Tatapan itu, membuat Langit tak karuan, ia ingat waktu Bumi pingsan dan lemas saat kehujanan di awal mereka kenalan.
“Udah sarapan?”
Menggeleng.
“Ya ampun Bumi!”
Gegas Langit berdiri.
“Kamu di sini aja, nggak boleh kemana-mana,” titah Langit tegas. Kemudian keluar tanpa mengucap sapatah katapun lagi. Terdengar suara KLX membelah keheningan pagi menuju siang. Sebetulnya Bumi ingin bertanya, tapi tak mampu mengeluarkan suara sedikitpun. Entahlah kenapa tubuhnya mendadak menggigil. Dinaikkannya kaki ke atas sofa, duduk bersila dengan tangan memeluk bantal sofa kecil yang ada di sana.
Tak berapa lama, suara KLX terdengar kembali. Langit datang membawa bungkusan dan ditaruhnya di meja ruang TV. Memandang Bumi khawatir.
“Kau pucat sekali, Bumi, makan, ya,” katanya dengan punggung tangan ditaruh ke kening Bumi. Hangat. Bumi diam saja.
“Tak apa, paling karena
“Maksudnya?” tanya Bumi bingung.“Kamu punya musuh?” tanya Langit lebih jelas.Bumi tampak berpikir sambil menatap Langit masih kebingungan kemudian menggelengkan kepala.“Beneran?” Langit memastikan.“Musuh?” Bumi bergumam sendiri, menggelengkan kepala lagi. Rasa-rasanya ia tak pernah memiliki musuh. Aneh sekali pertanyaan Langit.“Baiklah kalau begitu,” kata Langit tersenyum. Diusapnya pipi gadis eksotis itu lembut. Bumi menjauhkan wajahnya, membuat Langit tertawa.“Udah makan?” tanya Langit penuh perhatian.Drrttt, drttt. Langit membuka ponselnya.“....”“Dicantel depan?”“....”“Oke, oke, makasih.”“....”Langit menutup ponsel.“Aku pesan makanan, tak suruh taruh d
Ada adegan dewasanya, ya.Bijak yuk memilih bacaan. Selamat membaca.“Ya,” sahut suara itu tak kalah pelan.Bumi mematung. Kenapa lelaki itu datang kembali, setelah kemarin ke ruko, ketemu di minimarket dan sekarang? Dihelanya nafas kuat-kuat, lalu menghembuskannya pelan. Raga sudah tahu rukonya, entahlah ia tahu darimana. Namun, tak perlu dipertanyakan, banyak cara, lagipula Bumi tak berniat sama sekali untuk lenyap. Ia hanya ingin menjauh, dan menghindar. Ia dulu, sempat menjadi bagian dari Raga, jadi kenapa harus panik jika bertemu lelaki itu? Karena gagal nikah, karena belum mampu memaafkan, karena belum bisa melupakan?Tak diperhatikannya ketika Raga telah melewati sisi kecil dan berada tepat di depannya, menatap sepenuhnya.“Maaf, mengganggumu,” kata Raga masih dengan tatapan intensnya ke Bumi. Bumi mendongak, menatap mata elang itu sesaat. Tuhan, bagaimanapun juga ia masih m
Bumi menoleh, melotot kesal. Bagaimanapun juga pikirannya jadi kemana-mana. Minuman enak?“Haha, mau?” kembali Langit menarik tangan lengan Bumi, Bumi mengabaikan terus berjalan ke dispenser mengambil air minum dan meneguknya beberapa teguk. Langit menunggu di sampingya.“Kau mau bilang kita tak ada komitmen?” tanya Langit.Lirikan Bumi tepat di mata Langit, kemudian mengerling. Ah, dia tak ingin larut dalam kesedihan, tak mau!Namun kerlingan mata itu, ya ampun, hanya begitu saja mampu membuat Langit berpikiran liar kembali. Madu banget di hadapannya gadis eksotis ini.“Atau kau takut berkomitmen?” Langit bertanya lebih tegas.Kembali Bumi melirik, meneguk air putih kembali. Sedangkan Langit malah melihat bagian bawah leher Bumi, kemeja Bumi masih terlepas, masih terpampang jelas di sana, membuat gai**h Langit muncul kembali. Merasa dilihat, Bumi terkesiap, menaruh gelas dan menutup kedua sisi
Langit mengantar Bumi dan ia sebenarnya tak ingin langsung pulang, tapi Bumi harus menyelesaikan beberapa tulisannya. “Jadi aku harus langsung balik?” tanya Langit sedikit kecewa. Dilepaskannya helm Bumi dan keduanya berada di depan garasi belakang ruko. “Hmmm,” sahut Bumi berdehem. “Baiklah,” kata Langit setelah beberapa saat berpikir. “Jaga dirimu baik-baik,” lanjut Langit kemudian mengacak rambut Bumi dan segera bersiap di atas KLX. “Bye,” ucap Langit disertai lambaian tangan ke Bumi dan dibalas lambaian tangan serta senyuman madu. Dibukanya pintu garasi, Bumi masuk dan segera menutupnya kembali. Hari ini dia merasakan kesedihan tapi juga kegembiraan membuncah. Karena Langit? @@@ Desau angin pagi masih kentara sekali ketika Bumi bangun keesokan harinya. Rencananya hari ini ia akan ke pasar tradisional, memasak kemudian mengambil bunga krisan dan mawar ke tempat Pakde Tejo. Dengan daster batik selutut, di
