Share

Bab 8

" Eh ...Ibu " Jasmin menoleh melihat ibunya yang kini tengah berdiri di depan pintu, Fatimah melangkah masuk menghampiri putrinya yang dia ketahui sedang membuka map milik calon imamnya.

" Ini milik calon imam Jasmin bu, apakah ibu ingin melihatnya ?" Jasmin tersenyum seraya melihatkan isi coretan dalam kertas tersebut, Fatimah menyadari adanya kesalahan dari CV itu yang tidak menyertakan sebuah foto.

" Nak apa ada fotonya ?" tanya Fatimah, Jasmin menggelengkan kepalanya. Fatimah berusaha mencari keberadaan foto yang biasanya terlampir.

" Rupanya disini " ucap Fatimah menemukan selembar foto yang ukurannya tidak terlalu besar. Jasmin merasa pernah melihat wajah yang ada didalam foto.

" Sepertinya Jasmin pernah bertemu dengan orang ini, tapi dimana ya ?" Jasmin kembali mengingat namun, ia belum bisa mencari jawaban dimana ia bertemu.

" Nanti juga bertemu sayang, sudah yuk sekarang waktunya untuk makan. Kasian ayah sudah menunggu " ajak ibunya seraya jalan lebih dulu. Jasmin pun melepaskan mukenanya, tidak lupa melipat sajadah dan menaruh kembali ke tempatnya. Jasmin dan Fatimah tidak menyadari adanya kekurangan Syarif saat menulis CV. Begitupun dengan Syarif yang hanya manusia biasa tak luput dari kesalahan.

Ditempat lain, tepatnya disebuah kamar yang bernuansa putih serta ornamen- ornamen modern, disinilah kamar Syarif yang akan menjadi calon suami dari Jasmin. Syarif juga menerima map coklat dari ayahnya, ia tidak mencari patokan kecantikan dari seorang perempuan. Syarif hanya ingin mempunyai istri yang Sholehah, taat beribadah serta menjunjung tinggi agamanya. Syarif yang masih mengenakan baju koko serta sarung yang melilit di pinggangnya ia duduk di kursi tepatnya di balkon kamarnya, tangannya mulai membuka map tersebut. Terlihatlah sebuah foto dengan wajah yang familiar, ya wajah cantik yang membuat kaum Adam banyak yang meliriknya. 

Senyum bahagia terlihat jelas di wajah tampannya,ia tak lepas mengucapkan syukur Alhamdulillah dimana calon istrinya yang akan ia pinang adalah seorang santri. Jasmin memang tidak menuliskan dirinya seorang hafidz, ia hanya ingin suaminya tahu sendiri akan hal itu. " Rasanya aku tidak sabar ingin meminang mu secepat mungkin " lirihnya seraya melihat kearah foto yang masih ada di tangannya.

Syarif beranjak dari tempat duduknya, ia ingin memberitahukan kepada abinya bahwa dirinya siap untuk dipertemukan dengan calon istrinya. Tepat di ruang keluarga Syarif menemukan sosok yang ia cari. 

" Abi... " Syarif duduk di samping abinya yang kini tengah menonton berita terbaru bersama uminya di temani dengan beberapa cemilan ringan di mejanya. Melihat kedatangan putra sulungnya dengan wajah berseri-seri. Ayesha, ummi dari Syarif dapat menebak bahwa putranya sedang bahagia.

" Pasti ada maunya bi " tebak Ayesha

" Iya benar mi, " timpal Musa, membuat Syarif tersenyum canggung ketika akan mengatakan niat baiknya

" Ummi tahu saja,"

" Bi... Syarif setuju dengan perempuan yang abi jodohkan untuk Syarif " ucapnya dengan rasa sedikit malu 

" Benarkan tebakan Ummi " sahut Ayesha sembari memasang wajah tersenyum menggoda putranya.

" Ummi ... Kan Syarif niatnya baik mi " jawab Syarif, Ayesha dan Musa tersenyum saat mendengar jawaban Syarif.

" Jadi kapan Syarif akan melakukan khitbahnya Bi ? " tanyanya serius.

