Share

Riana's Diary 3

Sepuluh tahun lalu di halaman belakang kediaman Ellon, distrik utara kota Golden Valley.

Seorang anak perempuan sibuk menghias sebuah kursi taman, dengan tangan kecilnya  ia memasang bunga-bunga mawar pada sela-sela kursi itu yang baru saja ia petik.Ia juga mengaitkan beberapa sulur di kursi itu untuk menambah kesan alamiahnya.

“Nona Riana, jika nona memetik mawar sebanyak ini bisa-bisa nyonya dan tuan marah ketika melihatnya.” keluh seorang wanita paruh baya yang menemani Riana.Ia ditugaskan oleh Freddy Ellon, kepala keluarga Ellon saat itu  untuk menemani Riana bermain di taman belakang.

Riana tak merespon ocehan yang diterimanya, sementara wanita yang menemaninya itu hanya pasrah duduk di kursi lain saat ocehannya tidak digubris.

“Tidak usah khawatir, nona Riana sudah di izinkan mengambil bunga-bunga itu,” bisik seorang pria yang baru saja datang, menghampiri wanita itu.

Pria tersebut tersebut membawa lebih banyak lagi bunga mawar dalam keranjang,dan  menyerahkan itu pada Riana.Dengan lebih banyak  bunga mawar, ia juga membuat beberapa mahkota bunga.

Riana mengenakan salah satu mahkota bunga itu, tersenyum puas melihat hasil karyanya.Dari sudut pandang Wanita dan Pria itu, kursi taman yang tadinya putih polos itu, seakan telah di tumbuhi oleh tanaman liar yang datang darimana.Namun, melihat semangat anak itu mereka hanya bisa tersenyum.Dari sanalah pula, mereka mengetahui bentuk ketulusannya.

“Bibi Lin, paman Sem, ayo kita temui ibu di dalam,” ajak Riana pada dua orang yang menemaninya sedari tadi.

“Maaf, nona, saya masih harus menyiapkan tanaman bonsai yang nona pesan kemarin.” tolak pria itu.

“Bagaimana dengan Lin saja,” ia menyikut wanita yang berada di sampingnya.

“Mari nona, kita masuk ke dalam,” ajak Lin.

Mereka berdua masuk kembali ke dalam kediaman itu.Mereka melangkah menuju ruang depan, menanti kedantangan ibu Riana, Sarah Ellon.

Tak butuh waktu lama, ibu Riana akhirnya muncul.Dengan membawa tas besar yang ia sandang di bahunya.

“Lin tolong beritahu Gunther untuk menyiapkan mobil, saya akan berangkat sebentar lagi.” Perintah ibu Riana dengan suara parau.Mata wanita itu juga kelihatan sayu dan wajahnya sedikit pucat, tampaknya ia tidak bisa tidur semalaman.

“Ta-tapi nyonya … nona Riana ….“ bibi Lin menatap wajah kecewa Riana setelah mendengar ibunya yang akan  pergi.

“Lin, apa perintah saya tadi kurang jelas?” Kata ibu Riana setengah membentak.

“Ba-baik nyonya akan segera saya sampaikan.” Lin memegang erat tangan kecil Riana sambil tersenyum kepadanya, bagi Riana itu adalah kode untuknya berjuang sendiri kali ini.Setelah Lin pergi meninggalkan mereka berdua, Riana berusaha untuk menghentikan ibunya.

“Bisakah ibu untuk sehari ini saja tidak pergi.Aku punya sesuatu untuk ibu di taman, jadi tolonglah untuk satu hari ini saja,” kata Riana sambil menarik-narik tangan ibunya, memohon dengan wajah memelas. Jika orang biasa melihat wajahnya itu, mungkin mereka akan memberikan apa saja yang dimintanya.Namun tidak dengan ibunya, ia justru memalingkan wajahnya, acuh terhadap permohonan Riana.

“Ibu, jika ibu mau datang hari ini, aku janji tidak akan nakal lagi.Aku akan jadi anak yang baik, jadi tolonglah tetap tinggal untuk hari ini.” Riana kembali memohon, kali ini bahkan ia hampir menangis.Namun, ibunya tak gentar dengan bujuk rayunya dan terus memalingkan wajahnya.

Beberapa saat kemudian, Lin kembali dan mengabarkan bahwa kendaraan telah siap digunakan.Riana melepaskan pegangannya, pasrah pada kegagalannya.

Lin menemani ibu Riana menuju pintu keluar.Dengan membelakangi Riana dan tak terlihat olehnya, Lin mengeluarkan sesuatu dari sakunya.

“Nyonya, silahkan ambil ini,” Lin menawarkan sapu tangan pada ibu Riana

“Terima kasih, Lin.” ibu Riana menerima sapu tangan itu, mengusap matanya yang sembab dan berair.

 “Aku tahu, aku bukan ibu yang baik.Jadi, tolong jaga anak itu,” bisik ibu Riana pada Lin, sebelum akhirnya ia benar-benar menghilang dari muka pintu meninggalkan Riana di belakangnya.

Lin kemudian berusaha menenangkan Riana yang sangat terpukul akan kekalahannya, mengatakan bahwa ibunya sangat meyanyanginya.Ia memeluk erat tubuh mungil Riana, sementara Riana melanjutkan tangisnya di pundak wanita itu.