“Apa-apaan kau?” Langit bergerak cepat mendekat, menarik Raga untuk berdiri. Sebuah pukulan mengena telak di wajah tanpa bisa dielak Raga.“Arg!” Raga terpukul mundur, mengusap ujung bibirnya, menahan murka.“Mas!” Bumi berdiri susah payah, mencoba berdiri di antara Langit dan Raga. Menoleh ke keduanya dengan bingung.Sedangkan Raga, tak terima, mendekat Langit ingin membalas. Waspada, Langit pasang kuda-kuda. Nafasnya memburu tak beraturan.“Hentikan, Mas, hentikan Raga!” teriak Bumi bingung dan jengkel jadi satu.“Minggir,” seru Langit ke Bumi, mencoba menarik gadis itu untuk minggir.“Aduh.” Bumi meringis, melihat ke sikunya yang terluka, bagian lengan terdapat sobek sedikit membuat Langit ternganga.“Kenapa kau?” tanyanya memegang lengan Bumi, mengamatinya dengan jelas. Sedangkan Raga, dengan su
Aroma rambut Bumi semakin meluapkan Langit memeluk kencang pinggang gadis semampai itu. Hingga Bumi merenggangkan kalungan tangan di lehar. Menarik wajah dari Langit.“Apakah kita akan seperti ini terus?” tanyanya dengan mata berkabut dan nafas memburu.“Menurutmu?” Langit ganti bertanya tak paham, matanya penuh kabut, lebih malah. Dieratkannya pelukan yang sempat berjeda.“Kita,” jawab Bumi lirih. Ia semakin merenggangkan kalungan tangan, turun ke pinggang Langit.“Maumu kayak apa?” Langit menundukkan wajah, menatap lekat wajah madu itu setiap incinya. Dipahatkannya lekat dalam ingatan.Hanya gelengan kepala jawaban Bumi, makin merenggangkan pelukan. Dalam diam, keduanya saling bertatapan. Tak lama, Bumi mengalihkan pandangan ke sudut lain, menghirup nafas dalam-dalam. Ada bagian lain dari hatinya yang belum sembuh. Ia tak ingin Langit berharap begitu banya padanya
Hai ada adegan mengandung konten 18+Selamat membaca jangan lupa kasih rating, komen dan love ya :) Makasih....Semakin panas, Langit menatap kelakuan Dara dengan memicingkan mata. Ia bisa tak tahan dengan semua itu. Dari sentuhan lembut Dara, pengalaman keduanya dulu yang hampir setiap hari diwarnai kehangatan. Tak begitu saja mudah dilupakan. Dara makin mencumbu Langit dengan berbagai cara. Dibukanya kancing kemeja Langit sepenuhnya, menyentuh d*** bidang pria itu perlahan.Mendadak, Langit mengangkat tubuh Dara makin mendesak. Merasa diberi ruang, Dara tersenyum termanis, menatap Langit penuh gair*h menggebu.“Kamu menginginkannya, Dear?”Bukannya menjawab, terdiam, Langit terus menatap wanita yang berada persis di pangkuannya.“Hei,” sentuh Dara membelai pipi Langit. “Kau menginginkan aku?”Tak juga menjawab, Dara kembali melumat bibir Langit dengan penuh gair*h. Ia makin mer
Berhenti mengunyah, pria atletis itu menoleh, Langit menatap Bumi bingung.“Maksudmu?” tanyanya ganti bertanya kemudian duduk di samping Bumi.“Itu,” jawab Bumi menunjuk kemeja Langit yang masih berantakan.Segera Langit meletakkan wadah berisi ketela goreng. Menelan sebagian ketela yang masih ada di mulut dan meminum air putih. Menatap horor da** bidangnya. Yang ada di pikirannya hanya satu, apakah Dara memberikan cetakan cumbuannya di sana? Sekilas kelihatannya aman, tidak ada bekas merah di sana.Sikap Langit yang aneh jelas mengakibatkan Bumi memandangnya makin penuh selidik.“Mas Langit kenapa, sih?” tanyanya heran.Mencoba tenang, Langit mengancingkan kemejanya, mengatur deru nafas yang mendadak membuatnya merasa panas di hadapan Bumi. Kenapa jadi panik begini?Senyap menggantung. Merasa Langit diam, Bumi berdiri, lebih baik ia ke tempat Bude Siti dan segera memilih bunga yang akan dibaw