Sbastian menatap kosong Kakek dan ibu tirinya. Kisah yang baru didengarnay itu begitu sulit untuk ia pahami. Ia tidak tahu harus bereaksi bagaimana. Semuanya terasa begitu sulit untuk dicerna dalam sekali waktu.
“Berapa lama kalian menyusun cerita bohong ini?” ucap Sbastian dengan suaranya yang terdengar frustasi.
“Aku tahu kau pasti sudah tahu bahwa ini bukan kebohongan. Kau hanya berusaha melindungi kenangan sempurnamu bersama ayahmu ,” Kakek Tom menatap iba pada cucu laki-lakinya.
“Sekarang kau tahu bukan alasan ayahmu selalu mengajakmu pergi ke mansion Whitstable?” Jenifer kali ini yang berbicara.
“Menghabiskan waktu musim panas untuk urusan para pria,” gumam Sbastian diiringi senyum getir.
“Untuk mengenang ibu kandungmu. Dia masih mencintai Anne sampai bertahun-tahun setelah kepergiannya,” ada kesedihan dalam suara Jenifer.
“Kenapa kalian sekarang memilih untuk menceritak
Evelyn mencoba mencari-cari keberadaan sang adik. Ia bertanya pada penjaga yang berjaga di depan pinut utama mansion itu. Si penjaga memberi tahu pada Evelyn bahwa Sbastian pergi menuju ke arah kolam renang yang letaknya bersebelahan dengan ruang tempat Carla sedang dirawat.Udara di sana terasa dingin meskipun kolam renang itu adalah kolam renang dalam ruangan. Angin-angin masuk melalui celah-celah ventilasi udara. Selain itu, tidak ada alat penghangat ruangan di sana.Saat memasuki kawasan kolam renang, Evelyn melihat adiknya sedang duduk di kursi santai yang berada di pinggiran kolam renang itu. Wajah Sbastian terlihat tak karuan. Matanya menatap kosong pemandangan yang ada di depannya.Evelyn menghampiri sang adik dengan perlahan. Udara dingin langsung menyergap tubuh perempuan bermata hijau itu segera setelah dia berada di jalanan pinggir kolam renang.Evelyn duduk di kursi santai yang letaknya tepat berada di sebelah kursi santai yang diduduki oleh
Sbastian berteriak dengan kencang, mengeluarkan semua amarah dan kekecewaannya. Ia merasa telah begitu bodoh karena selama ini terlalu memuja sang ayah. Ia menyalahkan semua masalah dalam keluarganya pada perempuan yang selama ini ia anggap sebagai ibu dan ternyata perempuan itu adalah korban utama dalam prahara keluarga mereka.Evelyn memeluk tubuh sang adik dengan erat, berusaha memberikan dukungan pada pria bermata hijau itu. ia tidak ingin Sbastian menyalahkan dirinya sendiri.“Kenapa kalian semua membiarkanku menjadi orang bodoh selama ini?” teriak Sbastian dengan penuh amarah.“Kami tidak bermaksud buruk Sbastian. Kami melakukan ini karena kami menyayangimu,” ucap Evelyn dengan lembut. Sbastian lalu menyingkirkan tubuh sang kakak yang memeluknya.“Aku terlihat begitu menyedihkan bukan? Apa yang selama ini aku percayai ternyata adalah sebuah kebohongan. Aku membenci seseorang yang seharusnya tidak aku benci. Aku memuja s
Carla menunggu kedatangan Sbastian di ruangan tempatnya beristirahat. Suster Jane telah menceritakan pada gadis bermata abu-abu itu tentang apa yang sebenarnya terjadi pada keluarga Sbastian. Suster itu juga mengatakan betapa marahnya Sbastian ketika mengetahui kebenarannya. Dokter berhati dingin itu menyalahkan semua orang dan tidak bisa menerima hal yang sebenarnya terjadi.Mendengar cerita dari Suster Jane, Carla menjadi khawatir. Ia memikirkan tentang keadaan Sbastian. Ia tidak ingin Sbastian merasa dikhianati oleh semua orang. Meski dokter bermata hijau itu selalu bersikap kasar dan dingin padanya, namun Carla tahu di balik semua sikap buruk itu ada jiwa yang rapuh. Sikap keras hati yang Sbastian tunjukkan selama ini hanya ia gunakan sebagai tembok untuk menutupi betapa rapuh hatinya.Carla tidak bisa melanjutkan istirahatnya. Pikiran tentang Sbastian membayang-bayangi otaknya. Dia tidak bisa hanya berbaring di atas tempat tidur. Ia harus melihat keadaan dokter it
