"Kau pelayan yang bertugas di dapur, sekarang kau ceritakan yang terjadi selama ini!" perintah Meira.
"Maaf, Yang Mulia. Hamba tidak tahu. Hamba hanya menjaga pintu masuk. Yang hamba curigai adalah selir kedua yang masuk ketika jadwal minum jamu Nyonya tiba." pelayan pendek itu menunduk karena merasakan aura dingin dan mencekik dari tatapan menusuk Meira.
"Kau, Seingatku ibuku memanggilmu dengan Adin. Kau tadi yang membawakan jamu itu. Sekarang kau jelaskan!" Pelayan yang bernama Adin tersebut menggigil ketakutan, membuat Meira yakin ia tau sesuatu. Adin berkeringat dingin dan kaki nya bergetar, ia hampir saja jatuh hanya karena tatapan Meira.
"kenapa kau tak menjawab. Apa kau tau segalanya?" Meira meraih dagu Adin dan menghempaskannya kasar.
"A-nu Yang Mulia. Hamba tidak tahu." Meira semakin curiga karena pernyataan yang diberikan Adin tidak sesuai dengan gestur tubuh nya saat ini. Sehingga menimbulkan ide bagus dari otak cantiknya Meira.
"Kalau kalian tidak mau jujur. Aku akan membuat keturunan kalian menderita, bila perlu mati sekarang juga. Namun sebelumnya aku akan memenggal kepala kalian terlebih dahulu." Meira duduk di kursi pemimpin di ruang sidang tersebut dengan santai. Ia menyilangkan kakinya dan menumpukan dagunya diatas tangannya dengan lentik. Meira sedang menunggu sampai mereka mau membuka suara.
"Y-Yang Mulia." semua menatap Pelayan dengan tompel dibawah matanya.
"Yah?" Tanya Meira.
"Pelakunya adalah Nyonya Rana, selir kedua. Sebelumnya dia juga pernah membunuh selir pertama dengan jamu racun. Dia juga sedang melancarkan aksi pertamanya untuk membunuh Nyonya Risa, ibu kandung Yang Mulia." pelayan itu menunduk ketakutan dan menangis. Dia mengeratkan tangannya pada baju kurung yang ia pakai.
"Kalian dibayar berapa untuk menutup mulut, huh?" tanya Meira.
"kami tidak dibayar, tapi jika kami membuka mulut maka kami akan di racun dengan jamu itu juga." Jawab Adin dengan penuh kecemasan.
"Kalau kalian membuka mulut padaku maka kalian akan selamat. Kalian boleh kembali dan terima hadiah dariku karena kalian semua mau membuka mulut, dan kau Adin, kau Si Pendek dan kau si Tompel. Kalian mendapat hadiah yang berbeda dari mereka semua." mendengar hal itu, mereka bergembira. Mereka kira mereka akan dihukum ternyata Ratu mereka malah memberi mereka hadiah.
"Dan aku akan memberi imbalan, jika kalian memberi satu informasi, maka akan kuberi 10 koin emas dan kelipatannya. Katakanlah kalau kalian tidak hanya kupekerjakan sebagai pelayan tapi kalian ku pekerjakaan sebagai mata mata istana ini." mereka semua mengangguk bahagia, posisi mereka menjadi terasa lebih penting dibandingkan sebelumnya. Mereka merasa lebih dihargai dan berharga menjadi mata mata ratu mereka.
"Tapi," Meira memberi jeda.
"Jika salah satu dari kalian berkhianat. Maka bersiap menjadi badan tanpa kepala." Mereka semua mengangguk dan tersenyum. Meira pun mempersilahkan mereka pergi. Dan tinggalah Meira sendiri di ruang sidang itu.
"Sepertinya dunia yang aku jalani sekarang sangat menyenangkan. Aku Clarissa akan menjalani kehidupan pemilik tubuh yang bernama Meira."
****
"Penggal kepalanya sekarang juga. Apa perlu aku yang memenggalnya dengan tanganku sendiri, huh." Dengan kursi kebesarannya, Meira memerintah Deas untuk memenggal kepala selir kedua. Semua mata menyaksikan adegan pilu tersebut. Tera menangis tersedu-sedu saat tahu ibu kandung nya hendak mendapatkan hari penghakimannya.
