Vanilla hanya berusaha berdiri tanpa pedulikan tawaran pria itu. Ia pun langsung berjalan tanpa meninggalkan sepatah kata apapun. Pria yang dilaluinya itu cukup terkejut dengan apa yang dilakukannya.
“Hmm, menarik,” ucap pria itu.
***
Jujur, berjalan menggunakan kruk sangat menyulitkan. Vanilla berkali-kali terjatuh karena ia harus menopang tubuhnya. Ia sungguh tidak kuat. Ia pun akhirnya memberanikan diri untuk hubungi orang tuanya.
Orang tuanya buru-buru pergi ke rumah susun itu. Mendengar panggilan Vanilla, mereka langsung meninggalkan pekerjaannya. Mereka sangat panik mengingat anak satu-satunya sedang terluka. Setelah sampai, mereka pun segera memberangkatkan Vanilla ke dokter spesialis.
“Luka ini akan cepat sembuh, jika imun tubuh anak ini bagus,” ucap dokter ahli itu. Ucapan itu baru membuat orang tua Vanilla lega.
“Kami mempercayakan semuanya kepadamu, Dok,” ucap ibu Van
Saat ini, Vanilla masih terduduk diam. Ia menenggelamkan kepalanya untuk memeluk tubuhnya sendiri. Hidup yang ia jalani, kini benar-benar hanya sendirian.Vanilla tidak mengerti. Mengapa hidup ini selalu tidak berada di pihaknya? Mengapa hidupnya menjadi hancur seperti ini? Apakah ia melakukan suatu kesalahan?***Vanilla melihat foto kedua orang tuanya. Ia kini berusaha untuk tetap berpikir jernih. Syukurnya, hutang-hutang itu lunas setelah aset perusahaan berhasil dijual. Namun, perusahaan orang tuanya semua hancur.Semua karyawan mengundurkan diri. Mereka memilih untuk pergi, demi mencari pekerjaan yang lebih menjamin. Mereka melakukan lakukan itu tentu saja demi kelangsungan hidup mereka. Mendengar kabar itu, Vanilla berusaha untuk tidak memikirkannya.“Ayah, Ibu… Aku akan bertahan demi kalian...”Arpina pun datang memeluk Vanilla. Tamu-tamu yang hadir tampak sungkan. Mereka merasa tidak ena
Di ruang guru, ibu Lim mati-matian menuduh Vanilla. Ibu Lim mengaku banyak hal yang harus ia kerjakan dan berharap kasus ini cepat selesai. Ia yakin bahwa siswa yang membuat citra sekolah turun ini adalah pelakunya.“Cepat mengaku saja, Vanilla Kim. Berhenti membuat berita yang aneh tentang sekolah ini!” tuturnya sambil memukul-mukul meja dengan penggaris.“Aku tidak melakukannya, Ssaem,” ucap Vanilla. Ia cukup sedih mengetahui sekolahnya terkena imbas atas kasus kematian orang tuanya. Kejadian tersebut menimbulkan hoaks dengan tidak terkendali.Televisi nasional ada yang memberitakan kedua pendiri itu melakukan korupsi dan bunuh diri untuk menutup jejak. Sejumlah oknum memanfaatkan itu dengan mengaku kehilangan uang atas proyek yang sedang dijalankan.Valerie melihat Vanilla tidak tega. Ia juga tidak mengetahui kejadian apa yang sesungguhnya menimpa Vanilla. Namun, untuk merelakan uang OSIS untuknya tentu memberatkan dirinya juga.
Vanilla akhirnya membuka matanya. Ia merasakan segar pada bagian matanya, namun sangat lemas pada bagian tubuhnya. Dengan melihat sekitar, ia sangat menyadari bahwa ini rumah sakit.Lengannya yang diberi infus menjadi bukti kuat bahwa ia jatuh pingsan dan dikirim ke rumah sakit. Vanilla kebingungan saat membaca kertas yang menempel pada infusnya. Di sana tertuliskan bahwa infus ini telah diberikan tiga hari lalu.Apa ia tertidur selama tiga hari? Benar-benar tiga hari penuh? Vanilla hanya bisa membeku. Ia tidak ada energi untuk memencak-mencak dan hanya bisa meratapi dalam diam.Ia melihat sekitar satu kali lagi. Ia menemukan ponselnya di sana. Tangan yang penuh infus itu berusaha untuk menggapai. Ponselnya pun tidak bisa dihidupkan mengingat ponsel itu sepertinya kehabisan baterai. Ia lagi-lagi hanya bisa menghela napas.Melihat meja di sebelah kanan, Vanilla baru menyadari terdapat kalender digital. Awalnya ia tidak percaya karena kalender itu menunjukk
Vanilla hanya memiliki satu tujuan. Hal itu adalah membayar uang semesteran sekolahnya. Semuanya ia mulai dari nol. Cukup berbeda, kali ini bukan kerja sambilan yang ia lakukan. Dengan menyewakan kamar kosnya, kini ia akan mendapatkan uang.Vanilla meminta izin untuk berhenti dari tempat kerjanya. Ini dilakukannya karena takut pria berbaju hitam itu berkunjung lagi. Tak hanya itu, tubuhnya juga meronta-ronta untuk diistirahatkan.Di hari ketiga ini, pria yang menyewa kamarnya tersebut masih mengirimkan uang ke ATMnya. Vanilla pun cukup tenang karena masih ada pemasukan ke rekeningnya. Ia tidak menghitung berapa uang yang akan terkumpul dengan menyewakan kos.Mungkin saja pria itu berhenti menyewa. Ia akan kembali mempromosikan kamarnya ke banyak grup, untuk mendapatkan orang yang ingin menyewa. Sejauh ini hanya itulah yang bisa Vanilla perbuat.Tidurnya di minimarket pun ternyata tak menimbulkan masalah. Pekerja di sana sama sekali tidak menegurnya. Mungk
