Share

Mafia Girl
Mafia Girl
Penulis: Idnefe Diraf

Lily

Napasnya terengah saat tubuhnya bersembunyi dibalik tumpukan kontainer di sebuah pelabuhan. Pakaiannya yang serba hitam menyatu dengan kegelapan. Keringatnya bercucuran deras. Mata birunya menyala mengintai mangsa.

Suara statis dari Earpiece di telinganya berubah jadi suara seorang pria. Menginformasikan sesuatu.

“Lily kamu harus membereskannya kurang dari 5 menit. Jika tidak, bantuan akan segera datang dan kamu akan kewalahan,” kata suara di seberang terdengar gugup.

Napasnya mulai tenang. Diangkatnya pistol dan dikeluarkan magazin, isinya kosong. Ia mengumpat tanpa suara.

“Lily!” nada suara di seberang meninggi.

“Sedang kuusahakan, Brengsek!” pekik Lily tertahan.

“Hei aku mencoba membantumu di sini!” suara di seberang ikut kesal.

“Diam, Zack!,” hardik Lily. “Kamu mengganggu konsentrasiku.”

“Kamu hanya punya 5 menit lagi.”

“5 menit, oke. Aku mengerti!” Diambilnya Earpiece itu dari telinga dan dihujamkan ke saku celana.

Lily kembali memeriksa. Mangsa yang diincarnya adalah seorang pria paruh baya gemuk memakai jas hitam dengan rambut Curly sebatas telinga. Tampak tiga pria berjas putih mengelilinginya dengan waspada.

“Keluar kamu, Wanita sialan!” teriak salah satu bodyguard dengan pistol yang baru saja dikokang. Moncong senjata Pindad P2 diarahkannya ke berbagai sudut.

Lily menyatu lagi dengan kegelapan. Ia melompat ke atas kontainer. Gerakannya sangat lincah dan tanpa suara. Tahu-tahu, gadis berambut panjang berwarna pirang itu sudah berada di atas posisi targetnya dan melemparkan pisau kecil.

Wuzz!

Pisau membelah angin dan menancap di kepala salah satu bodyguard. Tubuh itu ambruk seketika dan korbannya meregang nyawa. Membasahi aspal dengan warna merah. Membuat dua rekannya panik.

Lily kembali menyatu dengan kegelapan dan berpindah posisi. Lily muncul di sisi atas kontainer lain dan pisau kedua kembali dilemparkan. Menancap di ubun-ubun bodyguard lain. Korban kedua jatuh.

“Hah!” suara pekik ketakutan terdengar dari bodyguard terakhir yang tersisa. Menembak dengan panik ke segala arah.

Dor! Dor! Dor!

“Keluar kamu! Jangan jadi pengecut!” tantang pria berjas putih berbadan besar itu.

“Bagaimana ini? Kamu harus menyelamatkanku. Aku sudah membayarmu mahal,” ujar pria paruh baya berbadan gemuk. Mukanya pucat pasi karena menyadari ajalnya sudah dekat. Bodyguard itu tak menjawab karena sudah sibuk dengan ketakutannya sendiri.

Dari kegelapan, sosok Lily muncul di belakang buruannya. Dengan satu gerakan cepat, melilitkan sebuah benda serupa kawat ke leher pria berjas putih.

Hanya ada suara seperti orang mendengkur yang terdegar dari bodyguard terakhir yang berdiri. Kedua tangannya mencoba meraba lehernya yang tercekik. Sorot mata Lily tajam ke pria gemuk berjas hitam. Seringainya mengancam.

“Kamu sebaiknya lari,” ujar Lily di tengah suara napas tercekat bodyguard pria gemuk.

Pria paruh baya berbadan gemuk kabur dengan panik. Ia sempat menoleh lagi namun hanya untuk melihat pria yang disewanya terkulai lemas di tanah. Membuatnya terkesiap dan mempercepat langkah. Begitu menoleh lagi, sosok wanita berpakaian serba hitam itu sudah raib. langkahnya makin cepat.

“Hya!”

Tahu-tahu sebuah bogem menghujam ke hidungnya yang besar. Darah segar muncrat sebelum tubuh gemuknya bertemu dengan aspal yang basah.

“Aaaahhh,” pria gemuk itu mengerang sambil memegangi hidungnya yang patah. Darah membanjiri mulut dan dagu.

“Aku selalu benci suara teriakan seperti itu,” ujar Lily dengan nada suara datar. Diambilnya sebuah pisau kecil dari belakang pinggang. Senjata andalannya.

Pria gemuk menyeret pantatnya mundur. “Please! Biarkan aku pergi. Berapapun mereka membayarmu, akan kugandakan tiga kali lipat,” pinta pria berbadan gemuk itu memohon.

Langkah Lily terhenti tepat di kedua kaki si pria malang. Tatapannya tajam menghujam. Pisau di tangan dicengkeram semakin kuat.

“Kenapa kalian selalu mengucapkan kalimat bodoh yang sama?”

