aku siapa, kamu cukup tau aku adalah pengagum rahasiamu.}

Evelyn mulai geram, ia letakkan ponsel itu dan membiarkan pesan itu tertimbun memilih membiarkan. Tetapi Evelyn masih penasaran, siapa pengirim pesan itu.

Klunting

{Eve, lekaslah tidur. Malam ini agar bulan saja yang terjaga, kamu lekaslah lelap dalam pelukan malam. Aku akan menjamu dari jauh.}

“Shitttt apa maksud pengirim pesan ini?”

“Berusaha merayu aku?”

“Ahh gila ini orang!” Cecar Evelyn merutuki pengirim pesan.

Evelyn memilih berjalan ke dapur, langkahnya pelan meniti kegelapan di dalam rumah karena semua lampu dimatikan saat malam hari.

“Aduh dimana ini tombol lampunya,” ucap Evelyn mencari-cari.

Evelyn dikejutkan oleh suara pria yang berasal dari dalam dapur.

“Vel,” suara Ayah membuat Evelyn sedikit terperanjat.

“Ayahhh, ya ampun aku kaget.” Evelyn sedikit bersembunyi dibalik tembok saat melihat ayah.

“Kamu kenapa malam-malam ke dapur?” tanya Ayah.

“Aku lapar,” jawab Evelyn cengengesan.

Ayah langsung membuka kulkas, mengambil mie kuah dan satu telur. Ayah lihai dalam memasak, berbeda dengan Evelyn yang sering membuat kacau dapur saat diauruh memasak.

Mie kuah sudah siap, ayah sengaja membuat dua mangkuk agar bisa menemani Evelyn makan.

“Terima kasih ayah,” ucap Evelyn kegirangan.

“Sama-sama, anak cantik.” Tangannya mengusap pelan ujung kepala Evelyn.

***

Klunting

Klunting

Klunting

Klunting

Pukul 01.30 WIB, suara notifikasi membuat Evelyn terbangun. Selarut ini ada pesan masuk.beruntun. lagi-lagi pesan dari nomor yang tidak dikenal,  dia menghubungi tanpa kejelasan.

[Selamat pagi, Eve.]

[Maaf mengganggu waktu tidurmu.]

[Sepagi ini aku sedang meminjam namamu, untuk aku diskusikan dengan tuhanku.

Apakah kamu mengijinkannya? Ku harap dengan senang hati kamu mengijinkannya.

Sepagi ini aku ingin melihat wajahmu yang menggemaskan itu.]

Isi pesan dari nomor tidak dikenal itu, sepagi itu dia membangunkan dengan pesan yang sama sekali tidak dipahami Evelyn.

[Maaf ya kak, saya tidak mengenal anda. Tolong jangan ganggu jam tidur saya, perihal anda meminjam nama saya? Bisa anda tanyakan pada ayah saya yang sudah memberi nama itu untuk saya. Terima kasih.]

Jari-jemari Evelyn mulai lihai mengetik beberapa kata untuk pengirim pesan tak dikenal itu. Kesal rasanya saat jam tidurnya diganggu begitu saja. Pesan terkirim sempurna, dan dibalas dengan puisi yang meembuat Evelyn muak.

[Terima kasih sudah hadir

Mewarnai hariku kala itu

Saat aku sedang tidak ingin diganggu

Tapi menatapmu meembuatku kagum

Senyum manis yang terpampang di wajah mungilmu

Rambut dikuncir kuda khas ketomboian mu

Kamu cantik, Evelyna Dyandra.]

Evelyn sudah kesal, ditatapnya layar ponsel itu. Muak membaca pesan berisi puisi tidak jelas pengirimnya. Evelyn suka puisi tapi tidak dengan ini. Diletakkan ponsel itu diatas meja, tiba-tiba ia teringat dengan pria yang bertemu dengannya. Di kedai Ardy, iseng ia membuka i*******m dan mencoba masuk ke grub bikers yang dimaksud Rendy. “Siapa tau nomor ini ada di grub itu,” batin Evelyn.

