Share

4.

Fathia hanya bisa terdiam di tempatnya. Pikiran dan hatinya berkecamuk bingung memikirkan hal tersebut.

Sampai beberapa menit berlalu, keheningan melanda di ruang tamu keluarga Ardi. Mereka menunggu sedikit jawaban dari Fathia.

"Ini cukup berat untuk saya. Tetapi pada akhirnya, mungkin saya akan mencoba mendekati Adnan, sebelum akhirnya nanti saya akan memutuskan untuk menerimanya atau tidak."

Wajah-wajah tegang yang sedari tadi terpasang di wajah orang-orang yang berada di ruangan ini, akhirnya sedikit meluruh juga ketika mendengar penuturan Fathia.

Semoga saat ini, apa yang diucapkannya adalah hal yang tepat. Walaupun sepertinya Fathia harus sedikit mengikis harga dirinya, karena ia yang harus berjuang untuk mendekati Adnan.

Kenapa pada akhirnya Fathia mau untuk mencoba mendekati Adnan? Karena ia berpikir Adnan adalah pria baik, yang terlihat polos dan berbeda dari pria di luaran sana. Mungkin saja pria itu akan menjadi suami dan ayah yang baik jika diberi pengertian dan pemahaman yang sesuai untuk dia cerna. Ya kita lihat saja ke depannya, apakah Fathia mampu untuk menjadi orang terdekat Adnan, dan apakah Adnan mampu untuk mengakrabkan diri dengan 'orang asing'? Hanya Tuhan dan takdirnya, yang akan menjawab semuanya.

***

Fathia beberapa kali melirik pria yang ada di sampingnya. Matanya tak lepas menatap pria yang sedari tadi malah sibuk menatap kolam ikan yang tak jauh dari gazebo yang mereka tempati.

Fathia akui kalau soal fisik, Adnan memiliki proporsi tubuh yang cukup dan wajah yang tampan. Ia terlihat 'normal' ketika sedang diam, namun akan terlihat 'berbeda' ketika ia dipancing atau diajak berbicara.

"Kita mulai dari awal, ya. Namaku Fathia." Ucap Fathia sembari memulai pembicaraan, tak lupa dengan sodoran tangannya.

Setelah beberapa puluh detik, tak ada sahutan apapun dari Adnan. Pada akhirnya Fathia kembali menarik sodoran tangannya. Ia harus mulai membaca tentang Autis spektrum itu seperti apa, bagaimana cara pendekatan terhadap penderitanya.

Sedangkan Adnan, masih terfokus untuk melihat ikan-ikan yang berenang ke sana ke mari di kolam yang berukuran 1 x 3 meter itu. Ia memang akan terfokus kepada suatu hal yang memang menurutnya menarik, dan fokusnya tak akan bisa terganggu walaupun diganggu sedemikian rupa. Kecuali jika memang ia sudah merasa risih akan hal yang mengganggu fokusnya, ia akan kesal dan berakhir tantrum. Jadi rasanya Fathia harus mengetahui hal tersebut, supaya nantinya Adnan tidak mudah tantrum.

"Oh iya, aku denger katanya kamu jago melukis, ya. Kalau boleh aku mau dong lihat lukisan kamu, dan diajarin ngelukis, kayaknya seru deh."

Setelah berpikir, akhirnya Fathia tahu harus membicarakan apa. Setidaknya Fathia sedikit tahu bahwa pria yang ada di sampingnya ini sangat senang melukis. Di dinding rumah Adnan, banyak sekali lukisan hasil pria itu yang terpajang. Bahkan dulu Andi pernah bercerita bahwa dia iri dan kesal karena orangtuanya sangat mendukung hal yang disenangi Adnan, sampai dibuatkan ruangan khusus untuk melukis, supaya Adnan bisa fokus menekuni bakat dan kesenangannya.

"Diajarin melukis?"

Fathia sedikit menyunggingkan senyumnya saat mendengar Adnan menyahutinya, walaupun kalimat tanya. Rencananya sedikit berhasil untuk memulai pembicaraan dengan Adnan.

"Iya, Fathia mau diajarin melukis. Kata Andi, kamu jago banget melukis. Boleh ya?"

"Eum... boleh. Nanti datang saja ke rumahku, kita melukis di sana."

"Melukis itu menyenangkan ya? Sepertinya wajah kamu terlihat bahagia sekali ketika mendengar kata melukis."

Fathia semakin menyunggingkan senyumnya saat mendapati Adnan tengah menatapnya, apalagi senyum yang tersemat di bibir pria itu terlihat manis. Ah andai saja Adnan 'normal', mungkin Fathia akan mudah jatuh cinta dan mungkin malah beruntung mendapatkan pria itu. Tetapi namanya manusia, pasti memiliki kekurangan di setiap kelebihannya.

"Ya, melukis sangat-sangat menyenangkan. Besok kamu datang saja ke rumahku, kita melukis bersama."

Fathia menganggukan kepalanya, mengiyakan pernyataan Adnan.

"Baik kalau begitu. Jadi sekarang aku temanmu?" Tanya Fathia sembari menyodorkan jari kelingkingnya, berniat membuat janji dengan Adnan.

Adnan terdiam beberapa saat menatap jari kelingking Fathia. Tentu saja ia tahu Fathia bukan orang baru di hidupnya. Ia mengingat beberapa kali wanita itu pernah bertemu dengannya di rumah, walaupun tidak pernah mengobrol seperti ini. Ia berpikir sejenak, apakah ia mau menerima Fathia untuk menjadi temannya.