Dua minggu berlalu sejak semua rahasia masa lalu keluarga Sbastian akhirnya terbongkar dan pria bermata hijau itu kini sedikit demi sedikit mulai dapat mengubah sikapnya pada sang kakak dan kakek. Sbastian mulai membiasakan diri untuk lebih sering menghabiskan waktu bersama dengan mereka. Beberapa kali dalam seminggu mereka akan makan malam bersama. Tidak ada hal khusus yang dibicarakan hanya ingin menambah ke akraban diri.Pada makan malam-makan malam yang mereka jalani, biasanya Sbastian lebih banyak menjadi pendengar daripada pencerita. Kakak dan kakeknya yang lebih aktif dalam menceritakan hari-hari mereka. Sbastian hanya sesekali menceritakan tentang kehidupan pribadinya. Kegiatannya tidak jauh-jauh dari mengurus pasien dan pekerjaan rumah sakit lainnya.Tuan Tom sering mengeluh karena harus menghabiskan waktunya untuk bolak-balik ke rumah sakit tiga kali dalam satu minggu. Evelyn menceritakan betapa dirinya menikmati peran baru sebagai seorang istri. Dia juga men
“Sudah cukup lama aku tidak melihatnya. Terakhir kali kami bertemu waktu pesta pernikahanku,” ucap Evelyn setelah berusaha menggali ingatannya.“Kakek terakhiar kali bertemu dengannya sekitar satu minggu lalu saat pemeriksaan rutin,” ucap Tuan Tom setelah itu.Sbastian terdiam. Wajahnya terlihat bingung. Evelyn memberikan tatapan curiganya, “Ada apa sebenarnya Sbastian? Kenapa kau jadi penasaran dengan Carla? Jangan-jangan kau mulai tertarik ya dengannya?” ledek Evelyn.Sbastian mendengus kesal. Ia memberikan tatapan tajamnya pada sang kakak, “Jangan bicara sembarangan!” ucap Sbastian dengan nada dingin.“Kalau begitu kenapa kau menanyakan hal itu?” Evelyn terlihat sangat penasaran.“Aku terakhir kali bertemu dengannya juga satu minggu lalu. Tiba-tiba saja dia menghilang. Tidak pernah lagi datang ke kantorku,” ucap Sbastian sambil menatap gelas berisi anggur yang ada di hadapan
Sbastian tidak dapat menunggu hingga esok hari. Dia sudah merasa sangat penasaran dengan keberadaan Carla. Pemuda bermata hijau itu sendiri bingung kenapa dirinya tiba-tiba mencemaskan Carla dan ingin tahu keberadaan gadis penjual bunga itu padahal selama ini dirinya selalu mengusir Carla jika gadis itu mengganggunya.Tidak dapat dipungkiri oleh Sbastian, sejak Carla tiba-tiba menghilang, hidupnya terasa sepi. Tidak ada lagi yang menyambutnya dengan ocehan tidak penting di pagi hari. Tidak ada lagi yang tiba-tiba datang membawakan makanan untuknya. Kehadiran Carla dalam hidup Sbastian beberapa bulan terakhir ini memang telah meramaikan dunia pria itu yang sebelumnya sepi.Sbastian memarkir mobilnya tepat di depan toko bunga milik Carla. Saat Sbastian tiba, toko itu ternyata masih menyala. Buru-buru dokter muda itu pun masuk ke dalam toko. Ia memanggil-manggil nama Carla, namun sayangnya gadis yang dipanggil itu tidak juga menampakkan diri.Seorang pegawai peremp
Suster Jane kini duduk di dalam mobil Sbastian dalam diam sambil menatap jalanan London yang terlihat sepi malam itu. Udara terasa dingin meski salju sedang tidak turun. Sbastian melajukan mobilnya berputar-putar tak tentu arah. Dia sendiri tidak tahu tujuan sebenarnya akan ke mana. Dia hanya ingin menjadikan Suster Jane sebagai tawanannya agar suster itu mengatakan keberadaan Carla.“Besok pagi saya ada jadwal jaga. Jika saya terlambat ini semua salah Dokter,” ucap Ssuter Jane dengan nada dingin.Sbastian tak peduli dengan hal itu yang ia pedulikan saat ini adalah mengetahui tentang keberadaan dan keadaan Carla, “Jika kau ingin aku mengantarmu pulang, cepat katakan di mana Carl!” ucap Sbastian dengan tegas.Suster Jane menghela nafas berat, ia menatap Sbastian dengan tatapan kesal, “Aku tidak tahu,” ucap Suster Jane singkat.Sbastian mengalihkan pandangannya dari jalanan di depannya, kini dia menatap wajah suster itu,
Sbastian melajukan mobilnya di atas kecepatan rata-rata. Wajahnya terlihat gusar. Suster Jane yang duduk di kursi penumpang samping Sbastian menatap ngeri jalanan. Dokter muda itu menyetir mobilnya seperti orang yang kesetanan. Suster berusia hampir setengah abad itu berusaha untuk menyadarkan Sbastian dan meminta dokter bermata hijau itu untuk menurunkan laju mobilnya, namun Sbastian nampaknya tidak memedulikan hal itu.Dokter tampan itu sudah tidak sabar lagi untuk tiba di tempat gadis yang dicari-carinya selama beberapa hari belakangan ini. Setelah mengetahui hal yang sebenarnya dari Suster Jane berbagai perasaan yang tak dimengerti oleh Sbastian berkecamuk di dalam hatinya. Rasa khawatir, marah, kesal, sedih, dan kecewa beradu menjadi satu. Membuat dirinya merasa berada pada dunia yang sunyi.Mobil mewah Sbastian di parkir sembarang di depan pintu masuk utama Rumah Sakit St Thomas’. Pria itu tidak memedulikan teriakan satpam yang memintanya untuk memindahkan