Share

Part-20 Pernikahan Kanaya

Di pesta pernikahan Kanaya Azzahra dan Ilham Azhari, Thoriq datang berdua Umi. Tadinya Ilham meminta Thoriq menjadi pengiring pengantin pria namun karena Umi tak ada temannya jadilah Thoriq menjadi tamu undangan biasa. Setelah memberikan selamat kepada Ilham dan Kanaya Thoriq mengambil tempat duduk bersama Umi di meja bulat yang dikhususkan untuk keluarga. Thoriq sibuk mengambilkan makanan tapi Umi hanya menginginkan buah potong dan sepotong kue kecil.

“Sudah banyak yang tidak bisa Umi makan Nak, makanan pesta banyak mengandung lemak. Enak dimulut tapi tidak sehat di perut...” Umi selalu terharu melihat pelayanan anak lelakinya pada dirinya, apalagi usai Abi meninggal Thoriq sangat memperhatikannya. 

“Assalamualaikum Thoriq, apa kabar. Pulang dari Saudi gak bilang-bilang. Sibuk ya...?” Ridwan dan Aris menghampiri, keduanya mengangguk hormat pada Umi.

“Alhamdulillah baik, gimana kabar kalian.. “

“Alhamdulillah baik dan masih jomblo, kalah cepat sama Ilham...” Ridwan dan Aris terkekeh.

“Semoga kalian berdua segera menyusul Ilham..” doa Thoriq.

“Anda juga kali, kan sama-sama jomblo...” goda Ridwan.

“Ya, kita saling memdoakan” Thoriq menjawab tersenyum, melihat Kanaya dan Ilhan tersenyum bahagia Thoriq ikut bahagia. Semoga pernikahan mereka langgeng hingga maut memisahkan, doanya.

Empat wanita memasuki ruangan, hampir semua mata tertuju kepada mereka karena kecantikan dan tinggi dan berat badannya yang proporsional, salah satu dari mereka memakai gamis modern warna hijau tosca dengan hijab senada, nampak anggun dan bersinar. Ridwan dan Aris melongo, reflek menepuk bahu Thoriq yang sedang bicara dengan Umi.

“Thoriq, siapa si gamis hijau itu...?” Ridwan memaksa Thoriq mengikuti pandangannya.

Ketika mengangkat wajah mata Thoriq beradu pandang dengan tatapan gadis itu. Savanna, bisiknya dalam hati. Gadis itu memakai gamis hadiah darinya satu tahun yang lalu. Ia terlihat lebih berisi, anggun dan tampak matang. Senyum manis tersungging dibibirnya, detik berikutnya Savanna bergabung dengan ketiga temannya untuk memberi salam pada Kanaya dan Ilham. 

Banyak orang penting yang datang di pesta Kanaya dan Ilham, secara keduanya adalah orang yang dikenal publik utamanya Kanaya yang profesinya sebagai designer busana muslim ternama ibu kota. Banyak para model dan selebritis juga hadir. Setelah memberi salam pada mempelai dan bertegur sapa dengan orang-orang yang dikenalnya Savanna berjalan kearah Thoriq namun langkahnya melambat ketika dilihatnya wanita baya yang berada disamping Thoriq.

“Thoriq ajak dia kesini, Umi mau bicara dengannya...” Umi memperhatikan gerak-gerik Savanna dengan memakai gamis dan hijab gadis itu terlihat anggun, berbeda dengan foto yang ditemukan di majalah setahun yang lalu. Memakai busana houte couture transparant yang memperlihatkan sebagian tubuh indahnya.

“Umi....?” Thoriq menatap tak percaya.

“Ayolah Nak, jangan sampai Umi

berubah pikiran...” Umi menggoda anaknya dengan senyum.

Thoriq berdiri dari duduknya, berjalan mendekati Savanna dan membawa gadis itu duduk dekat Umi, meski tersenyum ramah Savanna terlihat canggung. Diciumnya tangan Umi dengan takzim, layaknya seorang anak yang mencium tangan orang tuanya.

“Itu bukannya gadis yang ada di papan iklan waktu kita makan bersama dulu..?” Ridwan menggali ingatannya.

“Ya, itu mantan pacar Thoriq...” jelas Aris sambil memperingatkan agar Ridwan memelankan suaranya.

“Anda tahu dari mana..?” Ridwan mengerutkan keningnya.

“Ilham yang cerita, bahkan istri Ilham juga mantannya Thoriq...” lanjut Aris.

