Share

Sosok Rendy

“Eve,” panggil Pak Dimas.

Langkahnya pelan dan pasti, saat ini mereka ada di ruang tunggu sebuah bandara. Menunggu jam keberangkatan. Evelyn yang sibuk menatap layar ponselnya, ditatapnya walpaper ponsel itu foto keluarga yang utuh.

“Iya, Pak.” Evelyn sempat terkejut dengan panggilan Pak Dimas, karena ia asik dengan ponsel di tangan kanannya.

“Wajahmu lesu, apa kamu sakit?” tanya Pak Dimas tiba-tiba.

“Tidak, Pak. Saya hanya kawatir,” jawab Evelyn pelan.

“Apa yang kamu kawatirkan?” tanya Pak Dimas lagi.

Evelyn hanya diam dan tertunduk lesu, menatap layar ponsel lagi dan lagi. Pak Dimas pun tidak ingin bertanya panjang lebar.

Suara pengumuman sudah terdengar, sudah waktunya semua penumpang mempersiapkan diri.

“Eve, ayo nanti terlambat,” ajak Pak Dimas.

Evelyn mengikuti langkah Pak Dimas pelan, meski terkadang masih tertinggal karena langkah Pak Dimas cukup cepat.

“Pak, Tunggu!”

Pak Dimas yang melihat itu hanya tersenyum lucu, melihat karyawannya yang mungil berlarian.

***

Setelah kurang lebih 3 jam naik pesawat, Evelyn sampai pada kota di tepi pantai. Hotel yang disewa pun bernuansa pantai. Evelyn diberi waktu untuk beristirahat sampai jam 4 sore. Karena jam 6 akan diadakan rapat, untuk pembahasan jobdesk dan lain-lain.

Tibalah ia di kamar yang bernuansa etnik, kamar yang simple dengan satu bed yang cukup untuk dirinya. Ada kaca yang lumayan lebar untuk sekedar berdandan. Evelyn merebahkan tubuhnya yang lelah dan terlelap.

Kring kringg kringgg

Suara alarm yang menandakan jam setengah 4 sore, Evelyn mulai membuka matanya. Terdapat 3 pesan dari dua nomor yang berbeda. Dia amati siapa pengirim pesan itu, satu dari ayah dan satu dari nomor tidak dikenal.

Evelyn mulai membuka pesan dari ayah yang berisi {Vely, sudah sampai apa belum, Nak?}

Ayah memang selalu menjadi penenang saat dia merasa gundah. Matanya berkaca-kaca saat melihat pesan dari ayah. Sontak ia membalas pesan itu dengan buih bening yang mulai membasahi pipinya.

{Vely sudah sampai ayah, maaf tadi tidak sempat mengabari karena aku tertidur.}

***

Moderator mulai menyampaikan susunan acara, Evelyn hanya diam dan mendengarkan. Sejenak ia juga mencatat apa yang menurutkanya penting. Tiba giliran Pak Dimas menjelaskan beberapa rencana untuk projek kedepannya.

Rapat malam itu lumayan menguras isi pikirannya, membantu Pak Dimas menjelaskan. Bahkan tidak sedikit dia juga membantu berfikir saat ada pertanyaan dari perusahaan lain. Akhirnya rapat malam itu selesai.

***

“Selamat pagi, Eve,” sapa Pak Dimas.

“Pagi, Pak.”

“Bagaimana tidurmu? Nyenyak kan? kamu siap untuk rapat hari ini?” tanya Pak Dimas beruntun.

“Saya siap, Pak! untuk rapat hari ini semua sudah saya siapkan dengan baik. Semoga rapat hari ini lancar tidak ada kendala apapun,” jawab Evelyn.

Rapat dimulai, hari ini lagi-lagi giliran Evelyn menjelaskan beberapa rencana untuk projek tahun depan. Banyak colega-colega yang salut dengan ketangkasan Evelyn dalam menjelaskan dan menjawab pertanyaan.

“Terima kasih atas perhatiannya, sekiranya cukup. Rapat pagi ini resmi ditutup, dilanjutkan nanti setelah makan siang,” ucap salah satu moderator.

Evelyn berjalan pelan keluar ruang rapat, langkahnya terhenti saat ia merasa ada yang memanggil namanya.

“Nona Evelyn,” ucap seorang pria berkacamata.

“Iya, anda memanggil saya?” tanya Evelyn bingung.

“Ini berkasnya ketinggalan.” Pria itu menyodorkan beberapa berkas dengan nama Evelyn.

“Terima kasih, maaf merepotkan,” ucap Evelyn.

“Iya, sama-sama. Kenalin namaku Yogas.” Tangan pria itu mengulur menjabat tangan Evelyn.