Seperjalanan pulang, wajah Vanilla terus terngiang-ngiang di otaknya. Wajah itu menunjukkan muka sedih. Wajah yang semakin tirus itu terlihat menyembunyikan rahasia yang besar. Bagaimana kabarmu, Vanilla? Apa kau baik-baik saja sekarang? ucap Ravi dalam hati yang terus mencemaskannya.Ketidakhadiran Vanilla di sekolah pun masih menjadi misteri. Benarkah ia membolos demi menghindar dari perkataan-perkataan jahat itu? Mengapa kini kau sering bolos sekolah? Pertanyaan demi pertanyaan terus berputar-putar di otaknya.Ini tidak bisa dibiarkan. Tunggu. Ia keluar untuk membelikan Cerise buah persik. Ia akan segera memberikannya, lalu ia akan segera ke rumah susun itu demi bertemu Vanilla.Ravi pun langsung mempercepat gerak langkahnya. Benaknya hanya memikirkan Vanilla, Vanilla, dan Vanilla. Mungkin Cerise akan marah, jika ia mengetahui ini. Untuk kali ini saja, Ravi akan kembali bertemu dengan Vanilla. Ia berjanji ini terakhir kalinya ia bertemu, dem
Vanilla menelan obat maag kesekian kalinya. Sakit lambung yang ia rasakan pun reda kembali. Vanilla menatap obat itu. Sungguh luar biasa khasiat obat ini, gumamnya.Sepanjang hari, ia hanya memakan makanan kafetaria di sekolah. Jika perutnya sakit, ia akan meminum obat itu. Pada hari sabtu-minggu pun ia terkadang tidak makan sama sekali. Hal ini demi membayar uang sekolahnya.Setelah ia membersihkan diri di kamar mandi kolam renang, ia menuju loker untuk menyimpan peralatan mandi itu. Seluruh mata tertuju padanya. Vanilla pun mencoba untuk tidak peduli.Hanya 1,5 tahun lagi untuk lulus. Biarkan saja mereka, gumamnya memantapkan diri. Ia pun berjalan menuju kelas tanpa memperdulikan siapapun.Setelah jam istirahat berbunyi, ia merasa semua mata tertuju padanya. Mereka hanya diam dan menatapnya. Jika Vanilla menatapnya balik, mereka langsung mengalihkan pandangannya. Sungguh aneh.Akhirnya jam makan siang ia tunggu-tunggu. Dirinya s
Ravi yang melihat ke jendela, melihat Vanilla mengejar pria sambil memegang baju pria tersebut. Meski jam pelajaran sedang berlangsung, ia pun langsung izin pergi ke toilet untuk mengetahui apa yang sedang terjadi.Mereka jalan dengan cukup cepat dengan Vanilla yang terlihat terus memegang pria itu. Setelah Ravi berlari untuk mendekat, ia baru menyadari bahwa Vanilla sedang memegang jaket pemberiannya dan sedang dipakai oleh pria bernama Reivant itu.Ravi berlari untuk menyusul mereka berdua. Vanilla terlihat menarik jaket itu dengan paksa hingga jahitan pada jaket itu tertarik hingga longgar. Vanilla terlihat sangat marah pada Reivant karena memakai jaket itu.Reivant dan Vanilla terkejut dengan suara sobekan dan juga terkejut karena ada seseorang di belakang mereka. Reivant yang menyadari itu hanya tersenyum meremehkan pada Ravi yang terkenal karena prestasi, sekaligus mantan dari gadis bernama Vanilla tersebut.“Berikan jaket itu padanya,”
Ravi membawa Vanilla ke ruangan UKS. Ia membantu Vanilla dengan membersihkan lukanya dan memakaikan sebuah plester. Vanilla hanya terus terdiam. Ia tampak menyembunyikan sejuta rahasia darinya.“Tinggalkan aku sendiri.”Itu yang terucap setelah dirinya dengan lama diam. Ravi sungguh sangat bingung atas kemauan Vanilla. Dirinya pun hanya bisa menuruti keinginannya.“Baiklah... Jaga dirimu baik-baik,” ucap Ravi. Ia dengan berat hati meninggalkan ruangan UKS.Baru maju beberapa langkah, ia melihat Cerise yang juga tengah menatapnya. Ia lagi-lagi menatapnya dengan tatapan tak percaya. Cerise langsung lari meninggalkan Ravi setelah melihatnya berdua bersama Vanilla.Ravi sangat bingung atas apa yang ia perbuat. Ia hanya bisa memilih satu. Pilihan tersebut membuat Ravi benar-benar gila. Ia pun mencoba untuk menyusul ke mana Cerise pergi.Dalam pikirannya, ia masih bingung atas kebenaran rumor Vanilla yang beredar. Ia ingin