“Jangan asal ngomong..” Ridwan tak percaya, sepasang bola matanya nyaris melompat keluar saking kagetnya.

“Itu juga cerita Ilham bro...” Aris menggaruk kepalanya yang tak gatal.

“Aku juga mau sama mantannya yang sekarang kalau Thoriq tak berminat lagi padanya...” Ridwan nyengir kuda.

“Ngaca dulu agak lama baru bicara, sok pede banget anda. Itu Savanna Halinna Putri, model profesional yang tinggal di Italia.

“Kok anda tahu...?” Ridwan mengernyitkan dahinya.

“Kukira hanya anda yang tak tahu dia, beritanya selalu viral di medsos bro...” Aris tersenyum menang.

“Dasar pakar medsos. Si Thoriq bisa laku keras gitu, padahal aku tak kalah keren dari dia...” Ridwan mulai usil, reflek merapikan hem-nya dengan lagak sok tampan.

“Thoriq itu istimewa bro, lihat bagaimana caranya dia memperlakukan ibunya. Bahkan Thoriq putus dari gadis itu karena Umi tak setuju karena dia seorang model...” lanjut Aris.

“Wow, gadis secantik itu dibuang begitu saja...?”

“Dia tidak hanya cantik bro tetapi juga terkenal dan tajir, model profesional...” Aris menatap kagum.

“Kok aku selalu gak update jika bertemu anda...?” Ridwan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

“Makanya jangan bisnis aja yang  diurusin, perhatiin juga ibu dirumah. Tiap hari hanya ditinggal sama pembantu..”

“Kok sekarang anda nyinyir  Ris...” Ilham menggaruk kepalanya yang tak gatal, mati kutu!

“Tidak, kan Riris sering datang kerumahmu untuk menemani ibumu ngobrol...”

“Kok bisa...?” Ridwan kaget.

“Bisalah, kan ibumu telepon aku..” Aris tersenyum menang, kesal dengan tampang Rindwan yang sok bodoh.

“Kenapa gak telepon aku ya...”

“Karena jarang anda angkat, kasihan ibumu kesepian. Sempatkan waktu untuk mengobrol dengannya...” Aris menepuk bahu sahabatnya.

“Terima kasih sudah menjadi teman yang baik bro, mengingatkan hal penting yang kadang kulupakan...” mata Ridwan berkaca memperhatikan bagaimana Thoriq melayani ibunya.

Pesta masih ramai undangan yang datang sementara Alin, Lucy dan Amira kehilangan Savanna sampai mereka menemukan dimana posisi gadis itu. Lucy dan yang lainnya takjub melihat siapa yang duduk disamping Savanna. Kenapa anda selalu beruntung savanna, sepertinya semua laki-laki tampan dan baik didunia ini hanya tertarik padamu. Nasib anda bagus banget, dumal Lucy dalam hati.

“Apa yang sudah anda lakukan untuk dunia hingga anda mendapatkan hadiah seistimewa itu...?” ucap Lucy.

“Hus....”Alin mengingatkan Lucy.

“Sir Edward yang bangsawan Inggris, itu siapa lagi Alin disamping Savanna.? Duuuh, posturnya seperti model, wajahnya bersinar seperti orang sholeh. Perpaduan serasi yang jarang terjadi" Lucy mengagumi pemuda yang duduk disamping Savanna.

“Itu Muhammad Thoriq, juara MTQ dua tahun lalu dan jebolan Universitas Al-Azhar Kairo masih minat....?” Alin senyum tipis, meledek Lucy yang hoby pesta.

“Duuuh....gak bisa clubing dong..” Lucy nyengir kuda.

“Makanya...udah anteng aja sama si Boby, gak pakai lirik-lirik rumput hijau tetangga...” timpal Amira sambil nyengir.

Ketika Savanna mohon pamit Umi memegang tangannya dengan tatapan ramah. Senyum menghiasi bibir wanita setengah baya itu, wajah cantik semi Arabnya dengan hidung mancungnya masih jelas terlihat.

“Bolehkah saya bertanya sesuatu..?” Umi menatap gadis itu, tak salah anak lelakinya begitu mencintai gadis ini. Sepasang bola matanya begitu teduh dan penuh kasih sayang, padahal dulu Umi pernah menyakiti hatinya tapi keramahan Savanna tak berubah, tak terlihat dendam dimatanya.

“Tentu saja boleh Umi...” dada Savanna mulai berdebar, ia sungguh takut kejadian dulu terulang.

“Maafkan Umi pernah salah menilai dan menyakitimu...” dipegangnya kembali  tangan gadis itu dengan perasaan berbaur.