Dengan satu gerakan cepat Lily melemparkan pisau kecil di tangannya. Saking kuatnya mampu mendorong kepala targetnya hingga membentur aspal. Lily menyaksikan korbannya yang tak bernyawa dengan tatapan dingin.

Diambilnya kembali Earpiece yang sempat dimasukkan ke dalam saku. Sudut bibirnya sedikit terbuka karena kesal. “Masih saja mengoceh,” protes Lily tanpa ekspresi.

“Bagiamana, kamu sudah selesai? Pasukan tambahan pria itu sekarang sudah bergerak ke sana,” kata suara di seberang yang semakin panik.

Lily melihat sosok bersimbah darah di depannya dan berjongkok. Mengambil sebuah cincin berlian di jari manis yang gemuk. “Misi selesai.”

Diambilnya kembali Earpiece dari lubang telinga membuangnya. Sosok bertubuh tinggi dan seksi itu berjalan santai menjauh dari lokasi.

Hujan mendadak turun. Wajahnya yang terkena cipratan darah menengadah ke langit. Jutaan jarum air membasuh wajah yang cantik namun sedingin es.

***

Pria tampan di kursi berbahan mewah berwarna merah marun itu menyeringai. Jemarinya memainkan cincin berlian dan mengangguk-angguk.

“Kamu selalu bisa diandalkan, Lily,” pujian itu keluar dari bibir merahnya yang tipis.

“Terserah.” Lily berbalik badan dan berjalan menjauh.

“Stand by. Mungkin akan ada misi baru yang segera datang untukmu.”

Lily mengnhentikan langkah dan sedikit menoleh. “Kamu tahu dimana bisa menemukanku.”

Sosok berambut pirang itu menghilang dibalik pintu.

Pria tampan di kursi itu mendengus. “Si jalang yang sombong.”

***

Kakinya yang jenjang dibiarkannya terendam air hangat dalam Bathtub. Satu kakinya yang lain tertekuk. Lelah mulai menghinggapi tubuhnya yang telanjang.

Matanya perlahan terpejam karena merasakan kantuk yang mulai menjalar. Namun sebentar saja dan mata biru terang itu kembali terbuka dan waspada.

Bola matanya yang biru menatap awas ke arah jendela. Telinganya menangkap suara langkah-langkah kaki. Bayangan seseorang muncul beberapa saat kemudian.

Lily sengaja tidak bergerak dari posisinya. Ia semakin waspada saat pintu kamar mandi geser itu terbuka. Lily menghitung ada tiga orang yang masuk ke dalam ruangan.

Tirai yang melindunginya tersingkap kasar dan tangannya sigap menahan moncong senjata yang mengarah padanya. Ditariknya ke atas.

Dor!

Peluru mengenai langit-lagit.

“Hyak! Hak!” Lily melayangkang pukulan ke leher.

Buk!

Uhuk!

Sosok berbaju hitam terbatuk dan memegangi lehernya.

Drtt!! Drtt!!

Berondongan senjata di arahkan pada Lily. Dengan sigap ia menjadikan sosok berarmor lengkap di depannya sebagai tameng manusia. Tubuh itu kejang-kejang diterjang peluru.

Suara tembakan berhenti. Lily paham itu adalah kesempatannya karena senjata sedang diisi ulang. Tubuh polos itu berguling di lantai yang licin dan menendang kaki musuhnya. Sosok berpakaian hitam terjatuh dan dihadiahi pukulan di muka.

Lily berdiri dengan pelan dan melihat orang ketiga di ruangan itu panik saat mengganti magazine. Gadis berambut pirang itu berkacak pinggang dan sengaja menunggu.

“Argh!” suara itu terdengar kesal karena tak berhasil mengganti magazine tepat waktu. Dijatuhkan senapan jenis UMP itu ke lantai. Sosok itu mengangkat kedua tinjunya.

Lily menyeringai dan melakukan hal yang sama. Siap meladeni adu jotos.

Jab jab pendek dilayangkan musuhnya dan dapat dihindari gadis berambut panjang itu dengan baik.

Bugh! Bugh!

Tinju balasan dilayangkan dan berhasil menghujam ke ulu hati. Lawannya terhuyung mundur. Tidak mengambil jeda, Lily menjatuhkan dirinya dan menjegal kaki lawannya. Musuh terjatuh.

Tubuh Lily bergeser mengincar tubuh bagian atas musuhnya. Cengkeraman tangannya erat membelit leher. Kakinya mencapit perut layaknya kepiting.

“Siapa yang mengirim kalian?!” teriak Lily.

“Aku ... lebih baik ... maa ... “

Krek!

Leher itu diputarnya kuat. “Kukabulkan permintaannmu.”

Didorongnya tubuh itu menjauh. Lily berdiri dan beranjak dari kamar mandi. Namun langkahnya terhenti dan ia menoleh karena menyadari sesuatu.

“Yang satu ini belum mati rupanya?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status