Setelah menghabiskan sarapan dan membersihkan diri, mereka pun pergi meninggalkan mansion mewah Sbastian. Pagi itu Carla meminta agar Sbastian mengantarkannya ke toko bunganya. Awalnya, dokter bermata hijau itu menolak dan mmeinta Carla untuk naik taksi atau bus karena gadis bermata abu-abu itu telah sehat kembali. Namun, Carla berusaha dengan keras untuk membujuk Sbastian mengantarkannya. Gadis penjual bunga itu mengancam, jika Sbastian tidak bersedia mengantarnya maka dia tidak akan mau pergi dari mansion mewah itu.
Sbastian merasa kesal dengan ancaman itu, namun pada akhirnya dia pun bersedia mengantar Carla ke toko bunganya dengan terpaksa. Sbastian heran karena gadis bermata abu-abu itu baru saja sembuh tetapi sudah pergi bekerja. Sbastian menasihatinya agar istirahat di rumah hingga benar-benar pulih. Tapi seperti biasanya, Carla tidak mendengarkan nasihat itu. Lagi pula pagi itu dia sudah ada janji temu.
Carla mengatakan pada sang dokter dingin bahwa pukul sepul
Setelah mengantarkan Carla kembali ke toko bunga, Evelyn buru-buru pergi karena penyedia jasa katering yang ia sewa sudah menunggunya. Carla menatap kepergian sang sahabat dengan tatapan sendu. Ia tahu bahwa di balik kebahagiaan yang Evelyn tunjukkan masih tersimpan kesedihan.Carla berusaha untuk mencari cara agar biasa membuat Sbastian luluh dan akhirnya bersedia untuk datang ke acara pernikahan sang kakak. Carla terus memikirkannya sambil berjalan masuk ke dalam toko bunganya. Saat ia berada di dalam toko bunga, ia langsung masuk ke ruangannya. Ia ingin menenangkan pikirannya sembari mencari cara untuk menyadarkan Sbastian.Selama hampir setengah jam mencari cara agar hati Sbastian yang keras dan dingin itu lunak dan menghangat, akhirnya Carla mengambil keputusan. Ia akan mengambil setelan pendamping yang Evelyn pesan pada Joy. Ia akan memberikannya pada Sbastian sebagai usaha akhir untuk mengubah keputusan dokter bermata hijau itu.Buru-buru Carla keluar dar
Mendengar jawaban Carla itu membuat Sbastian marah. Rahangnya terlihat mengeras, kedua tangannya mengepal kuat. Amarahnya siap meledak. Ia berdiri dari kursi yang didudukinya sambil menggebrak meja kerjanya. Matanya menatap Carla dengan tatapan siap menerkam.“Ambil itu kembali! Aku tidak membutuhkannya,” bentak Sbastian. Ia sama sekali tak menyangka bahwa Carla tetap berusaha untuk mendamaikan dirinya dan Evelyn.Carla berusaha tetap tenang, ia sadar bahwa amarah Sbastian tidak bisa dihadapi dengan amarahnya. Jika dia ikut tersulut emosi maka keadaan akan semakin buruk dan semua akan berjalan seperti biasanya. Berakhir dengan perdebatan dan adu mulut di antara mereka, tanpa jalan keluar, tanpa solusi.“Itu pakaian yang Evelyn pesankan untukmu. Pakaian pendamping pengantin,” ucap Carla sambil menaha amarahnya.“Aku sudah bilang bukan akau tidak akan datang ke pernikahan itu. Bukankah dia sendiri sudah membebaskanku dari kesep
Hari yang ditunggu pun tiba. Salju sudah hari tak turun di kota London, seolah cuaca ikut berbahagia dengan pernikahan impian Evelyn. Pernikahan itu di adakan di halaman mansion Kakek Tom yang berada di kawasan Kengsinton, London, salah satu kawasan elit yang ada di kota London.Tamu yang diundang tidak terlalu banyak, seperti yang dikatakan oleh Evelyn sebelumnya, hanya orang-orang terdekatnya saja yang hadir di hari bahagianya itu. Meski begitu dekorasi pernikahan Evelyn dan Jack nampak begitu indah dan meriah. Berbagai macam bunga menghiasai altar pernikahan dan juga sepanjang jalan menuju altar.Udara dingin tak berarti apa pun. Semua tamu undangan terlihat bahagia dan tak sabar untuk melihat penganti perempuan yang belum juga menampakkan diri. Jack, si mempelai pria pun terlihat tak sabaran untuk melihat calon istrinya, dia telah berdiri dengan gagah di depan altar, menunggu dengan gelisah kedatangan sang pujaan hati.Setelah
