Saat Vanilla mengambil cutter itu, akhirnya ia juga membawa sebuah laptop untuk berjaga-jaga. Ia juga ingin memilih tempat yang aman untuk bunuh diri. Ia tidak ingin ditemukan di dalam kamarnya.
Vanilla pergi ke rumah keluarganya yang dulu. Setelah sekian lama, akhirnya ia pulang. Kira-kira sudah dua tahun ia meninggalkan rumah ini.
Dulu, rumah ini terasa seperti istana yang menahannya untuk keluar. Rumah ini seperti penjara, namun sangat nyaman. Sangat sedih melihat terdapat tulisan papan dan selotip yang bertulis ‘disita’ di beberapa bagian rumah.
Rupanya rumah ini ikut ditangguhkan untuk membayar utang perusahaan orang tuanya itu.
Rumah ini belum ada yang menempati lagi. Sepertinya, rumah ini akan terbengkalai sebagai aset perusahaan yang dihutanginya itu. Vanilla pun nekat masuk ke dalam dan cukup terkejut mengetahui pintu rumah ini sama sekali tidak terkunci.
Ia mendapati potongan kayu yang seperti dicongkel dengan besi. Sepertinya
Kebiasaan buruk setiap malam Avery adalah diam-diam melihat aktivitas Sovann di media sosialnya. Ia ingin pria itu menyesal setelah dirinya pergi jauh. Naasnya, tampak tidak banyak pengaruh kepergiannya terhadap kehidupan Sovann.Memang sudah saatnya ia berhenti memikirkannya. Avery pun hendak memblokir kontak Sovann guna menghentikan ketergantungannya setiap malam. Ia hanya tersiksa seorang diri hanya karena merindukan pria itu.Jam masih pukul 3 pagi. Avery masih belum bisa tidur sedari tadi. Ini memang tak sengaja melakukannya setiap hari. Insomnia susah dihilangkannya sejak ia pindah. Ia terus memikirkan bagaimana kabar Sovann yang selalu hadir di pikirannya.Namun di sisi lain, Avery tidak menyesal pindah ke kota ini. Jika ia tidak keluar dari zona nyamannya, mungkin hidupnya akan seperti itu-itu saja. Ia akan menjadi orang biasa di antara teman-temannya yang pintar itu.Kecantikannya juga tertutup oleh teman-temannya yang cantik itu. Ia setidaknya m
Saat Avery bangkit dari tempat duduknya, tiba-tiba tangannya ditarik ke luar ruangan oleh Sovann. Ia sangat terkejut, mengingat obsesinya yang meluap baru-baru ini terhadap pria itu. Avery masih coba menstabilkan raut mukanya di hadapan pria itu.Secara tak terduga, Sovann mengeluarkan tempat cincin berwarna merah dari saku seragamnya. Sovann membuka kotak cincin itu, lalu ia pun menunjukkan cincin itu ke depan Avery.“Kalau seperti ini, kau tidak akan pergi lagi ‘kan?” tanya Sovann dengan nada hati-hati.Avery tak menyangka. Pria yang dulunya sering menjahilinya tersebut kini melamarnya. Namun, Avery tidak lupa alasan mengapa ia pergi ke tempat ini. Ia ingin menyelamatkan sahabatnya terlebih dahulu.Tangan Avery menutup kotak cincin itu. Perlakuan tersebut sempat membuat Sovann kaget. Avery pun menjelaskan alasan ia belum bisa menerima cincin pemberian Sovann tersebut.“Aku ingin Vanilla selamat terlebih dahulu. Jika ia dit
Avery membuka pintu depan rumah itu. Ia melihat selotip dan papan tulisan ‘disita’ di sekitar pintunya. Sierra di belakang membawa senter besar untuk menerangkan penglihatan mereka. Mereka masuk dengan perlahan. Mereka berdua tidak menyangka Vanilla berada di rumah ini. Mereka langsung dihadapkan dengan ruang tamu yang kosong. Mereka berdua menelusuri ruang-ruang sekitar untuk mencari Vanilla. Mereka tidak melihat Vanilla di ruangan mana pun. Mereka berdua mengerti bahwa mereka harus mencari dimana Vanilla sedang bersembunyi. Avery dan Sierra langsung tertuju pada sebuah kamar di lantai atas. Pasti itu adalah kamar Vanilla. Mereka membuka pintu yang tidak terkunci itu. Mereka melihat banyak boneka yang sudah berdebu. Interior kamar girly juga menunjukkan bahwa ini benar Vanilla. Di sana ada sesuatu yang janggal. Terdapat sebuah kursi yang terletak di atas sebuah meja. Diatasnya terdapat lubang kotak yang bisa digapai untuk masuk. Avery dan Sie
