Share

Riana's Diary 6

Kaget mendengar panggilan ayahnya, Riana berjalan perlahan mendekat. Ia berdiri diam di hadapan ayahnya, terdiam tak tahu harus bicara apa.

“Duduklah!” pinta ayahnya pada Riana.

“Ba-baik, Ayah.”

Riana menurut dan duduk di kursi dihadapan ayahnya.Mereka dipisahkan oleh sebuah meja kecil yang terbuat dari kaca dengan cangkir-cangkir sisa dari tamu tadi.

Tuan Freddy menghela nafas, bingung bagaimana cara menjelaskan situasi saat ini pada putrinya. Kemungkinan Riana sudah mendengar sebagian besar percakapannya dengan tuan Finch.

“Jadi sebanyak apa yang sudah Riana dengar?” tanya tuan Freddy pada putrinya dengan nada lembut agar Riana tidak merasa terintimidasi.

“Maafkan Riana ayah, aku tidak sengaja mendengar percakapan ayah.Tadinya aku hanya ingin memeriksa sumber suara keras yang kudengar saat di kamar tadi.Aku khawatir sesuatu yang buruk terjadi pada ayah,” kata Riana.

“Ya tidak masalah,berarti tadi kamu mendengar soal perjodohan ya?” tanya tuan Freddy.

“Ya, aku mendengar paman tadi menyebutkan itu.Tapi aku tidak mengerti maksudnya,” jawab Riana.

Mendengar jawaban polos putrinya itu, membuat tuan Freddy semakin bingung untuk menjelaskannya.Ia berpikir untuk beberapa saat mencari kata-kata yang tepat dan dapat dicerna oleh putrinya.Ia juga mempertimbangkan untuk diam dan tidak menceritakan masalah tersebut pada Riana, namun khawatir ketidak tahuan Riana dan rasa penasaran yang mungkin timbul akan memberikan dampak yang buruk.

“Jadi, Riana, sebagai bentuk terima kasih  untuk uang yang ia pinjamkan kepada ayah, ia ingin kamu menjadi teman putranya, mungkin untuk waktu yang sangat-sangat lama,” jawab tuan Freddy dengan berhati-hati terhadap pilihan katanya.

“Kemudian kamu dan putra dari paman itu menjadi keluarga begitu juga dengan keluarga kita dan keluarganya,” tambah tuan Freddy

“Apakah itu seperti ayah dan ibu? Aku pernah mendengarnya dari Rafael, kalau tidak salah ia menyebutnya sebagai ‘pernikahan’, waktu itu ia menghadiri pernikahan kenalan ibunya. Suasananya begitu ramai, banyak hiasan bunga yang dipasang. Laki-laki dan perempuan yang menikah itu pun kelihatan bahagia, itulah yang diceritakan Rafael padaku,” ucap Riana.

“Ya, kira-kira begitulah,” balas tuan Freddy yang merasa dimudahkan oleh penjelasan Rafael di waktu lampau itu.

“Tapi Rafael juga bercerita, bahwa kita tidak boleh sembarangan menikahi orang.Kita tidak akan mendapatkan apapun jika sembarangan melakukannya.Selain itu, jika aku boleh memilih orang yang ingin kunikahi, mungkin aku akan lebih memilih … Rafael,”  tutur Riana pada ayahnya dan dengan malu-malu ia mengakhiri kalimatnya.

Tuan Freddy sama sekali tidak marah, ia hanya tersenyum melihat tingkah manis putrinya itu.Ia beranjak dari kursinya berjalan mendekati Riana.Kemudian ia mengambil posisi berlutut, mengelus pelan kepala Riana.

Tuan Freddy tersenyum. “Jika itu yang kamu inginkan, maka jagalah terus perasaan itu,” kata tuan Freddy. 

Kemudian,dengan cepat Riana mendekap ayahnya itu. “Aku menyayangimu, Ayah,” kata Riana dalam dekapan tubuh besar ayahnya.

Tak lama kemudian Riana melepaskan dekapan itu, ia mengambil posisi duduknya yang semula dan menatap ayahnya.

“Aku senang ayah mau mendengarkan keinginanku, sekarang aku akan menuruti keinganan ayah.Katakanlah pada paman itu, jika itu kemauannya aku akan menurutinya,” Riana tersenyum di hadapan tuan Freddy, ayahnya itu.

“Riana, tapi bukan itu yang ayah ingin—“

“Aku tadi sempat mendengar, Ayah akan kehilangan segalanya jika Ayah gagal, oleh sebab itu aku ingin menjadi anak yang berguna, aku ... aku juga ingin menjaga peninggalan keluarga Ellon, juga tanah kelahiran kita,” ucap Riana.

