Disya mengatur napas, punggung tangan kananya mengusap peluh yang ada di keningnya. Disya ragu untuk mengetuk pintu di depannya, namun setelah hampir dua menit berdiam diri akhirnya ia memutuskan untuk mengetuk pintu, meskipun dengan jantung yang berdetagup cepat.
Setelah di persilahkan masuk oleh seseorang yang ada di dalam, Disya langsung membuka pintu. “Maaf saya telat,” cicit Disya pelan, pandangannya ia tundukan, tidak berani menatap lelaki yang berdiri di tengah-tengah ruangan.
“Oke, sudah di mengerti semuanya? Saya akhiri kelas ini!”
“Baik Pak.”
Lelaki itu berjalan menuju meja yang berada di depan, menutup laptopnya juga membereskan beberapa buku yang berada di meja. “Nadisya, saya sudah mengisi absen kamu dengan kehadiran alpa. Silahkan ke ruangan saya, saya akan memberi kamu detensi.” Devan berjalan meninggalkan kelas, melewati Disya yang masih berdiri mematung di ambang pintu.
Disya memejamk
Kai terus mendongakkan wajahnya menatap Fatya dengan seksama. Fatya mengelus rambut Kai lembut dengan menampilkan senyumnya. "Ada apa, Kai?" tanya Fatya lembut."Muka Onty, mirip dengan Mommy," jawab Kai.Mendengar jawaban Kai, hati Fatya terasa begitu bahagia. Apa putranya mengenalnya meskipun belum tahu jika Fatya adalah ibu kandungnya? Pikir Fatya."Iya kan, Dad?" Kali ini Kai mengalihkan pandangannya menatap Devan. Devan yang sedari tadi hanya diam dengan pandangan menatap lurus ke depan mengalihkan pandangannya menatap Kai, dan Fatya bergantian."Hm."Ting!Pintu lift terbuka, ketiganya langsung keluar dari dalam lift."Selamat siang, Pak Devan," sapa lelaki paruh baya yang berjaga di di depan pintu lift. Devan hanya menatapnya sekilas lalu mengangguk pelan.Apartemen dibangun dengan fasilitas sebanyak dan senyaman mungkin agar para penyewa maupun penghuni di bangunan tersebut menjadi betah. Ada banyak sekali fasilitas yan
Devan keluar dari ruang kerjanya. Sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, matanya celingukan mencari keberadaan Disya. Namun, suasana kamar sepi. 'Dimana dia?' ucapnya dalam hati lalu berjalan keluar dari kamar.Saat sedang menuruni tangga, samar-samar Devan mendengar suara televisi yang menyala, juga suara beberapa orang yang tertawa."Pak Devan," sapa Disya, rupanya gadis itu sudah menyadari jika Devan sedang menuruni tangga, dan akan menuju ke arahnya."Sini-sini, kita lagi nonton film lucu loh," lanjut Disya lagi sambil mengayun-ayunkan tangan kanannya dengan tujuan agar Devan cepat-cepat menghampirinya.Devan melirik ke arah layar televisi yang menampilkan film kartun Tom & Jerry. Tayangan tanpa dialog antar pemain itu yang berhasil membuat suara tawa Disya, Kai, dan asisten rumah tanngganya terdengar cukup kencang.Devan menatap Kai yang duduk di samping Disya. Disya memegang es krim, begitu juga dengan Bu Siti, dan
Menikah dengan Devan sebenarnya adalah keberuntungan bagi Disya. Tidak banyak kan orang yang jatuh cinta pada pandangan pertama, dan langsung di nikahi beberapa hari setelahnya sama si doi?Sifat dan karakter Devan memang sangat bertolak belakang dengan Disya. Keduanya pasti sangat merasa kesusahan untuk menyesuaikan, dan mengenali karakter masing-masing.Devan sudah dikenal dengan sebutan 'Dosen galak' oleh mahasiswanya. Disya tidak akan mengelak itu, memang benar suaminya itu sangat-sangat galak, bicaranya selalu terdengar menyebalkan.Banyak sekali peraturan-peraturan yang Devan buat untuk orang-orang yang tinggal di rumahnya. Contohnya, tidak ada makanan cepat saji di dapur, semuanya harus di masak dengan bahan-bahan yang sehat, higienis dan terjamin kesehatannya. Tidak boleh ada cemilan, seperti makanan-makanan ringan dan yang lainnya.Kalau Disya membuka pintu kulkas, tubuhnya mendadak lemas karena isi di dalam kulkas hanya ada sayur-sayuran, daging
Devan menundukkan wajahnya, memperhatikan kedua tangan Disya yang sedang memasangkan dasi untuknya.Suara seorang perempuan dari layar iPad terdengar, Disya mengikuti setiap instruksi yang di buat oleh si perempuan. Video tutorial itu sudah di putar berulang-ulang kali, namun Disya tetap belum selesai juga. Videonya hanya berdurasi kurang lebih tiga menit, tapi Disya sudah melakukannya lebih dari lima belas menit."Biar saya saja!" kata Devan menepis tangan Disya."Disya bisa kok," kata Disya, tangannya terus mengotak-atik dasi hitam milik Devan."Meating saya nanti telat!"Disya memanyunkan bibirnya, dia akhirnya menyerah. Devan menatap pantulan dirinya di cermin, lalu mulai menyimpul dasinya sendiri.Tadi, Disya punya inisiatif untuk memakaikan dasi di leher Devan. Supaya kaya di adegan film-film romantis yang pernah di tonton, katanya. Namun, karena tidak bisa, Disya mencari tutorial di internet. Dan tetap saja itu tidak berhasil.