" Tunggu sebentar, Abi coba menghubungi calon besan " jawabnya seraya beralih duduk mengambil buku telepon, Musa mulai mencari nama Ismail dan mulai menekan tombol nomor sesuai tujuan. Musa sengaja untuk loud speaker agar istri dan putranya mendengar jelas jawaban dari pihak perempuan.

Ismail yang sedang duduk santai di ruang keluarga bersama Jasmin dan istrinya, tiba-tiba mereka mendengar telepon rumah yang berbunyi nyaring.

" Biar ibu saja yang mengangkatnya " Fatimah berjalan kearah telepon rumah.

" Hallo.... Assalamualaikum " Fatimah melirik ke arah suaminya.

" Wa'alaikumus salam, saya Musa ingin bicara dengan Ismail, Ismail nya ada ?" tanya Musa.

" Oh ada, tunggu sebentar " jawabnya.

" Dari sahabat mu yah.. " Fatimah berbicara lirih ke arah suaminya yang sejak tadi merhatikan dirinya. Ia beralih tempat duduk, Ismail tahu telepon itu dari Musa. Ismail beralih untuk mengambil gagang telepon tak lama mereka berbincang Musa menanyakan maksud dan tujuannya menelepon. Mendengar itu Ismail melirik Jasmin, dengan senang hati Ismail menanyakan kepada putrinya kalau calon suaminya akan melakukan khitbah. Dengan rasa malu Jasmin mengangguk dan tersenyum yang artinya setuju, ia memeluk tubuh ibunya yang duduk di samping sejak tadi. Jawaban Jasmin membuat dua keluarga kini di selimuti rasa bahagia. Ismail memutuskan hari Jum'at yang tiba di esok hari, tepatnya setelah sholat Maghrib mereka melakukan pertemuan antara ke dua keluarga untuk pertama kalinya.

Jasmin meminta izin kepada kedua orangtuanya untuk melaksanakan sholat Isya terlebih dahulu. Saat berjalan menuju kamarnya Jasmin tersenyum-senyum sendiri mengingat begitu cepat dirinya akan dilamar. Selesai sholat Jasmin yang akan mengabari sahabatnya namun ia merasa ada nomor baru yang mengirimkan dirinya pesan.

" Dari siapa ya " gumam Jasmin duduk di tepi tempat tidur, ia pun membuka pesan dari Syarif.

" Assalamualaikum ... Saya Syarif, mari kita mantapkan hati dengan sholat istikharah " lirih Jasmin saat membaca pesan tersebut, dengan hati senang dan tangan yang sedikit gemetar Jasmin membalas pesan Syarif.

" Wa'alaikumus salam, terimakasih sudah mengingatkan " balas Jasmin, Jasmin memeluk ponselnya dan merebahkan diri di atas tempat tidur dengan kaki menjuntai ke bawah.

Di ruang kerja Ismail yang terpisah dari kamarnya ia duduk menyandar di kursi yang terlihat empuk dan nyaman. Tangannya mulai membuka laci di bawah meja, diambillah sebuah foto Jasmin yang masih kecil.

" Kamu sudah dewasa nak, sebentar lagi kamu akan hidup bersama suami mu dan meninggalkan ayah serta ibu mu yang merawat mu dari kecil... Ayah dan ibu mu selalu berdoa, agar kamu terus bahagia dengan laki-laki yang akan menjadi imam mu " batin Ismail seraya mengusap foto Jasmin, hatinya merasa haru ketika putri kesayangannya akan menikah. 

Orang tua mana yang tidak sedih jika berpisah dengan anaknya, namun sebagai kepala keluarga, Ismail harus pura-pura tegar dihadapan istri dan anaknya. Ismail melepaskan kacamatanya dan menghapus air mata yang kini sudah mengumpul di pelupuk matanya.

Keesokan harinya,

Dari ufuk timur terlihat jelas semburat sinar mentari yang kian memancarkan sinarnya. Ayam jantan yang berkokok lantang membangunkan para penghuni bumi untuk bangun dan memulai aktivitasnya, rumah Jasmin memang berada di perkampungan dekat dengan kota, tak jarang mendengar suara burung-burung berkicau merdu.

