Share

MEET BERTHA

“Bertha?” ucap Ken terkejut.

Sosok dengan tudung kepala super lebar itu mengangkat kepalanya perlahan. Diarahkan wajahnya ke atas untuk menatap seseorang yang telah menyebut namanya.

Wajah yang sangat manis dengan tatapan mata yang pernah Ken lihat beberapa waktu lalu. Rambut gelapnya yang cantik, membuat parasnya terlihat semakin menawan.

“K.. K.. Kak Ken? Temen kerja Kak Roy, kan?” tanya Bertha. Matanya berbelalak dan raut wajahnya mendadak panik seketika.

Mereka saling bertatap mata sekitar beberapa detik. Sebelum Ken tersadar dari keterkejutannya, Bertha hendak melepaskan jemarinya dari tangan Ken dan segera kabur.

“Maaf, Kak.. Aku harus pergi!” ucap Bertha sembari membalikkan tubuhnya.

GRAB!!!

Sayangnya, GAGAL!

Ken mencengkeram erat mantel tebal Bertha hingga langkahnya tertahan.

“Kak! Lepasin aku! Aku mau pergi! Tolong jangan tahan aku!” pekik Bertha.

Di tengah keadaan Ken dan Bertha yang bersitegang, ada sepasang mata kecil yang mengawasi mereka dengan tatapan yang tak biasa. Tatapan yang mengartikan sebuah rasa penasaran. Sosok itu mendekati Ken dari belakang untuk mengetahui apa yang terjadi antara Ken dengan gadis bermantel besar itu.

“Ken?” panggil sosok itu.

Ken dan Bertha menoleh ke arah wanita yang tiba-tiba muncul entah dari arah mana.

“Sarah? Kamu.. di sini?” tanya Ken.

“LEPASIN AKUU!!” pekik Bertha.

“Kamu nggak boleh pergi kemana-mana! Kamu harus tetep di sini sampai aku telepon polisi!! KAMU JANGAN LARI LAGI!” ucap Ken tegas.

“Polisi?” Sarah kebingungan. Dia mengingat-ingat sesuatu.

“HAH! Ini adik Roy yang kemarin kamu ceritain di telepon kan, Ken?! INI BERTHA??” sambung Sarah terkejut.

“LEPASIN AKU! AKU NGGAK MAU DITANGKAP POLISI! SEMUANYA BUKAN SALAHKU! AKU NGGAK BOLEH DIPENJARA KARENA KELAKUAN BEJAT PRIA TUA BANGKA ITU! SMITH YANG BERSALAH!” rengek Bertha lagi. Dia kesakitan karena kini Ken mencengkeram bahunya dengan sangat erat.

“Kenapa kamu curi berlian Tuan Smith?! Kenapa kamu harus kabur kalau kamu merasa nggak salah!!!” marah Ken. Nada bicaranya meninggi.

Bertha berhenti memberontak setelah mendengar pertanyaan Ken. Tubuhnya diam membeku dengan mulutnya yang tertutup. Kepalanya tertunduk seperti memikirkan sesuatu yang berat.

“Kamu.. baik-baik aja?” tanya Ken.

Perlahan tangan Ken melepaskan cengkeramannya pada Bertha. Takut terjadi sesuatu kepada Bertha.

“Aku bakal jelasin semuanya, Kak! Tapi tolong jangan laporin aku ke polisi. Kalau aku sampai ketangkap, pasti aku bakal dijatuhi hukuman yang nggak adil! Bukan cuma aku saja yang bersalah! pria gila bernama Smith yang lebih bersalah!" pinta Bertha.

Ken dan Sarah saling beradu pandang. Melihat Bertha yang tampak putus asa, Ken dan Sarah akhirnya menuruti apa yang dikatakan Bertha.

                                                                                  ***

“Kita ngobrol di sini nggak apa-apa, Kak? Tempat ini aman, kan? Nggak ada yang ngawasin kita kan, Kak?” tanya Bertha panik.

“Tenang aja.. Ini kamar apartemenku. Aku tinggal sendiri di sini. Kamu nggak perlu khawatir,” ucap Sarah sembari menuangkan air dingin ke dalam cangkir kaca.

Bertha dan Ken duduk di karpet bulu yang ada di lantai apartemen Sarah. Karpet itu terasa lebih nyaman untuk tempat ngobrol bersama.

"Sebenarnya, hari ini aku dan Roy udah ketemu sama Tuan Smith yang kamu maksud tadi. Aku sama Roy berusaha membujuk Tuan Smith supaya dia mau mengampuni kamu. Pertemuannya emang menjengkelkan.. Tapi, dia bisa maafin kamu kalau berlian-berliannya kembali ke tangan dia dengan keadaan utuh," papar Ken membuka percakapan.

Bertha menundukkan kepalanya. Dia tidak menyangka kalau kakaknya akan ikut berurusan dengan Tuan Smith. Bahkan, Ken juga ikut terlibat.

“Karena kita semua udah di tempat yang aman, kamu bisa jelasin apa yang sebenarnya terjadi. Kamu harus terbuka sama kami agar kami bisa bantu kamu. Aku juga sangat khawatir dengan keadaan Roy. Dia pasti pengen tahu kabar kamu. Boleh aku kasih tahu Roy kalau hari ini kita bertemu?” tanya Ken dengan wajah tenang.

"Jangan dulu, Kak.. Jangan untuk saat ini..," jawab Bertha lesu.

Bertha memang sangat mengkhawatirkan Roy sebagaimana Roy mengkhawatirkannya. Tapi, dia juga tidak ingin kakak satu-satunya itu terlibat terlalu jauh.

“Aku nggak berani nyalain handphoneku, Kak. Polisi pasti bisa melacak lokasiku kalau sampai handphoneku aktif,” tukas Bertha tegang.