“Riana, apapun pilihanmu sejak awal kita telah kehilangan segalanya sejak orang itu mengkhianati kita.Yang bisa kita lakukan sekarang hanyalah mengulur waktu.Paman tadi hanya memberikan waktu lima tahun, meskipun tanpa adanya bunga tetap mustahil bagi ayah untuk melunasinya,” kata tuan Freddy.

“Tapi ayah, jika aku menerima tawarannya mungkin paman tadi mau memberikan tambahan waktu, aku tadi juga mendengar bahwa ia tak akan menikahkanku sekarang, dan Rafael juga pernah mengatakan bahwa ada batasan minimal usia untuk pernikahan,” balas Riana.

“Memang benar begitu, tapi Ayah baru mengenal orang itu, hal itu juga membuat Ayah sedikit khawatir,” kata tuan Freddy.

“Tenang saja Ayah, orang tadi tidak memiliki niatan buruk, malah mungkin dia adalah orang yang baik sebagai manusia. Selain itu ayah, aku percaya sebelum aku menikahi putra paman itu ... Ayah dan Rafael pasti akan datang menjemputku,” kata Riana sambil tersenyum sumringah, menjelaskan kepercayaannya terhadap Ayahnya dan juga Rafael.

Tuan Freddy kembali ke kursinya, duduk pada posisinya semula.Ia menghela nafas mendengar jawaban bijak putri kecilnya itu. Ia tak menyangka akan jawaban tak terduga dari Riana, sebab ia memperkirakan putrinya itu akan menolak mentah-mentah tawaran itu.

Tuan Freddy memandangi sejenak putrinya itu, ia mengenakan kalung manik-manik dengan cincin berwarna hijau yang menjuntai di lehernya.Dalam keheningan itu ia berpikir dan menimbang lagi keputusan putrinya, di saat itu juga ia memantapkan keputusannya.

“Baiklah jika itu yang kamu mau, Ayah akan segera membicarakannya dengan paman tersebut.,” kata tuan Freddy.

“Baik, Ayah,” jawab Riana singkat.

Riana kemudian berdiri, pamit pada ayahnya, lalu meninggalkan ruangan itu dan kembali ke kamarnya.

Sementara itu tuan Freddy memanggil salah seorang asistennya, tak lama kemudian asistennya itu datang menghampirinya.

“Segera buat janji pertemuan dengan tuan Finch, ada hal penting yang perlu kubicarakan.”

“Baik, Tuan” jawab singkat asisten itu.

Pertemuan tuan Freddy dan tuan Finch serta Riana dilakukan tiga hari setelahnya, dalam pertemuan tersebut mereka sepakat bahwa jatuh tempo pembayaran lunas hutang tuan Freddy adalah sampai Riana berusia genap sembilan belas tahun. Jika tuan Freddy tak sanggup membayar semua hutangnya sampai batas waktu itu, maka Riana akan bertunangan dengan putra tuan Finch dan menikah empat tahun setelahnya, selain itu semua pembayaran yang telah diterima oleh tuan Finch akan dikembalikan seluruhnya pada tuan Freddy.

Kemudian agar Riana lebih mengenal lagi putra keluarga Finch dan putranya, maka selama menempuh pendidikan sekolah menengah Riana harus ikut ke negeri mereka. Awalnya tuan Freddy dan Riana menentang persyaratan ini, namun setelah perundingan panjang, akhirnya mereka menerima putusan tersebut.Kesepakatan itu dibuat ketika Riana hampir menginjak dua belas tahun dan kurang dari satu tahun lagi tersisa, sebelum ia lulus sekolah dasar.Ia terus menyembunyikan hal ini dari Rafael sampai satu minggu sebelum keberangkatannya.

***

Satu minggu sebelum keberangkatan Riana, di taman belakang kediaman Ellon.

Riana berniat memberitahu Rafael semuanya dan berpamitan dengannya.Selama ini ia bersusah payah untuk menyembunyikannya dan tibalah waktunya untuk mengatakan segalanya.

Saat ini mereka duduk  berdua di kursi taman itu setelah bermain petak umpet bersama dengan bibi Lin dan paman Sem.

“Rafael ada yang ingin … aku bicarakan denganmu,” kata Riana dengan gelisah

“Kamu akan  pergi jauh kan?” Rafael membalas, sontak membuat Riana terkejut

“Da-darimana … ka-kamu tahu?”

“Ah,betul ya? Aku hanya mengira-ngira saja dari kelakuanmu akhir-akhir ini, kamu tampak tidak seperti biasanya.Mengingat kita sudah kelas enam dan akan lanjut ke sekolah menengah,  ada kemungkinan kamu akan memilih sekolah yang jauh seperti kakakmu,” kata Rafael.