“Tidak apa-apa Umi, saya maklum...” suara yang dulu begitu tegas dan penuh wibawa itu kini melunak dan memohon maaf padanya. Savanna terharu, hati seorang ibu selalu berpihak kepada anaknya.

“Apakah anda sudah menikah...?” Umi menatap ragu-ragu.

“Belum Umi...” Savanna tercekat, aliran darahnya seperti mendadak berhenti di tubuhnya.. 

"Thoriq juga belum menikah, dia terus menunggumu. Menderita dan kesepian..." Umi menatap anak lelakinya yang sedang berbincang dengan kedua temannya dengan sudut mata berair. Umi sudah merusak hubungan kasih anak lelakinya dengan gadis disampingnya ini, ia ingin memperbaiki kesalahannya sebelum semuanya terlambat.

"Umi..." mata Savanna mulai memanas, digigitnya bibir bawahnya kuat-kuat untuk menahan air mata yang akan luruh. Wanita yang kuat ini, yang dulu melabraknya diruang kerja Alin dan memintanya untuk meninggalkan anaknya kini begitu rapuh dihadapannya, meminta maaf dan sedang berusaha mengembalikan kebahagiaan anaknya.

Bolehkah Umi dan Thoriq datang kerumahmu...?” sepasang mata tua itu menatapnya penuh harap.

“Tentu saja boleh Umi...” Savanna menjawab tersenyum, perasaannya membuncah.

“Terima kasih Nak, Thoriq hanya mencintaimu dan dia terus menunggumu..."

Savanna terharu, perasaannya melayang tak tentu arah. Setelah mencium tangan Umi Savanna pamit pada Thoriq, laki-laki itu mengantar Savanna dan bertemu ketiga temannya. 

Entah siapa yang membocorkan kedatangan Savanna dari Milan, sampai pintu keluar wartawan sudah berkerumun. Savanna Halina Putri, kehadiran model profesional di pernikahan Kanaya designer muda mengundang perhatian para kuli tinta. Mereka berdesakan untuk mendapatkan berita ter-update dari super model itu hari ini.  Savanna yang memakai high heel kehilangan keseimbangan namun Thoriq sigap memegang lengannya, nyaris keduanya berpelukan. Sedetik keduanya saling menatap...

“Astagfirullahaladzim, maaf...” Thoriq pelan melepas pegangan tangannya namun kehadirannya disamping Savanna malah mengundang pertanyaan para wartawan.

“Apakah ini kekasih Anda yang baru, kemana Mr. Bule yang bangsawan dari Inggris itu...?” wartawan dari kolom intertainment memburunya dengan pertanyaan bertubi-tubi."

“Kapan datang dari Milan ...?” wartawan mode menambahi, namun seperti biasa Savanna hanya menjawab dengan senyuman. Miss no coment, itulah icon untuk supermodel Savanna Halina Putri yang tinggal di Milan.

Berita kehadiran model profesional dari Milan di ekspose hingga menenggelamkan berita utama tentang pernikahan designer Kanaya Azzahra dengan seorang Dai kondang Ilham Azhari. Sebuah mobil mewah berhenti didepan loby hotel, dua bodyguard turun dan menyelamatkan Savanna dari kerumunan wartawan tanpa sempat pamit dengan Muhammad Thoriq namun pemuda itu maklum. Lucy, Alin dan Amira mengekor masuk mobil. Kaca mobil diturunkan, Savanna melambai pada Thoriq dan para wartawan namun yang membuat dada Thoriq berdenyut disamping Savanna duduk dengan gagahnya Mr. Edward Ferguson! 

Foto Savanna dan Muhanmad Thoriq menghiasi media dengan berbagai posisi dan komentar, seakan-akan Thoriq adalah kekasih baru pengganti Sir Edward. Wajah Thoriq dan Savanna menghiasi berita infotainment namun Thoriq tak ambil perduli begitupun Umi, mereka berdua hanya menggelengkan kepalanya melihat dan mendengar berita itu. Beberapa wartawan juga mendatangi rumah Thoriq namun laki-laki itu hanya menjawabnya dengan senyuman begitupun Umi.