“Aku nggak nyangka kalau Smith akan lapor polisi dibandingkan membujuk aku dan meminta berliannya kembali. Pasti aku bakal kembaliin kalau dia bisa bersikap baik. Smith itu, pacarku, Kak! Ya.. Dia itu pengusaha berusia 60 tahun,” sambung Bertha.

Mata Sarah terbelalak seketika, “HAH? KAMU PACARAN SAMA KAKEK-KAKEK?!”.

“Iya.. Aku memang pacaran sama dia. Tapi.. sebenernya, aku nggak ada perasaan cinta sama Smith. Aku nggak pernah menyukai laki-laki tua. Apa lagi laki-laki yang arogan seperti dia. Hubungan kami awalnya hanya seorang pria tua lajang dan pelacur kecil yang disewa dengan harga tinggi. Tapi, ternyata nggak sesederhana itu..,” air mata Bertha mulai berlinang.

Pelarian dirinya selama ini, ternyata adalah hal yang berat untuk Bertha.

“Karena aku butuh banyak uang untuk memenuhi gaya hidupku, aku menjual diriku ke beberapa laki-laki dewasa yang kesepian. Smith adalah pelanggan tetap yang selalu menyewaku lima sampai enam kali dalam sebulan di rumahnya. Ya, mungkin karena dia nggak pernah menikah selama ini.. Uang yang aku terima dari dia bener-bener bisa memenuhi kebutuhanku. Aku bisa beli pakaian, tas, sepatu, dan kosmetik yang sama kayak temen-temen kuliahku. Dan aku senang punya banyak uang!" papar Bertha.

Setelah mengela napas, Bertha melanjutkan kalimatnya, "Tapi, pada akhirnya, Smith meminta aku untuk menjadi kekasihnya. Katanya, dia mencintaiku karena aku cantik dan pelayananku sangat memuaskan. Tentu saja aku menerimanya karena itu salah satu cara agar Smith bisa memberiku uang yang lebih banyak! Selama hubungan kami resmi, dia bahkan memintaku melayaninya dua sampai empat kali dalam seminggu! Dan.. sampai akhirnya, dia tidak mau membayarku lagi! Dia bilang, buat apa membayar pacar sendiri? Dia enggan memberiku uang hanya dengan alibi bahwa dia telah menyelamatkanku dari status pelacur yang selama ini melekat di diriku. Bukankah itu hanya permainannya agar Smith bisa menikmati tubuhku secara gratis??” papar Bertha panjang lebar. Lidahnya begitu lincah melontarkan kata demi kata tentang kilas balik yang menimpanya.

Ken dan Sarah menelan ludah. Mereka bingung komentar apa yang pantas untuk dikatakan kepada Bertha.

Pelacur?

Menjual diri dengan pria tua?

Tidak ada kata yang tepat untuk dijadikan kritikan.

“Hmm.. Terus..Bagaimana setelah itu?” tanya Ken singkat.

“Yaa.. apa lagi? Karena Smith nggak mau membayarku sepeser pun, ya aku curi saja berliannya! Enak banget pria tua itu menikmati tubuhku yang molek secara gratis! Tubuhku ini mahal! Aku nggak akan menyerahkannya secara cuma-cuma! Padahal aku cuma mau menggertak dia sedikit dengan mencuri berliannya. Berharap dia membayar tubuhku dan aku kembalikan berliannya. TAPI APA? Polisi malah mencariku! Aku dapat panggilan telepon dari polisi sebanyak dua kali dan setelah itu, kumatikan handphoneku sampai sekarang!” sambung Bertha.

Sarah menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia tidak menyangka inilah alasan yang mendasari kasus pencurian The Tiffany Yellow Diamond milik Tuan Smith.

“Bertha.. Kamu tahu berlian itu berlian langka? Berian itu sangat berharga bagi Smith. Mungkin karena itu Smith sampai melaporkanmu. Apalagi, dia punya bukti rekaman CCTV saat kamu membobol brankasnya,” jawab Ken.

Bertha memutar matanya. Ucapan Ken benar juga.

“Aku nggak tahu seberapa berharganya berlian itu. Di dalam brankas itu, ada banyak berlian yang masing-masing ditempatkan di mangkuk kaca kecil. Karena aku hanya ingin menggertak Smith, aku nggak peduli berlian mana yang aku ambil. Aku raih mangkuk kaca berisi lima potong berlian kecil yang hanya sebesar kuku jari kelingking. Berlian berwarna kuning yang sepertinya tidak terlalu penting,” jelas Bertha lagi.

Kepala Ken semakin pusing mendengarkan penjelasan Bertha. Hari sudah mulai malam dan justru masalah ini semakin membuatnya tidak bisa mengistirahatkan otaknya.

“Semua berlian itu mahal, Bertha! Kamu harus kembaliin berlian itu sebelum nyawamu yang jadi taruhannya! Kamu bisa dibunuh sama Tuan Smith!” sahut Ken tegas.

“Awalnya aku memang mau mengembalikan berlian-berlian itu, Kak. Tapi, karena Smith membawa masalah ini semakin panjang, aku berniat nggak akan mengembalikan berlian itu sama sekali! Biarin aku jadi buronan selamanya, sedangkan Smith juga kehilangan berliannya selamanya. Biar kami sama-sama sial!” lanjut Bertha.

Masalah ini memang bukan urusan Ken dan Sarah. Tapi mereka tetap tidak bisa diam saja mengetahui apa yang terjadi dengan adik dari teman mereka, Roy. Bisa saja Sarah dan Ken meninggalkan Bertha di jalan dan melupakan pertemuan mereka. Sayangnya, tidak semudah itu.

Hati nurani tetaplah hati nurani.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status