Jasmin yang tertidur pulas di atas sajadah dan memeluk Al-Qur'an kini terbangun ketika mendengar alarm di ponselnya. Jasmin tertidur saat dirinya usai melaksanakan sholat istikharah. Sejenak terdiam untuk menetralkan rasa kantuknya yang kini masih melanda mata indahnya. Serasa sudah netral ia bergegas untuk membersihkan diri dan melaksanakan kewajiban seorang muslimah. 

Seperti biasa setelah selesai melaksanakan sholat Subuh Jasmin kembali melantunkan ayat-ayat Allah. Benak Jasmin dirinya sudah hafal, benar-benar hafal namun... ketakutan kehilangan seorang ibu kini muncul dihatinya yang membuat Jasmin belum siap memberitahukan kepada ibunya. Jasmin menghela nafas panjangnya,

" Maaf bu Jasmin belum bisa jujur " batinnya selalu dirundung rasa bersalah.

Jasmin merapihkan alat sholatnya dan meletakkan kembali ke tempatnya, seketika ia teringat belum memberi kabar kepada Hana. Jasmin mengambil ponsel di atas meja untuk meminta Hana hadir dalam lamaran yang akan dilaksanakan sore ini.

" Assalamualaikum Hana " salam Jasmin ketika sambungan teleponnya terhubung.

" Wa'alaikumus salam, ada apa Jasmin ?" tanya Faris suami dari Hana yang menjawab telepon, cukup canggung bagi Jasmin untuk menyampaikan kabar bahagianya.

" Jasmin apakah masih terhubung " panggil Faris karena tidak ada suara.

" Eh ... Ee Mas... Faris tolong sampaikan ke Hana pukul tujuh malam nanti tolong datang ke rumah " jawab Jasmin gugup 

" Kalau boleh tahu, ada acara apa Jasmin ?" tanyanya.

" Emmm ada seorang laki-laki yang ingin khitbah Jasmin mas, " jawabnya jujur.

" Alhamdulillah .... Oke nanti saya akan sampaikan ke Hana, maaf Hana sedang sibuk mengurus putri kecil kita "ujar Faris 

" Nggak apa-apa mas, terimakasih mas ... Assalamualaikum " 

" Wa'alaikumus salam " Jasmin mengakhiri panggilannya. Dalam benaknya Jasmin menelepon di waktu yang salah.

" Aahhhhkkk kenapa dengan ku, jelas-jelas kalau pagi Hana sibuk. Diakan sudah bersuami " gerutunya merutuki kesalahan yang baru saja ia perbuat, Jasmin meletakkan ponselnya di atas meja.

Jasmin keluar dari dalam kamarnya, saat di ruang keluarga Jasmin melihat ayahnya yang sedang membaca koran.

" Ayah nggak berangkat kerja ?" tanya Jasmin, Ismail menoleh kearah putrinya yang sedang memandangi dari anak tangga.

" Bagaimana ayah berangkat kerja, sedangkan malam nanti adalah proses khitbah putri ayah satu-satunya " jelasnya seraya melepas kacamatanya.

" Iya sayang...  Apa yang dikatakan ayahmu benar nak, " sahut Fatimah yang berjalan ke arah dapur.

" Iya - iya Jasmin ikut kata ayah sama ibu saja " jawabnya pasrah, lalu membantu ibunya untuk memasak beberapa menu masakan yang akan di sajikan nanti saat calon mertuanya datang.

Waktu terus berjalan hingga kini siang menyapa, mentari yang terik kini sudah berada tepat di atas ubun-ubun. Rumah Jasmin yang pagi sepi kini sudah banyak orang yang lalu-lalang untuk menghias taman yang tepat berada di samping rumahnya. Jasmin lebih memilih mengurung diri karena baginya sangat tidak nyaman ketika dilihat oleh laki-laki yang bukan mahramnya.

Sama halnya di rumah Syarif dengan super kilat mereka menyiapkan hantaran untuk calon anak mantunya, beberapa wanita membantu Ayesha untuk menghias hantaran. Ayesha sangat antusias dalam menyiapkan segala hal untuk calon mantunya, karena ia tidak ingin mengecewakan calon besan. Disela-sela kesibukan Ayesha, Syarif datang menghampiri uminya dan meletakkan secarik kertas kedalam tas yang akan di berikan kepada Jasmin. Entah coretan apa yang ia tuliskan, tentunya hanya Syarif, Jasmin serta Allah yang maha tahu. Ayesha yang mengetahui itupun menghargai privasi putranya.