Di telusuri nomor yang tidak dia kenal itu, tapi tidak ada di grub chat itu.

Drrrrrrrt

Suara notifikasi dari grub menyita perhatian Evelyn,

[Selamat datang kak, semoga betah.] Tertulis nama Rendy Pratama Aji.

“Oh, ini nomor Rendy,” batin Evelyn.

[Eh, iya terima kasih.

Perkenalkan aku Evelyna Dyandra, lady bikers asal kota tahu.

Salam kenal semua.]

Hanya untuk formalitas setelah masuk grub, Perlahan namanya disebut-sebut. Tapi Evelyn cuek dan masa bodo.

***

Mentari mulai menunjukkan senyumnya, cahaya nya sudah masuk ke kamar Evelyn. Suara nyaring ibu mendominasi suasana pagi, suara penggorengan mulai terdengar nyaring. Aroma masakan pun sudah mulai masuk ke lubang hidung.

“Vely, bangun!” teriak Ibu keras.

Matanya mengerjab pelan, “Sudah Ibu.” Langkahnya menuju kamar mandi.

***

Ibu terlihat sudah menyiapkan semua di meja makan, tapi ayah belum terlihat. Evelyn clingak clinguk mencari ayah, tetapi ayah tetap tidak kunjung ada.

“Kenapa, Vel? Kok clingak clinguk gitu, cari siapa?” tanya Ibu penasaran.

“Ayah dimana?” tanya Evelyn.

“Ayahmu sudah berangkat tadi pagi,” jawab ibu singkat.

Suasana sarapan saat itu sangat sepi, hanya suara sendok dan piring yang mendominasi. Setelah sarapan pun tak ada perbincangan antara Evelyn dan Ibu. Evelyn langsung bersiap untuk berangkat kerja, mempersiapkan beberapa berkas untuk keberangkatannya keluar kota.

“Ibu, Vely berangkat dulu,” ucap Evelyn berpamitan pada Ibu.

“Hati-hati nak.”

Suara motor mulai keluar dari gerbang rumah Evelyn, debu-debu jalanan mulai memenuhi pandangan. Kemacetan dipagi hari sudah menjadi kebiasaan dipagi hari, berdesak-desakan tak ingin mengalah.

“Vel,” panggil pengendara disebelahnya.

“Eh.” Evelyn terkejut mendengar namanya dipanggil, iya clingak-clinguk ke kanan dan ke kiri melihat siapa yang memanggilnya.

“Hey, ini aku,” ucap pengendara menggunakan helm halfface hitam itu.

“Maaf siapa ya?” tanya Evelyn, ia tak mengenali pengendara itu.

“Aku yang bertemu di kedai kemarin,” ucap pengendara itu.

Lampu hijau sudah menyala pertanda pengendara sudah boleh melajukan kendaraannya. Evelyn tidak mempedulikan pengendara itu, “Paling juga orang sok kenal,” batin Evelyn menikmati kemacetan kotanya. Tiga puluh menit berlalu, sampailah ia pada parkiran kantor.

Rinda sudah berjaga diatas motornya menunggu kedatangan Evelyn.

“Lama banget si?” tanya Rinda mengkibas-kibaskan rambutnya.

“Biasa, macet,” jawab Evelyn singkat.

Mereka berdua berjalan pelan menuju kantor, tidak lupa absen terlebih dahulu.

“Vel, dicari Pak Dimas. Disuruh ke ruangannya,” ucap Ridho, “Ati-ati luu, hahaha.” Ridho berjalan meninggalkan Evelyn dan Rinda.

“Ya udah, gih ke ruangan Pak Dimas,” ujar Rinda.

Tanpa basa basi Evelyn pamit ke Rinda, dan langsung pergi menuju ruangan Pak Dimas.

***

“Eve, apa kamu ... ?” tanya Pak Dimas terhenti.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status