“Ya, aku akan sekolah di tempat yang jauh, sangat jauh sekali.” Riana memberanikan diri mengatakan, saat itu Rafael hanya berdiri membelakangi Riana.

“Oh, begitu ya,”  jawab Rafael singkat, sedangkan Riana seakan tidak puas mendengar jawaban itu.

Hanya begitu saja respon darinya? Setelah semua ini, batin Riana.

“Rafael,” Riana mencoba memanggil rafael, begitu terkejutnya ia mendengar suara gertak  gigi yang cukup keras, sesaat kemudian Rafael berbalik dan langsung mendekap tubuh mungil Riana. Riana terkejut dengan tindakan Rafael

“A-apa yang kamu lakuan?” Riana bertanya dengan setengah berteriak, namun tertutup oleh suara tangis Rafael, air matanya telah membanjiri tengkuk Riana. ”Kamu jangan menangis begitu dong, aku jadi tak tahu apa yang kamu pikirkan,” kata Riana.

Sesaat kemudian Rafael melepas dekapannya, dengan tangannya ia mengucek matanya, membersihkan air mata dan cairan kental dari hidungnya.

*Hiks* tangis rafael yang belum berhenti.

“Kamu jangan cengeng begitu, kamu kan laki-laki,” kata Riana.

“Habisnya, kamu adalah temanku yang sangat berharga dan kamu bilang akan pergi jauh sebentar lagi.”

Riana tersenyum. “Sudah-sudah, saat liburan akan aku usahakan untuk kembali dan aku juga akan selalu mengabarimu,” kata Riana mencoba menghibur Rafael.

“Benarkah?” tanya Rafael yang masih mencoba membersihkan air mata di wajahnya.

“Tentu saja, kalau begitu bisa aku tahu alamat surelmu?” tanya Riana.

“Surel? Apa itu?” tanya Rafael bingung, tidak mengerti maksud pertanyaan Riana.

Riana tersenyum tipis. “Ah, sepertinya aku akan kirim surat saja langsung ke rumahmu.”  

“Janji ya? Selain itu kamu juga jangan melupakanku ya disana.”

“Tentu saja.”

Riana mengeluarkan kalung yang ia kenakan tersembunyi di balik leher bajunya.Ia menunjukkan cincin plastik berwarna hijau muda yang menggantung di kalung itu.“ Dengan ini aku akan selalu mengingatmu,” tambah Riana tersenyum sumringah kepada Rafael.

“Maafkan aku yang hanya bisa memberikan itu dahulu, tapi nanti setelah ini aku akan mencari hadiah perpisahan yang lebih baik, sekalipun itu golden flower yang legendaris akan aku carikan untukmu,” kata Rafael.

“Ti-tidak perlu ini saja sudah lebih dari cukup, sebab dari benda inilah kita mulai berteman baik, iya kan?” balas Riana.

“Apa tidak masalah, itu cuma cincin plastik loh.” 

Riana tersenyum. “Tentu saja, malahan aku selalu memakainya. Kamu mungkin tidak melihatnya tadi karena kusembunyikan di bawah leher bajuku.Ya, sebenarnya aku tidak terlalu suka memakai perhiasan sih, tapi benda ini pasti akan selalu kupakai,” Riana membalikkan badannya, mengarahkan pandangannya ke arah sebaliknya.

“Jadi, aku pasti akan selalu mengingatmu,” kata Riana pelan.

“Kamu mengatakan sesuatu tadi?” Rafael bertanya bingung.

“Ah, tidak ada apa-apa kok,” Riana kembali menghadapakan wajahnya kepada Rafael

“Riana, suatu hari nanti, aku pastikan akan mengganti cincin plastik itu dengan berlian yang sangat indah. Benda seperti itu lebih pantas untuk dikenakan oleh orang sepertimu,” ujar Rafael dengan percaya diri.

“Benarkah? Akan aku nantikan ya,” kata Riana tersenyum, namun jauh dari lubuk hatinya apa yang telah ia terima sekarang bahkan jauh lebih dari cukup.

Seminggu kemudian Riana berangkat ke negeri asing bersama dengan tuan Finch dan orang-orangnya.Tuan Freddy, asistennya serta Rafael dan keluarganya datang mengantarkan, namun tidak dengan ibu Riana.Ketika kapal yang dinaiki Riana mulai berlabuh meninggalkan kota golden valley, Rafael menangis sejadi-jadinya, lebih keras dari sebelumnya.

JunRio

Mungkin ada yang gak tahu surel = surat elektronik = email.

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status