Waktu berlalu tanpa terasa, baik kedua mempelai maupun tamu undangan begitu terhanyut dalam pesta pernikahan siang itu. Mereka menghabiskan waktu dengan menari, menyanyi, bermain, dan bercanda bersama-sama. Meski tak banyak tamu undangan, namun suasananya begitu seru. Suasana kehangatan begitu terasa di tengah cuaca yang semakin dingin.Di luar ruangan salju mulai turun kembali setelah dua hari tak menampakkan diri. Evelyn nampak begitu bahagia di pesta pernikahnnya itu. Dia dan Jack adalah pasangan yang sangat serisi. Jack merupakan seorang arsitek terkemuka di London, pertama kali bertemu dengan Evelyn empat tahun lalu ketika Evelyn merenovasi hotelnya yang berada tak jauh dari Victoria Tower Gardens South. Saat itu Jack adalah arsitek untuk renovasi hotel Evelyn. Dari hubungan dalam bidang pekerjaan, lama ke lamaan mereka pun semakin dekat. Menjadi teman dekat dan akhirnya menjadi sepasang kekasih.Jack terlihat sangat menyayangi Evel
Sbastian berjalan ke dalam mansion dengan mengambil langkah panjang tanpa ragu. Ia menghampiri sang kakak yang sedang mengobrol dengan suami dan beberapa temannya sambil meminum anggur. Carla mengurungkan niatnya untuk keluar mansion, ia kembali menutup pintu utama dan mengekor di belakang Sbastian. Firasatnya tak enak. Ia tidak ingin dokter berhati dingin itu mengacaukan pesta Evelyn.“Evelyn,” panggil Sbastian dengan suara dingin khas miliknya. Saat itu posisi Evelyn dan Jack membelakangi posisi Sbastian, sepasang anak manusia yang baru menikah itu sedang asyik berbincang dengan kawan mereka sehingga tidak menyadari kedatangan Sbastian.Setelah mendengar suara seseorang yang begitu ia kenal memanggil namanya, Evelyn pun dengan cepat menolehkan pandangannya pada sumber suara. Saat itulah dia melihat Sbastian sedang berdiri di belakangnya. Evelyn tak mempercayai penglihatannya, ia dengan spontan membalikkan badannya.“Sbastian? Kau datang?&rdqu
Satu pukulan itu pada akhirnya menjadi awal mula perkelahian yang terjadi antara Sbastian dan Jack. Dokter berhati dingin itu tak tentu saja tidak akan tinggal diam saat kakak iparnya memukul wajahnya yang tampan.Suasana pesta pernikahan yang ceria dan penuh kebahagian itu berubah menjadi arena perkelahian antara kakak dan adik ipar. Para tamu berseru histeris melihat perkalihan itu. Air mata Evelyn semakin mengalir deras. Ia berteriak agar suami dan adiknya itu menghentikan pertengkaran bodoh mereka, tetapi kedua pria perkasa itu telah dikuasai amarah sehingga tidak lagi bisa mengendalikan diri.Carla ikut berteriak pada kedua pria yang sedang bertengkar di hadapannya itu. Gadis bermata abu-abu itu berusaha melerai pertengkaran keduanya, ia juga meneriaki beberapa tamu yang hanya menyaksikkan perkelahian itu untuk berusaha memisahkan keduanya.Beberapa tamu pria akhirnya maju dan berusaha untuk memisahkan Jack dan Sbastian, namun tenaga kedua saudara ipar itu
Sbastian membaringkan Carla di tempat tidur yang ada di ruangan itu. Saat pertama kali masuk ke sana, Sbastian merasa terkejut karen ternyata di mansion mewah sang kakek terdapat ruangan medis yang dilengkapi denagn berbagai peralatan medis. Ia tidak tahu bahwa selama ini sang kakek masih senang mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan medis.Di ruangan itu, Sbastian mulai mengobati Carla. Evelyn duduk di di sofa ruangan bersama sang suami. Ia mengobati luka-luka suaminya itu dengan air mata yang masih mengalir. Ia tak menyangka bahwa pernikahannya yang harusnya menjadi hari bahagia untuknya berubah menjadi tragedi yang menyedihkan. Tidak hanya melukai sang suami tetapi juga melukai sang sahabat.“Aku tidak menyangka kau memiliki alat-alat medis yang cukup lengkap di mansion ini,” ucap Sbastian dengan dingin.“Aku mencintai dunia medis. Ini adalah alat-alat yang aku beli sendiri dengan uangku. Aku menyimpan ini sebenarnya untuk dirimu. Saat
“Berhentilah mencemaskan orang lain, pikirkan dirimu sendiri! Kau pingsan selama hampir satu jam,” ucap Sbastian dengan dingin.Carla menatap sinis pada Sbastian, “Aku seperti ini kan karenamu.”Sbastian mendengus kesal, “Itu salahmu karena mencoba untuk memisahkan perkelahian kau pria,” Sbastian berusaha menutupi rasa bersalahnya.“Aku tidak bisa hanya diam saja saat ada perkelahian yang terjadi di depan matak kepalaku,” ucap Carla sambil mengerucutkan bibirnya.Sbastian tak lagi menanggapi ocehan gadis bermata abu-abu itu. Si pria bermata hijau itu kini duduk di atas tempat tidur yang ditempati oleh Carla, lalu ia menutup kedua telinga gadis itu dengan tangannya, “Apa kau merasakan dengung di telingamu?” tanya Sbastian sambil menatap lamat-lamat mata indah gadis itu. Carla menggelengkan kepalanya pelan sebagai jawaban.Sbastian pun menarik kembali tangannya, “Apa kau merasa mual?&r