"Meira, sejak kapan kau berubah menjadi kejam. Setahuku, kau adalah anak yang lemah lembut. Kenapa kau berubah?" teriak Tera diselingi dengan tangis pilu keluarga dari pihak selir kedua.
"Aku berubah karena aku sadar. Kerajaan ini butuh sebuah revolusi besar besaran. Jika aku menjadi manusia yang lemah lembut, bagaimana sebuah hukum dijalankan? Mereka pasti akan meremehkanku termasuk kau!!" Meira turun dari kursi kebesarannya dan mengambil pedang yang akan digunakan untuk memenggal kepala Rana.
"kalau kau tak mampu memenggal, biarkan aku yang memenggal!." Meira mengayunkan pedang tersebut, sedikit lagi akan mengenai kulit leher Rana dan dia mengayunkan lagi dan Skreeeekkkkk....Darah segar mengalir dengan lancar, daging nya keluar beserta selaput selaput licin yang ada di dalam leher. Darah semakin deras dan akhirnya kepala itu terlepas dari tubuh pemiliknya. Setelah Meira rasa cukup, ia pun menarik pedangnya dan membersihkan darah yang menempel dari pedang tersebut.
"KAU SEORANG PEMBUNUH!!!" teriak Tera histeris dengan tangis yang semakin menggelegar keluar.
"Kau bilang aku pembunuh. Apa kau tak tahu kalau ibumu juga membunuh selir pertama. Semua boleh keluar karena drama sudah selesai. Dan jangan lupa Rodiah kau bersihkan semua ini bersama pelayan pelayan."
"B-baik, Yang mulia." ucap Rodiah dengan mulut yang bergetar. Karena baru saja menyaksikan adegan yang tak biasa, apalagi pemerannya adalah Ratu Meira yang lemah lembut ralat Ratu Meira yang kejam.
Meira pun lekas keluar dari ruangan untuk segera membersihkan tubuhnya.
"Oh ya, Rodiah. Jangan lupa perintahkan mereka untuk mempersiapkan pemakamannya." Perintah Meira ketika Meira sudah tampak jauh.
"Baik, Yang mulia." Rodiah meneguk ludahnya ketika ia menatap kembali mayat segar yang tergeletak begitu saja setelah digantung.
"Kalian berbagi tugas dengan membuat kelompok. Kelompok pertama membersikan mayat, kelompok dua membersihkan ruang dan kelompok tiga menyatukan kepala dan badan Nyonya Rana!" perintah Rodiah yang kemudia diangguki dengan semua pelayan.
"Jumlah pelayan disini ada 250. Kalian bagi saja kelompoknya sendiri atau saya yang membagikan?" tanya Rodiah.
"Kami saja, bu." ucap mereka serentak.
****
"hmmm, sabun dan pewangi disini segar sekali. Walaupun kuno, tetapi kualitasnya tidak kalah dengan kualitas yang ada di dunia ku dulu." Meira bergumam sambil menggosok gosok badannya. Sekarang ia sedang berendam di air hangat yang penuh dengan wewangian.
"Hidupku bahagia sekali di tubuh seorang Meira. Hmm. Meira sepertinya aku tak tahu bagaimana caranya keluar dari kehidupanmu yang nyaman ini." gumamnya lagi.
"oh iya bagaimana kalau aku membuat cermin?" Ucap Meira pada dirinya sendiri sambil memainkan sabun dan membuat gelembung yang memantulkan pantulan wajahnya.
