Share

Kabar Angin

Meira. Ratu dari kerajaan Danina. Menjadi sangat kejam. Kabar angin tentang perubahan sifat Ratu mereka terdengar hingga kerajaan tetangga. Yaitu, kerajaan Afroja.

"Siapa itu Meira?" Tanya Vartan pada penasehat kerajaan.

"Kau tak ingat, Yang Mulia. Dia adalah anak perempuan yang dulu kau sebut cengeng." Rodi tertawa mengingat hal itu dimana mereka dulu sering sekali bertengkar.

"Itu sudah lama sekali sekitar 20 tahun yang lalu, mungkin." Vartan memainkan berlian yang ada di jarinya, lalu melemparkan nya kepada Rodi.

"Ambil itu, dan perintahkan pengawal untuk mempersiapkan kendaraan. Kita akan rapat mengenai kerja sama kita dengan kerajaan Danina yang sudah berganti pemimpin itu." Perintah Raja Vartan kepada Rodi. Rodi yang baru saja mendapat berlian dari rajanya menjadi semangat untuk bekerja.

"Segera, Yang Mulia."

***

"Ada berapa tahanan lagi, Hans?" tanya Meira pada pengurus penjara.

"Mereka semua berjumlah 13, Yang Mulia." jawab Hans.

"Baik, kurung mereka di penjara bawah tanah. Dan berikan mereka roti tawar tanpa ragi." Hans mengangguk dan memerintahkan para pengawal untuk melaksanakn tugas yang diberikan Meira.

"Yang Mulia," dengan tergesa gesa Rodiah menunduk hendak menyampaikan sesuatu.

"Ada apa, sobatku?" tanya Meira.

"ada penambahan jadwal mendadak. Karena, raja dari kerajaan Afroja datang untuk memastikan kerja sama yang terjalin selama ini tetap berjalan." sampai Rodiah pada Meira.

"apa tidak bisa diundur, sepertinya aku sedang ingin beristirahat. Badanku terasa sakit." ucap Meira sambil memijat bahu kirinya.

"Aduh, bagaimana ini ya. Saya akan sampaikan pada Tuan Vartan." Rodiah hendak permisi pergi namun ia disergah Meira.

"tunggu, lebih baik aku jalani saja. Tapi dengan pakaian penuh darah seperti ini tak apa, bukan?"

"Itu semua saya serahkan pada Yang Mulia." Jawab Rodiah.

"kau ini bagaimana, aku kan bertanya." mereka pun pergi menuju gerbang untuk menyambut kedatangan Raja Vartan beserta pengikut pengikutnya.

***

"PENYAMBUTANNYA SEMERIAH INI?" tanya Meira teriak karena ia yakin suaranya tidak akan terdengar jika ia bicara pelan.

"BENAR YANG MULIA, INI MEMANG SUDAH TRADISI KITA." Meira hanya ber-oh ria dan menikmati keramaian yang ada.

Setelah beberapa lama, musik berhenti dan keadaan menjadi hening. Kemudian, muncullah seorang pria dengan kemegahannya diikuti dengan pengawal pengawal yang gagah.

Meira pun membungkukan punggungnya untuk memberi salam dan dibalas hal yang sama oleh Vartan.

"Baju yang menarik" Ntah itu pujian atau sindiran Meira hanya menampilkan wajah datarnya.

"Aku tak sempat berbenah karena anda datang tiba tiba" jawab Meira.

"Apakah aku seperti hantu sehingga kau bilang aku datang tiba tiba?" tanya Vartan dengan unsur candaan yang khas darinya.

"mungkin sejenisnya" Meira pun mempersilahkan Vartan beserta pengikutnya masuk keruangan rapat.

"Ada apa dengan baju yang penuh dengan warna merah itu?" Masih dengan sindirannya Vartan tetap kukuh untuk mencobai Meira.

"Menurutmu?" Meira memandang sinis Vartan yang berada didepannya dengan jarak 4 meter. Karena memang meja rapatnya berukuran panjang 4 meter.

"Kalau seseorang bertanya jawablah dengan jawaban, bukan dengan pertanyaan." Ucap Vartan kini dirinya sudah hampir percaya Meira berubah.

"Terserah mu" Jawab Meira.

"ya sudahlah, bilang saja kau tak mau mengaku kalau bajumu terkena darah orang orang yang kau penggal kepalanya," ucap Vartan disela makannya. Meira masih menghitung tingkat kesabarannya.

"Aku tak yakin seorang lemah lembut seperti mu bisa memenggal kepala manusia. Dulu, kau saja sangat takut kalau menyakiti hewan. Dan tambahan untukmu, kau dulu adalah seorang anak yang cengeng," Meira masih menarik napasnya dan mengepal kedua tangannya.

"Kudengar kau hilang ingatan, apa kau hanya berpura pura. Supaya kau bisa menghindari masalah?" Ucap Vartan lagi membuat Meira geram. Dia pun menggebrak meja dan mengeluarkan pedang yang tersembunyi di bawah meja kehadapan Vartan.

"Apa kau tak bisa berbicara hal yang penting saja. Jika kau bertele tele lagi. Aku pastikan kau akan menjadi badan tanpa kepala!!" tegas Meira.

"hohoho, santai saja. Baik baik. Aku hanya ingin membicarakan tentang kerja sama yang sudah terjalin  sejak lama diantara kerajaan kita. Bagian dimana ketenagakerjaan dan pendidikan yang akan kita lakukan revolusi," Vartan mulai serius ketika ia sadar bahwa wanita didepannya ini tidak bisa diajak bermain.

"sepertinya aku telah memerhatikan bahwa kau sangat egois dalam mengambil keuntungan. Kau mengambil 60 persen keuntungan sedangkan aku 40 persen. Menurutku inilah yang menyebabkan bahwa kerajaan kami kurang makmur," Meira menjelaskan situasi yang ia ketahui dari penasehat kerajaan.

"baiklah, aku akan setuju untuk membagi rata keuntungan. Aku hanya ingin tahanan yang berasal dari kerajaanku kau bebaskan. Sudah kuperhitungkan, kau memenggal kepala 38 orang yang tak lain adalah rakyatku. Kau tidak memenuhi hukum yang berlaku, tanpa seizin dariku kau dengan suka hati memenggal kepala mereka." Meira membelalakan matanya, ia gelap mata akhir akhir ini. 38 orang tidaklah sedikit.

Kau seorang pembunuh sekarang, Clarissa.

"Maaf soal itu, akan kuperintahkan anak buahku untuk melepaskan mereka. Rodiah! Cepat turunkan surat perintah kepada penjaga kepala untuk segera melepaskan tahanan dari Kerajaan Afroja!!" Perintah Meira.

"Baik, Yang Mulia."

***

"Vartan benar benar menyebalkan! Menganggu kekuasaanku!"

Dayang tak menjawab karena takut. Sementara Meira kembali pada lamunannya.

"Kenapa ada reinkarnasi pada diriku. Dan anehnya ini mirip dengan dunia Eropa bukan Cina, korea atau jepang yang sering aku tonton!" racau Meira yang agak sulit di mengerti dayang dayangnya.

"Ratu berbicara tidak jelas. Apa itu efek dari berhadapan dengan Tuan Vartan?" tanya Naomi pada Rodiah.

"Aku juga tak tahu!" Jawab Rodiah setelah itu mereka menatap Meira yang berucap kata yang mereka kurang pahami sehingga mereka menganggap itu adalah racauan.

Author note: Harapanku hanya ada pada readers.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status