Share

Sehari Sebelum Keberangkatan

“Eve, apa kamu?” tanya Pak Dimas terhenti, saat melihat mata Evelyn yang berkantong hitam itu.

“Iya, Pak. Apakah ada yang salah?” Evelyn malah bertanya kembali kepada Pak Dimas.

“Itu, kantung matamu hitam sekali.” Pak Dimas menunjuk ke arah mata Evelyn.

Evelyn langsung menutup matanya dengan kacamata, “Iya pak, semalam susah tidur,” jawab Evelyn.

“Oh iya, Eve,” ujar Pak Dimas terhenti.

“Hari ini kamu boleh pulang cepat, persiapkan keperluan untuk pemberangkatan besok pagi,” jelas Pak Dimas menjelaskan.

“Baik, Pak,” ucap Evelyn.

Evelyn bergegas meninggalkan ruangan Pak Dimas, langkahnya terhenti saat Pak Dimas memanggil namanya.

“Eve,” panggil Pak Dimas.

“Iya, Pak.” Evelyn menoleh pelan menatap Pak Dimas.

“Jadi begini, saya tadi lupa memberitahumu. Jangan lupa membawa alat-alat kantor yang sekiranya akan dibutuhkan saat rapat. Tolong persiapkan dulu lalu pulang,” jelas Pak Dimas.

“Baik, Pak.”

****

“Vel, mau kemana?” tanya Rinda, sambil clingak-clinguk melihat Evelyn merapikan beberapa alat.

“Besok berangkat rapat, ke luar kota.” Wajahnya penuh kemasaman, tidak ada semangat tetapi itu tugas.

“Enak dong, liburan,” ucap Rinda penuh kegirangan.

“Enak kata lu, aku rapat bukan holiday,” serobot Evelyn, “Dah ya, aku pulang dulu. Bye Rindaaaa.” Evelyn berjalan keluar ruangan.

“Heeyy enak sekali udah pulang?” teriak Rinda kepada Evelyn berlalu begitu saja tanpa menoleh ke arah Rinda.

“Kemana dia?” tanya Ridho kepada Rinda.

“Pulang,” jawab Rinda singkat, wajahnya sudah dilipat kusam melihat temannya pulang cepat.

“Lah, kok enak?” ujar Ridho.

“Iya, besok dia berangkat rapat ke luar kota sama Pak Dimas,” ucap Rinda menjelaskan.

*****

Motor matic itu sudah melaju menembus aspal jalanan, kecepatan rendah tidak terlalu kencang. Evelyn sedang menikmati perjalanan pulangnya, pulang lebih cepat dari biasanya. Jarang sekali ia pulang secepat ini, kadang ia sering lembur karena dia karyawan yang lumayan berprestasi.

“Pulang gak ya?” batin Evelyn mulai bertanya-tanya.

Evelyn memilih mampir ke kedai Ardi, sesampainya di kedai ardi. Ardi sudah menyerobot beberapa pertanyaan.

“Vel, lu di teror gak?” tanya Ardy, melihat Vely datang di kedai miliknya.

Evelyn hanya gagu, dia bingung dengan pertanyaan Ardi.

“Mbak, pesen biasanya yaa,” ucap Evelyn, melangkah menuju meja di pojokan dekat cendela. Tempat favoritnya saat di kedai Ardy. Ardy mengikuti langkah Evelyn, “Vel, lu diteror apa gak?”

“Apa si, Di?” tanya Evelyn dengan penuh kebingungan.

“Ada nomor baru kemarin?” tanya Ardy lekat-lekat.

Evelyn berfikir, apakah nomor yang Ardi maksud adalah nomor yang menelfon dan mengirim pesan semalam? “Ada sih, Di. Kenapa? Kamu kenal?” tanya Evelyn beruntut.

“Haduh, blokir aja nomor dia!” ujar Ardi tegas.

***

“Permisi,” ucap seorang pria masuk ke dalam kedai.

“Silakan kak, selamat datang,” ucap Sena, karyawan Ardi.

Suara itu tidak asing ditelinga Evelyn, matanya menatap lekat pria yang baru datang itu.

“Oh, Rendy,” batin Evelyn, saat melihat sosok pria yang baru datang adalah Rendy.

Terlihat Rendy langsung berjalan menghampiri Evelyn, ulasan senyumnya tetap terlihat meskipun sedikit wajahnya tertutup masker.

“Loh, Vel. Disini?” tanya Rendy, seolah mereka berdua telah berteman lama.

“Iya,” jawab Evelyn singkat.

“Kebetulan mungkin ya,” ucap Rendy dengan cengengesan.

Evelyn hanya tersenyum simpul, dia tidak paham apa maksud Rendy. Terkesan sok asik dan membosankan. Ardy hanya diam melihat tingkah Rendy, Evelyn memilih merapikan bawaannya. Menghabiskan sisa capuchino pesanannya.

“Di, aku pamit ya! Besok ada rapat ke luar kota.” Wajah cantik Evelyn terlipat pasi.