Meira. Ratu dari kerajaan Danina. Menjadi sangat kejam. Kabar angin tentang perubahan sifat Ratu mereka terdengar hingga kerajaan tetangga. Yaitu, kerajaan Afroja."Siapa itu Meira?" Tanya Vartan pada penasehat kerajaan."Kau tak ingat, Yang Mulia. Dia adalah anak perempuan yang dulu kau sebut cengeng." Rodi tertawa mengingat hal itu dimana mereka dulu sering sekali bertengkar."Itu sudah lama sekali sekitar 20 tahun yang lalu, mungkin." Vartan memainkan berlian yang ada di jarinya, lalu melemparkan nya kepada Rodi."Ambil itu, dan perintahkan pengawal untuk mempersiapkan kendaraan. Kita akan rapat mengenai kerja sama kita dengan kerajaan Danina yang sudah berganti pemimpin itu." Perintah Raja Vartan kepada Rodi. Rodi yang baru saja mendapat berlian dari rajanya menjadi semangat untuk bekerja."Segera, Yang Mulia."***"Ada berapa tahanan lagi, Hans?" tanya Meira pada pengurus penjara."Mereka semua berjumlah 13, Yang Mulia." j
Sudah tiga hari lamanya Vartan berada di Kerajaan Danina. Membuat kepala Meira seakan pecah dengan kekacauan yang dibuat Vartan. Raja menyebalkan itu selalu mengganggu saat saat kosongnya, Sehingga mengukir lingkar hitam pada kedua matanya."Bagaimana caranya agar ia pergi dari kerajaan ini, aku sudah lelah dengan tingkahnya yang absurd." Meira menjambak rambutnya kesal. Kini ia menatap gambar dirinya di pajangan alumunium maklum disini tak ada cermin. Meira pun memiliki ide untuk mengusir Vartan secara halus."Be a smart woman!! Tidak hanya berpacu pada satu hal!" Meira memilin anakan rambutnya dan menyelipkannya diantara telinga kirinya."Bawa aku ke penginapan dimana Vartan berada!" perintah Meira."baik, Yang Mulia."Own crown"Ada apa ingin bertemu denganku?" tanya Vartan dengan menyilangkan kedua tangannya diatas dada bidangnya."Aku pasti akan membicarakan hal yang penting. Apa aku terlihat seperti orang yang bertele-tele?" Mei
"Hesa, Apakah kau benar akan menikahiku?" tanya Tera dengan kerudung birunya."Maafkan aku. Aku masih mencintai, Meira." pernyataan Hesa membuat Tera menangis."jadi apa maksud lamaran yang lalu?" tanya Tera setelah dia menyeka air matanya."Coba kau pikirkan, kau tak punya apa apa lagi. Kau memang seorang putri. Tapi kau, dayang pun tak punya." Kata kata Hesa benar benar menusuk hati dan menjatuhkan harga diri Tera."Kenapa semua orang di dunia ini berpihak hanya kepada Meira. Kenapa aku tak diperbolehkan merasakan kasih sayang yang sebenarnya," Tera menumpahkan semua rasa yang ia pendam selama ini dengan menangis."aku iri kenapa dia yang menjadi ratu, bukankah aku juga mampu. Oh iya, karena aku anak selir bukan?""Dunia tidak adil. Lebih baik aku bunuh diri saja." Hesa tak memperdulikan kata kata Tera, ia hanya diam menunggu Tera melakukannya.Prok..prok..prok.."Hei, dua sejoli yang bodoh!" tepuk tangan Meira membuat drama
Meira memijat kepalanya yang sedikit sakit akibat perkataan Risa semalam. Meira berencana mengeluarkan peraturan baru agar Risa tenang."Yang Mulia, Kekacauan terjadi di kerajaan kita. Kerajaan Afroja mengancam akan menghabisi kerajaan ini jika Yang Mulia tidak menghampiri mereka" disela sela lamunan Meira, Rodiah datang bersama para dayang juga segerombolan pelayan dan para petinggi."APA!!! KENAPA INI BISA TERJADI?" tanya Meira. Sepertinya masalahnya tak akan pernah selesai kalau begini caranya."Saya tidak mengerti Yang Mulia. Mereka datang secara tiba tiba. Dan Mereka sudah sampai ke pintu gerbang istana!" ucap Rodiah dengan wajah penuh peluh."Hmm, jangan kerahkan pasukan! Biar aku sendiri yang menanganinya!" mereka semua terkejut. Kerajaan Aforja membawa pasukan yang tidak sedikit. Bagaimana kalau terjadi apa apa pada ratu mereka? Inilah yang ada di pikiran mereka.***"SEMUA, BUKA JALAN JANGAN ADA YANG MENGHALANGI!" Teriak Meira