Apa kalian pikir seseorang seperti Devan tidak punya rasa malu? Kalau berpikir seperti itu, kalian salah besar! Hanya karena muka lempengnya saja, jadi raut malunya tidak terlalu kentara sekali.Devan sangat malu tadi, adik dan sepupunya memergokinya saat sedang bersama Disya.Wajah malu Disya juga pipinya yang bersemu merah, selalu berhasil membuat Devan gemas. Devan lelaki normal, dia tidak akan tahan jika tidak menyentuh Disya, apalagi Disya sudah berstatus sebagai istrinya. Devan boleh melakukan apapun kepadanya, bukan?Kejadian tadi bukan yang pertama kalinya, Devan pernah melakukan itu sebelum-sebelumnya."Pak Devan ... udah!" kata-kata Disya selalu memaksa kegiatan Devan untuk tidak melanjutkannya terlalu jauh.Walaupun tidak berbicara, dan berterus terang. Tapi, Devan mengerti jika istrinya itu memang tidak mau melakukan itu—ah lebih tepatnya belum mau melakukan hal yang lebih 'intim'Devan harus lebih banyak bersabar sep
Disya membuka aplikasi microsoft word di laptopnya. Tidak ada yang sedang ia kerjakan, hanya mengetik random.Sesekali matanya melirik suaminya yang sedang duduk di kursi kerja dengan jemari-jemarinya yang bergerak di atas keyboard, ada banyak sekali kertas-kertas dan buku-buku yang bertebaran di atas meja. Pandangannya juga tetap fokus menatap layar monitor di depannya.Kali ini Disya membuka aplikasi YouTube, mengklik salah satu video yang berada di urutan paling atas yang ada di berandanya. Ia sengaja menambah volumenya."Kamu tidak tuli, 'kan?" sindir Devan.Disya semakin memanyunkan bibirnya, ia mendelik menatap suaminya, lalu menekan tombol pause, sehingga tayangan video terhenti. Sudah berbagai kode ia lakukan untuk mencari perhatian, namun hal itu tidak di gubris oleh Devan."Pak Devan ...." rengek Disya."Hm." Devan hanya berdehem, matanya masih terus fokus menatap laptopnya."Disya bosen banget!""Tidur saja kalau beg
Hari ini tiba, entah ini kebetulan atau bagaimana. Devan akan bertemu dengan keluarga besar Disya, setelah kemarin lusa Disya bertemu dengan keluarga besar Devan di acara pertunangan Syiren dan Diky.Sekali lagi, helaan napas berat Disya hembuskan. Devan melepaskan safety belt, lalu melirik Disya yang ada di sampingnya. "Ayo!"Devan keluar dari mobil, begitu juga dengan Disya yang tidak lama menyusul.Devan menyerahkan kunci mobil kepada seorang lelaki untuk memarkirkan mobilnya. Tempat ini sudah sangat ramai banyak orang.Devan menarik pundak Disya agar gadis itu sejajar dengannya. Disya mendongakkan wajahnya menatap Devan dengan tatapan muram.Lelaki itu tersenyum, mendekatkan keningnya dengan kening Disya. "Wajah muram itu tidak cocok denganmu," kata Devan pelan.Disya membalas senyuman suaminya. Lalu keduanya berjalan masuk. Disya bisa merasakan jika banyak sekali pasang mata yang menatap ke arahnya juga Devan. Orang-orangnya tentu lebih
"Ini hasil ulangan kalian Minggu lalu," kata Devan. Menatap Alif, seolah mengerti Alif berdiri dari duduknya dan menghampiri Devan untuk mengambil tumpukan kertas itu yang akan dibagikan kepada teman-temannya."Mana punyaku," kata Disya semangat, menyodorkan tangannya untuk menerima kertas hasil ulangannya. Mata Disya berbinar menatap nilai yang ada di kertas itu.Sembilan puluh dua, menakjubkan!Senyumnya langsung mengembang, gadis itu menggerak-gerakkan kakinya bahagia."Waw! Kenapa engga dari dulu Sya, kamu kaya gini," kata Fani yang ikut mengintip hasil nilai ulangan milik Disya.Disya menatap Fani lalu terkekeh. Setelahnya ia menggeser pandangannya menatap Devan yang juga sedang menatapnya, jangan lupakan senyum bahagia yang terus merekah dari bibirnya."Bahagia banget," sindir Alya.Disya memutuskan kontak matanya dengan Devan, lalu melirik Alya. "Iya dong!"Pembelajaran sudah berakhir, ada beberapa mahasiswa yang sudah k