“Eh, salam kenal kembali aku Evelyna.” Evelyn menarik tangannya, berjalan meninggalkan Yogas yang masih terdiam.

***

Evelyn duduk di teras depan kamar, ditatapnya lautan luas biru nan cantik. Ingin sekali bermain pasir pantai, tetapi cuaca cukup panas hari ini. Segelas jus mangga menemaninya tiba-tiba dering telefon. Membuyarkan pandangan nya pada laut itu, Rendy nama yang terpampang di layar ponselnya.

[Halo.]

[Iya, ada apa Ren?]

[Kapan pulang? Wkwkwk, anak-anak bikin acara nih. Yakali Evelyn gak dateng kan.]

[Kapan si? Aku cuma seminggu kok.]

[Minggu depan si, Lyn. Gimana? Ikut gak?]

[Aku usahain deh, Ren. Btw acara apa tuh?]

[Ada syukuran.]

[Oke deh.]

[Aku tunggu di veneu, dah yaa see you.]

Telefon terputus

Evelyn merasa hangat setelah mendengar suara Rendy, padahal Rendy bukanlah siapa-siapa dihidupnya.

“Rendy, emm kenapa sih bisa bikin terbang gini,” batin Evelyn.

Suara dering telefon membuyarkan lamunan Evelyn, ternyata tanpa ia sadari Pak Dimas sudah menghubunginya 5 kali.

“Bodohnya kau Vely, gimana nih kalau Pak Dimas marah. Haduh ngelamun mulu si!” gerutu Evelyn pada dirinya sendiri.

Matanya membelalak saat melihat Pak Dimas berjalan ke arahnya, dengan wajah yang sengaja di buat polos. Evelyn menunduk bergaya bermain ponsel.

“Eve,” panggil Pak Dimas lembut.

“Iya Pak,”

“Tadi saya kesulitan menghubungi kamu, ini sudah saya pesankan makanan.” Pak Dimas menyerahkan satu kantong berisi makanan dan camilan.

“Loh, Pak.” Evelyn hanya melongo dan menerima sekantong makanan itu.

“Kenapa, Eve?” tanya Pak Dimas.

“Banyak sekali?” Evelyn bertanya kembali.

“Jadi, begini tadi saya sulit menghubungi kamu. Ya sudah saya tidak tau makanan kesukaan kamu, ya saya asal aja pesan,” jelas Pak Dimas.

“Terima kasih, Pak,” ujar Evelyn.

“Oiya, 2 jam lagi ada rapat lanjutan. Setelah makan bersiaplah, tolong siapkan buku catatan.” Pak Dimas berjalan meninggalkan Evelyn.

***

Rapat sesi kedua telah dilaksanakan dengan lancar, malam ini tidak ada rapat. Membuat Evelyn bebas ingin kemana saja. Bahkan Pak Dimas hanya berkata “Pergilah, beli oleh-oleh untuk keluarga dan teman-temanmu. Rapat tidak jadi satu minggu hanya 4 hari, dan pasti 2 hari akan lebih sibuk. Gunakan waktu yang ada, enjoy your night Eve.”

Tibalah Evelyn di sebuah pusat oleh-oleh, ia membeli beberapa sovenir etnik, kaos, sendal, topi untuk teman-teman dan keluarga di rumah. Sengaja ia membeli 2 jam couple, satu pasang untuk ayah dan ibu satu pasang lagi untuk dirinya dan Rendy.

“Nona Evelyn,” panggil Yogas pelan.

“Eh, hai Yogas. Kamu disini juga?” tanya Evelyn.

“Iya, Nona membeli apa?”

“Membeli oleh-oleh untuk keluarga dan teman-temanku. Oiya aku duluan ya.” Evelyn pergi meninggalkan Yogas begitu saja.

Evelyn merasa tidak nyaman berada di dekat Yogas, meskipun dia tau Yogas adalah asisten dari colega Pak Dimas. Popularitasnya pun sudah melonjak, terkenal dan pandai. Tampan dan tinggi perawakannya meskipun ia  berkacamata. Tetapi Evelyn malah risih, mungkin karena Yogas tidak bisa membuatnya nyaman.

Malam ini bintang dilangit sedang membentuk dimensi ruang yang berbeda-beda, sungguh indah ditatap ditepi pantai. Evelyn kini duduk di kursi kayu dekat kamarnya, pemandangan pantai yang indah dan laut lepas. Dingin mulai menyentuh kulit Evelyn, ternyata angin malam di dekat pantai lumayan.

Kring  kriinggg

Nada dering ponsel Evelyn mulai beralun pelan, matanya terbelalak menatap siapa nama yamg tertera itu...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status