Lin mengetahui bahwa ibu Riana adalah sosok yang sangat meyanyangi anak-anaknya.Dia juga yang terus meyakinkan Riana betapa ibunya sangat meyanyanginya.

“Nona, mari kita kembali ke taman.Sepertinya dia sudah lama menunggu.”

“Dia?” tanya Riana, sementara Lin hanya membalasnya dengan senyuman.

Setibanya mereka kembali ke taman,Riana melihat di kedua sisi kursi tamannya telah berdiri dua bonsai yang di atur sedemikian rupa sangat indah.Di tambah lagi meja kaca yang menampung teh dan berbagai kue di depan kursi itu.Ia juga melihat seorang anak laki-laki duduk santai di sana menikmati tehnya sambil memandang ke arah taman mawar.Anak laki-laki itu kemudian menyadari mereka, mengarahkan pandangannya kepada Riana.

“Hei, Riana cepatlah kemari dan habiskan semua ini bersamaku,” seru anak laki-laki itu pada Riana.Dia adalaha putra tertua, Frans, kakak laki-laki Riana.Selisih umur mereka sekitar lima tahun.

Riana berjalan mendekat, lalu duduk di kursi taman itu, bersebelahan dengan anak laki-laki tersebut.Anak laki-laki itu mengelus  kepala Riana, menatap lembut anak perempuan yang bersedih itu. 

“Kamu tidak perlu bersedih begitu, Rin lebih membutuhkan ibu ketimbang kita,” kata Frans.

“Tapi kak Frans, hari ini kan hari ulang tahun ibu.Aku hanya ingin memberikan ibu sedikit kejutan.” Riana mengepalkan tangannya, menampung segala kekesalannya.Air mata kembali membasahi wajahnya, yang sudah di bersihkan oleh Lin tadi. ”Tidakkah Rin berbuat curang pada kita, dia mengambil semua waktu ibu.Dia telah merengut ibu dari ki—“

“RIANA!” Bentak Frans pada Riana, yang seketika itu juga membuat tangisnya makin menjadi-jadi.Melihat itu dengan cepat Frans memeluk Riana, sembari meminta maaf padanya.

“Maafkan aku Riana, aku tak bermaksud membentakmu.Tapi, ketahuilah ibu sangat meyanyagi kita dan selalu mengingat kita.Mungkin saat ini adalah masa-masa sulit baginya, mengingat putri bungsunya yang terbaring lemah di rumah sakit.” Frans melepaskan pelukannya,ia menatap Riana dengan penuh perhatian.

“Riana, Rin lebih membutuhkan ibu dan saat ini ia sedang berusaha untuk memberikan semua yang ia bisa.Namun, bukan berarti ibu melupakan kita.” Frans menasehati Riana sambil menghapus air mata dari wajah manis Riana dengan jemarinya.

“Baik kak Frans, aku mengerti,” balas Riana lirih.

“Baguslah kalau begitu … baiklah sekarang masuk ke acara utamanya.” Frans menarik nafas singkat

 “Selamat ulang tahun Riana,”  ucap Frans sambil tersenyum, dan menyerahkan bingkisan yang ia sembunyikan di balik kursi itu.

Riana meraih pemberian kakaknya itu, memeganngya erat. “Te-terima kasih kak”

“Cerialah, mungkin ibu sedang tidak bersama kita dan tidak dapat merayakan ulang tahunnya.Namun, disini kita punya sosok yang mirip dengannya dan berulang tahun di hari yang sama pula bukan?”

Frans mengedipkan sebelah matanya pada Riana.Saat itu juga Riana tertawa kecil, sedikit melupakan masalahnya.

“Ngomong-ngomong Riana, gambar yang kamu buat sebagai kartu ucapan untuk ibu, benar-benar parah sekali,” Frans mencoba mengubah suasana

“gambar?” Riana berpikir sejenak “ Kakak, melihatnya ya?”

“Tentu saja, aku juga sudah meletakkannya pada tempat yang semestinya,” ujar Frans.

“Meletakkan pada tempat yang semestinya?” Riana berpikir sejenak, “Kakak membuangnya ya?  Tega sekali!” Riana segera berlari menuju kamarnya, berharap gambar yang telah ia persiapkan itu baik-baik saja.

“Tu-tuan muda, apa tuan benar-benar membungannya,”  tanya Lin pada Frans.

“Apa perangaiku seburuk itu ?” Frans berdiri, menggaruk belakang kepalanya. “Seperti yang aku bilang, aku meletakkannya pada tempat yang semestinya,” ucap Frans sambil berkacak pinggang.

“Oh, begitu ya, syukurlah,” balas Lin yang telah mengerti dengan maksud ucapan Frans.

Sementara itu di waktu yang sama, di dalam mobil pribadi keluarga Ellon yang hendak menuju rumah sakit, ibu Riana tampak tersenyum memandangi selembar kertas yang ia temukan terselip dalam tas besarnya.

Selamat ulang tahun ibu, semoga panjang umur dan sehat selalu, begitulah yang tertulis di sana dengan pilihan warna dan rupa gambar yang berantakan.Namun, baginya itu adalah harta karun yang berharga dan harus ia rawat dengan baik.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status