"Boleh deh."

***

"Adnannya ada, tante?" Tanya Fathia saat pintu yang ia ketuk terbuka.

Hari ini Fathia mencoba memulai semuanya. Ia mencoba membuka hati, dan mencoba berteman terlebih dahulu dengan Adnan. Bukan hal yang mudah memang, tetapi ia harus mencobanya, sebelum hasil akhirnya akan ia putuskan, sesuai dengan hasil akhir bagaimana hubungannya dengan Adnan nanti.

"Silahkan masuk dulu, nak. Adnan ada di studio lukisnya. Mau duduk dulu atau langsung nemuin Adnan?"

"Langsung aja tante."

Setelah dipersilahkan, Fathia mulai mengekori Arini yang membawanya mendekati ruangan yang ada di dekat tangga.

"Adnan, ada Fathia nih." Ujar Arini sembari membuka pintu ruangan tersebut, dan menampakan Adnan yang terlihat serius dengan kanvas di depannya, dan kuas cat yang dipegangnya.

Fathia terdiam sebentar di tempat ia berpijak, saat melihat lukisan-lukisan yang ada di studio Adnan, lebih mencengangkan daripada yang di pajang di dinding rumah. Ingin rasanya ia membawa pulang salah satu dari beberapa lukisan yang berjajar di lantai itu.

Fathia kemudian menatap paperbag yang dibawanya, tiba-tiba saja ia merasa minder dengan apa yang dibawanya.

Awalnya Fathia berniat membawa dua kanvas dan beberapa merek cat, mulai dari water base sampai oil base karena ia kurang mengetahui Adnan memakai cat dengan jenis apa, ternyata saat melihat isi studionya, malah dipojok ruangan sudah terdapat lemari khusus untuk persedian melukis, lengkap mulai dari Kanvas, cat dengan berbagai merek yang bahkan Fathia tidak pernah melihat sebelumnya, dan beberapa alat lainnya yang tidak bisa ia sebutkan itu apa. Jujur saja Fathia kaget melihat lengkapnya lemari itu, karena ia pun beberapa kali pernah melukis hanya untuk menghilangkan stress.

"Kamu bawa apa?"

Fathia mengerejapkan matanya, lalu menyadari bahwa Adnan yang tadi dilihatnya sedang fokus, sudah berada di hadapannya. Ia bahkan tidak menyadari bahwa Arini sudah hilang entah pergi ke mana.

"I..ini, kanvas sama cat. Tapi kayaknya cat sama peralatan lukis kamu lebih lengkap deh, salah banget ya aku bawa ginian."

Adnan terkekeh kecil melihat Fathia yang terlihat agak gugup, menurutnya, gadis itu terlihat lucu karena bertingkah demikian.

"Gak papa, makasih ya. Gimana kalau kita pakai aja buat ngelukis bareng. Di halaman belakang aja yuk ngelukisnya." Ajak Adnan dengan nada yang riang.

Tanpa menjawab, Fathia hanya bisa mengekori kemana Adnan berjalan. Ia sudah tahu sebenarnya ke tempat mana yang Adnan tuju, halaman belakang yang dilengkapi kolam renang yang cukup luas dengan taman bunga di sisi kirinya. Hah, dahulu ia sering sekali untuk duduk di pinggir kolam renang dengan kaki yang tercelup ke kolam renang, kemudian mengobrolkan hal apapun dengan Andi. Jadi flashback sendiri kan, padahal sekarang di depannya bukan lagi Andi, tetapi orang yang berbeda. Dia, Adnan.

Fathia hanya terdiam di tempatnya, memperhatikan Adnan yang sedang mempersiapkan dan merapihkan peralatan lukisnya. Pria itu memilih spot melukis di dekat taman bunga, lebih tepatnya di gazebo.

"Kamu bisa duduk di sini."

Fathia hanya menganggukan kepalanya, kemudian mulai melangkahkan kakinya untuk duduk di tempat yang Adnan tunjuk, di sebelah pria itu.

"Mana kanvas sama catnya?"

Fathia segera menyodorkan paperbag yang dibawanya. Ia hanya duduk diam sembari memperhatikan Adnan yang mulai menautkan kanvas ke penyangga lukisan, dan membuka satu persatu cat dari kemasannya, kemudian menuangkan cat tersebut ke palet.

Suasana tiba-tiba hening, tak ada lagi yang berbicara. Hanya terdengar goresan kuas yang mulai diayunkan Adnan di atas kanvas.

"Kapan-kapan, aku minta kamu buat melukis wajah aku, ya." Ujar Fathia, tangannya sembari sibuk menyiapkan alat lukis yang akan digunakannya.

Fathia menolehkan kepalanya ke arah Adnan, saat menyadari bahwa pria itu tidak menanggapi ucapannya. Yah sudahlah, ia harus sabar akan kekurangan Adnan yang satu itu, terfokus pada satu hal yang teramat menarik untuknya, sampai tidak bisa diganggu ataupun diajak ngobrol.

Awalnya Fathia mengira semuanya akan terasa mudah untuk mendekati Adnan, karena pria itu tertawa di pertemuan pertamanya setelah menjadi teman, tetapi ternyata ya seperti inilah ujungnya. Fathia seperti melukis sendirian, saking fokus dan diamnya pria itu saat sedang melukis.

Bersambung

(Selesai ditulis pada hari selasa, 07 september 2021, pukul 18.40 wib).

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status