Vanilla Kim. Seorang siswa dari sekolah semi-elit bernama SMA Hamyulyang di Korea Selatan. Secara perawakan, ia memiliki tinggi badan cukup pendek dengan badan sedikit berisi. Dengan rambut sebahu yang ditambah poni depan, membuat para sahabatnya setuju bahwa ia memiliki perawakan seperti anak-anak yang manis. Ia merupakan anak tunggal dari keluarga yang cukup mapan karena ayah ibunya berbisnis di bidang furniture. Dibesarkan dengan orang tua yang super overprotektif, membuat Vanilla tumbuh menjadi gadis pintar, namun cukup takut untuk melakukan hal yang baru dalam hidupnya. *** Vanilla pergi ke sekolah seperti biasa. Setiap harinya, ia berangkat dan pulang menggunakan bus karena rumah dan sekolah memiliki jarak yang jauh. Orang tuanya yang overprotektif itu lagi-lagi menjadi alasan mengapa ia tidak bisa menggunakan kendaraan pribadi. Setelah ia naik ke
Senin dini hari, Vanilla terus mengintip kamar depannya melalui jendela bertirai. Ia mengecek berulang kali untuk memastikan apakah Ravi sudah pulang atau belum. Ia menjadi sangat merindukannya. Hubungan spesial yang ia jalani selama dua bulan setengah ini, memang berhasil mengenalkan arti sebuah cinta dari seorang lelaki selain ayahnya. Melalui ponselnya, ia pun memberi pesan kepada Ravi dengan menanyakan kapan ia akan pulang. Tak lama, Ravi pun membalas bahwa ia memang akan pulang hari ini. Ia berkata bahwa ia akan segera berangkat ke sekolah hari ini meski telat. Ravi pun berpesan padanya untuk langsung berangkat tanpa memperdulikannya. Sebenarnya, Vanilla heran mengapa Ravi tidak pulang pada hari Minggu agar ia tidak telat pada hari Senin. Namun, hal tersebut bukanlah urusannya untuk mengetahui masalah apa yang Ravi urus di Busan. ***
Waktu telah menunjukkan pukul 10.30 malam. Perasaan Ravi mendadak tidak enak saat melihat jam. Rasanya ada hal penting yang ia lupakan. Ravi segera mengecek ponselnya. Tidak ada satupun pesan chat baru. Ia pun tertegun melihat aplikasi chat yang berada di ponselnya tersebut. Nama yang disematkannya di paling atas bertengger 'Vanilla Kim'. Ia jadi memikirkan cara Vanilla pulang dari kafe. Ia menerka-nerka apakah Vanilla sudah berada di rumahnya atau belum. Ia memberanikan diri untuk mengirimkan pesan meski ia kini hanya sebatas teman. *** Jam kini menunjukkan waktu 12 malam. Hingga saat ini, Vanilla belum membalas pesannya. Aplikasi tersebut juga hanya menampilkan centang satu. Hal tersebut berarti pesan itu belum sampai ke sang pemilik. Ravi pun bingung apakah Vanilla mematikan ponselnya atau memblokir dirinya. Namun, yang semakin tida
Pameran tersebut diselenggarakan oleh panitia acara biasa. Untuk memastikan pemikirannya, Vanilla mencoba untuk menghampiri salah satu penggemar. "Apa ini fan meeting pertama kali penulis Han?" tanyanya. Penggemar tersebut pun menjawab, "Benar. Awalnya Aithne Han tidak pernah menunjukkan sedikitpun tentang informasi pribadinya. Namun, kali ini ia memulai untuk coba lebih terbuka demi penggemarnya." Mendengar hal tersebut, Vanilla takut akan ada hal buruk yang akan menimpa penulis tersebut. Namun, tak adakah orang selain dirinya yang mendengar rencana jahat di ruangan tadi? Vanilla benar-benar tidak ingin hal yang baru saja ia pikirkan itu terjadi. Dari kejauhan, Vanilla melihat kembali ruangan tempat para pria serba hitam tersebut. Nampaknya mereka semua sudah pergi. "Anda mencari seseorang, Nona?" Vanilla pun membalikan badan dan menengadah ke arah pertanyaan.
Vanilla menangis mendengar pernyataan pria itu. Tak terbayangkan, jika tubuh yang selalu ia jaga malah dikotori oleh pria tersebut di sini. Pria itu pun mendekatkan wajahnya sambil berbisik, "Aku akan mempermudah urusan kau dengan kasus itu. Intinya, jangan beritahu siapapun siapa pelaku dari pembunuhan itu, atau aku bisa dengan mudah memperkosamu disini." Pria itu pun langsung melepaskan tangannya untuk memberi kesempatan Vanilla untuk berbicara. Dengan mata yang telah bercucuran air mata, ia mencoba bertanya kepada pria itu. "Tapi... bukankah awalnya kalian akan menyekapnya...? Bukan menembaknya dengan senapan...." tutur Vanilla. Sebenarnya banyak sekali pertanyaan yang ingin ia lontarkan. Ia jelas tidak bisa kabur. Vanilla sudah terjerat dengan tragedi pembunuhan ini. "Hahaha, kau masih belum mengerti?! Kaulah penyebabnya!! Penulis itu meninggal lebih awal karena kau... Pembunuhan