"Aku harus mencari cara agar Vartan gila itu menjauh dariku!!" Gumam Meira.BRAKKK....."Ahaa....Aku punya ide!!" Para dayang terkejut karena gebrakan yang Meira perbuat.Sekarang dayang dayang bertambah bingung karena ulah Meira yang tiba tiba berjalan keluar dengan tawa bahagianya."Aku khawatir kalau Yang Mulia menjadi sakit jiwa karena Tuan Vartan," bisik Naomi pada Rodiah."Perhatikan kata-kata mu, Naomi!!" bentak Rodiah membuat Naomi terdiam.***"Semuanya! Maksud saya mengumpulkan kalian yang terhormat disini adalah untuk membahas mengenai pernikahan Tera dan Vartan!" Mendengar hal itu keadaan ruang sidang menjadi sunyi. Tak lama kemudian terdengar gelak tawa Vartan yang kemudian diikuti seisi ruang."kenapa kalian? Ada yang lucu?" tanya Meira."Maaf Calon istriku! Tera sudah punya Hesa untuk dijadikan suaminya!" Ucap Vartan membuat Meira terdiam."Aku Ratunya disini. Jadi sebagai kakaknya. Kakak tiri
"Aku harus menemui Ibu. Aku harus tahu kebenarannya. Agar kedepannya, aku tahu bagaimana harus bertindak!" Meira yang masih terdiam kini mondar mandir menebak nebak apa yang terjadi."Yang Mulia, Tuan Vartan menunggu di ruang tengah." sampai Rodiah pada Meira."Bajingan itu lagi. Mau apa ia kemari?!!"Meira memakai mahkotanya dan memberi pewarna pada bibirnya. Setelah ia rasa cukup, ia menyelesaikannya dan pergi menuju tempat yang dimaksud Rodiah.***"Ada keperluan apa kau datang?!!" Meira berkacak pinggang dengan wajah kesal khas miliknya."Baik, aku akan langsung pada intinya,""Pernikahan kita akan dilaksanakan 20 hari lagi,""jadi, bersiap-siap untuk menjadi pengantinku. Aku pergi dulu. Sepertinya, calon istriku adalah orang yang pemarah." Vartan mengedipkan matanya pada Meira."Kau pikir karena kau seorang Raja yang kaya aku mau padamu. Dasar bajingan!!!"teriak Meira namun tak dipedulikan oleh Vartan."aku h
"Tempat apa ini?" tanya Meira pada kusir."Ini adalah negeri ungu, semua dipenuhi dengan warna ungu sebagai ciri khas daerah ini," ujar kusir itu."Saya akan antarkan nona ke danau di tengah kota. Tempat istimewa bagi rakyat disini," jelas lagi kusir itu.Meira tidak membalas penjelasan dari kusir tersebur. Ia hanya diam memandang pemandangan serba ungu."Sudah sampai!! kalau boleh saya tebak, anda pasti kabur dari rumah karena perjodohan, ya?!!" tutur kusir itu."Diam!!! Kau tak dibayar untuk mengetahui masalahku!" Kusir itu hanya bungkam mendengar penuturan yang agak kasar dari Meira."Maaf, bersenang senang lah nona!" kusir tersebut pergi meninggalkan kota tersebut.***Meira berjalan sambil menikmati sejuknya angin yang berhempas kecil. Aroma ungu dari kota seperti wangi lavender, tetapi tidak pekat, hanya wangi lembut saja.Meira melihat ada kursi taman, mengarah pada danau ungu dan angsa yang menari.Tiba tiba
"Tempat apa ini?" tanya Meira pada kusir."Ini adalah negeri ungu, semua dipenuhi dengan warna ungu sebagai ciri khas daerah ini," ujar kusir itu."Saya akan antarkan nona ke danau di tengah kota. Tempat istimewa bagi rakyat disini," jelas lagi kusir itu.Meira tidak membalas penjelasan dari kusir tersebur. Ia hanya diam memandang pemandangan serba ungu."Sudah sampai!! kalau boleh saya tebak, anda pasti kabur dari rumah karena perjodohan, ya?!!" tutur kusir itu."Diam!!! Kau tak dibayar untuk mengetahui masalahku!" Kusir itu hanya bungkam mendengar penuturan yang agak kasar dari Meira."Maaf, bersenang senang lah nona!" kusir tersebut pergi meninggalkan kota tersebut.***Meira berjalan sambil menikmati sejuknya angin yang berhempas kecil. Aroma ungu dari kota seperti wangi lavender, tetapi tidak pekat, hanya wangi lembut saja.Meira melihat ada kursi taman, mengarah pada danau ungu dan angsa yang menari.Tiba tiba