“Senyum woy, cantik doang senyum kagak!” teriak Rendy, melihat raut wajah Evelyn.

Evelyn hanya tersenyum tipis dan berjalan keluar kedai Ardi. Motor matic itu sudah menembus jalanan hitam. Melaju pelan menikmati jalanan kota yang ramai, tetapi tidak macet karena memang masih jam kerja.

“Jalan ini, emm.” Matanya lekat menatap setiap sisi ruas jalan.

Fokusnya terbuyarkan saat ia merasa ponsel nya bergetar, Evelyn langsung menepi ke salah satu ruas jalan. Terlihat nama ayah terpampang di layar ponsel, satu panggilan tak terjawab.

Tut tut tut, panggilan tersambung.

{Halo, nak.}

{Halo, Ayah. Ada apa?}

{Kamu dimana? Ayo makan siang.}

{Vely masih dijalan, aku pulang cepat ayah. Aku tunggu di restoran biasa ya.}

{Oke, Nak. Tunggu ayah ya.}

Sambungan telefon terputus, Evelyn langsung melajukan motor maticnya menuju restoran.

*****

Sampailah Evelyn di restoran favoritnya dan ayah, ia langsung masuk dan memesan beberapa makanan. Dimanapun ia selalu memilih tempat yang dekat dengan cendela dan ruangan pojok.

10 menit menanti ayah datang, ia memutuskan mengirimkan pesan kepada ayah.

{Aku sudah sampai ayah, ditempat biasanya. Vely tunggu ya!}

Pesan terkirim.

***

Ayah terlihat berjalan tergesa-gesa, “Nak, maaf ya lama,” ucap Ayah saat datang.

“Iya, Ayah. Aku sudah memesan beberapa makanan, jadi tinggal menunggu saja,” ucap Evelyn dengan senyum manisnya.

Datang seorang waiter mengantar pesanan Evelyn, “Permisi.” Tangannya lihai memberikan pelayanan.

“Semua pesanan lengkap ya, jika ada yang kurang atau ada tambahan bisa disampaikan,” ucap waiter itu dengan ramah.

“Terima kasih, sekiranya cukup,” ucap Evelyn pada waiter itu.

“Sama-sama, selamat menikmati.” Waiter itu berjalan pelan menunggalkan meja Evelyn.

Suara pertemuan sendok dan piring mulai mendomonasi meja itu. Tidak ada suara selain sendok dan piring. Saling menikmati makanan yang ada dihadapan masing-masing, hingga tak ada yang tersisa kecuali tulang.

“Ayah,” panggil Evelyn pelan.

“Iya, Nak,”

“Ayah, kenapa berangkat terlalu pagi?” tanya Evelyn mengingat ayah tidak biasanya berangkat sepagi itu.

“Tidak apa, ada rapat dadakan,” jawab Ayah kaku.

“Ibumu tadi dirumah?” tanya Ayah secara tiba-tiba.

“Iya, di rumah.”

Mendadak keheningan menyelimuti 2 orang itu, bagaimana tidak? Sudah 10 menit tidak ada yang mengawali percakapan. Sama-sama bingung dengan isi fikiran sendiri, Evelyn dengan kebimbangan nya. Ayah dengan isi kepalanya.

“Nak, jam istirahat akan berakhir. Ayah kembali ke kantor ya, nanti ayah yang bayar. Vely hati-hati ya.” Ayah langsung beranjak pergi setelah berpamitan.

“Ayah juga hati-hati ...” kalimat itu terhenti.

****

Kembali ke rumah, padahal Evelyn sedang ingin menikmati jalanan kota. Tetapi ia lupa besok ia beraangkat ke luar kota. Membuat ia berfikir pulang adalah pilihan yang tepat.

“Ibu, Vely datang,” teriak nya setelah membuka pintu.

Hening, seperti tidak ada orang di dalam. Evelyn mulai berjalan kesana kemari, tak kunjung ia temukan ibu.

“Mungkin ibu keluar,” batin Evelyn.

***

Tanpa Evelyn sadari, ia tertidur sampai larut sore.

“Aduh, aku tertidur.” Evelyn menguap, ia langsung keluar kamar.

Dilihatnya ibu sedang menonton tv di ruang keluarga, Evelyn menghampiri ibu dengan pelan.

“Ibu, tadi dimana?” tanya Evelyn.

Sontak ibu menengok pelan, “Tadi ibu ke rumah Tante Eva, Vely tadi pulang cepat?” tanya Ibu.

“Iya, besok aku akan berangkat rapat ke luar kota. Satu minggu full di luar kota,” jelas Evelyn, raut wajahnya tidak terlihat bahagia.

“Hati-hati ya, Nak.” Tangan ibu mengulur memeluk Evelyn erat.

“Iya, Ibu. Jaga diri baik-baik ya, selama Vely ke luar kota.” Evelyn membalas pelukan ibu erat.

“Aku titip ayah juga ya, Ibu.” Pelukan perlahan merenggang, tangan ibu perlahan terlepas pelan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status