" Terimakasih umi, sudah mempersiapkan ini semua untuk calon istri Syarif " ucap Syarif.

" Sudah seharusnya nak, lagi pula umi sangat bahagia nak " jawabnya tersenyum

" Alhamdulillah kalau umi bahagia, semoga acaranya berjalan lancar ya mi "

" Aamiin " jawab Ayesha penuh dengan harapan.

Syarif berpamitan untuk kedalam kamarnya, menjelang waktu Ashar Syarif mengambil air wudhu kemudian ia duduk di atas sajadah untuk melantunkan sholawat nabi tentu diawali dengan basmallah.

Waktu yang dinanti pun tiba, Jasmin yang telah usai melaksanakan sholat Maghrib kini bergegas untuk berganti pakaian muslimah dengan warna yang serba abu-abu, wajah Jasmin terlihat berbeda dengan make up yang di bilang sangat sederhana karena Jasmin hanya mengoleskan sedikit bedak serta lipstik yang berwana tidak mencolok. Dari dalam kamar Jasmin terdengar jelas suara salam seseorang yang ia kenali, siapa lagi kalau bukan Hana sahabatnya yang kini datang bersama suami serta anaknya.

" Assalamualaikum Jasmin " salam Hana ketika masuk kedalam kamar Jasmin.

" Wa'alaikumus salam, dimana Putri kecil mu Hana ?" tanya Jasmin yang sedang duduk di kursi riasnya.

" Ada di bawah sama ayahnya " Hana

" Masya Allah kamu cantik sekali Jasmin, " ucap Hana seraya menangkup pipi Jasmin dengan kedua tangannya.

" Kamu harus jawab pertanyaan ku, kamu nggak terpaksa kan jalani semua ini ?" tanya Hana, Jasmin menggelengkan kepalanya

Tidak berselang lama keluarga dari mempelai pria pun datang, mereka disuguhi tempat yang nyaman dan hiasan bunga-bunga yang menambah kesan estetik pada taman. Acara yang hanya dihadiri keluarga inti dan beberapa tokoh masyarakat kini dimulai. Tepat di acara inti Syarif berdiri dan memegang microfon menghadap keluarga mempelai wanita.

" Bismillahirrohmanirrohim saya disini ingin menyampaikan niat baik saya sesuai Sunnah Rasulullah. Saya Muhammad Syarif Afendra ingin mengutarakan maksud dan tujuan saya kesini, yaitu untuk meminang putri bapak yang bernama Jasmin. Apakah lamaran saya diterima atau tidak" ucap Syarif melihat ke arah calon istrinya

" Bagaimana nak Jasmin ?"

" Di terima atau tidak ?" tanya Musa 

" Insya Allah di terima " jawab Jasmin tersenyum ke arah Syarif. Mendengar jawaban Jasmin semua orang mengucapkan hamdalah. 

" Masya Allah cantiknya ciptaan mu Ya Rabb " puji Syarif yang kini sudah mengalihkan pandangannya.

Penutupan pun berlangsung dengan menentukan hari akad nikah. Syarif memilih hari Jum'at, tepatnya dua hari menjelang puasa Ramadhan. Sesekali Jasmin mencuri pandang kearah Syarif begitupun sebaliknya.

" Kue kacangnya enak Bu, ini buat sendiri ?" tanyanya kepada Fatimah

" Oh itu, kemarin Jasmin minta belajar buat kue kering " jawab Fatimah, Jasmin yang mendengar itupun tersenyum dan mengangguk ke arah Ayesha.

" Jasmin tapi kenapa kuenya ada yang gosong ya " celetuk Hana yang duduk tidak jauh dari Syarif

" Hehe iya kelewat matang " jawab Jasmin lirih sembari menginjak kaki Hana untuk memberi kode fisik. Hana pun tersenyum, melihat perlakuan sahabatnya yang salah tingkah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status