*****

Ketika Thoriq datang kepanti asuhan Kasih Bunda ia melihat Savanna sedang membacakan cerita untuk anak-anak seperti biasanya, terlihat luar biasa adalah Savanna memakai kerudung cantik menutupi kepalanya. Bukan hijab syar’i karena sebagian poni rambutnya masih terlihat tapi itu sudah lebih baik dibanding tidak berhijab. Thoriq hanya melihatnya sekilas dan melempar senyum sebelum pergi menemui ibu panti, Thoriq ingin menggantikan posisi Abi sebagai donatur di panti. Mohon kepada ketua panti agar tidak mencantumkan fotonya di barisan donatur namun ibu panti belum menyanggupi karena harus konsultasi dengan ketua yayasan.

“Kakak" Savanna memanggil Thoriq ketika pemuda itu keluar dari ruang ketua panti.

“Ada apa Savanna...” Thoriq menatap datar, Savanna sudah memiliki kekasih tak baik ngobrol berdua pikirnya. Thoriq bukan type orang yang memanfaat keadaan.

“Kakak kenapa...?” Savanna menghentikan langkahnya untuk lebih dekat.

Dada Savanna kembali bergetar, laki-laki yang dirindukannya selama setahun ada dihadapannya. Tak sengaja tatapan keduanya bertemu, Savanna segera menunduk karena tertangkap basah menatap Thoriq. Matanya selalu lapar ingin melihat wajah itu, Savanna malu karena sulit mengendalikan matanya. Hasrat ingin memeluk pemuda itu begitu tak terbendung, nyaris meledak di dadanya oleh rindu yang membuncah. Sepertinya nyaman bisa bersandar didada bidang itu, mendengar detak jantungnya dan getaran cinta yang hanya untuknya, seperti kata Umi semalam.  Tapi tak mungkin melakukan itu, kecuali sudah menikah. Thoriq sangat membatasi untuk hal-hal seperti itu, tidak seperti Edward yang bebas. Dua orang lelaki yang sangat berbeda. Senyum manis Thoriq yang semalam dilihatnya di pesta Kanaya menghilang entah kemana, hari ini wajahnya terlihat datar. Savanna berpikir, salah apa lagi dirinya terhadap pemuda ini...?

“Tidak apa-apa, hanya buru-buru kepesantren setelah dari sini...” wajah Thoriq masih datar.

“Kakak tidak mengajakku, aku ingin lihat rumah yang gambarnya Kakak kirim lewat watsapp waktu aku peragaan busana di Belanda. Masih ingatkah....?” Savanna berusaha memancing kenangan manis.

Thoriq terdiam, segera mengalihkan tatapannya ketempat lain. “Tentu saja ingat Humairah, aku tidak pernah melupakan semua yang kulakukan terhadapmu. Dari pertama bertemu hingga kau menghancurkan hatiku dengan Sir Edward-mu itu. Kau bilang berita itu tak benar namun kemana-mana kekasih bule-mu itu selalu ada untukmu, bahkan disaat genting pun ia selalu datang sebagai pahlawan untuk menyelamatkanmu dan membuatku begitu kerdil dihadapannya. Seandainyapun aku ingin melupakanmu tetap tidak mampu. Kamu menguasai semua ruang yang ada dihatiku hingga tak bersisa. "Aku benci ini namun tak berdaya!” batin Thoriq

“Untuk apa...?” jantung Thoriq berdegup, ia menghembuskan nafas berat.

“Kakak waktu di telepon dan di pesta Kanaya begitu ramah dan baik, sekarang sangat berbeda..?” Savanna tak mampu lagi mengendalikan gejolak hatinya.

"Kita duduk dibangku di bawah flamboyan, lupakan tentang rumah itu..” Thoriq menjawab datar.

“Kakak, apa maksudmu dengan kata lupakan...?” sakit rasanya mendapatkan perlakuan seperti ini.

Ponsel Savanna berdering, menjerit-jerit namun Savanna mengabaikannya. Dering ketiga kali Savanna melihat layar ponselnya, Edward! Ingin diangkat namun ada Thoriq, sungkan. Mau pamit pergi dari situ untuk mengangkat telepon juga gak enak, Savanna serba salah.

“Terima telepon kekasihmu, anggap aku tak ada disini....” rahang Thoriq mengeras, sebelah tangannya mengepal namun dalam hatinya tetap merapal istighfar. 

Ragu-ragu Savanna mengangkat

ponselnya, ia tak beranjak dari tempat duduknya, gak enak sama Thoriq.

Selama Savanna menerima telepon Thoriq memperhatikan ekspresi gadis itu. Dalam keadaan canggung saja kau masih terlihat menarik Savanna,  bagaimana mungkin aku bisa melupakanmu...?

“Honey, kau di panti kan..?” suara Edward dari telepon.

“Ya Ed” Savanna menjawab pendek, gak enak sama Thoriq yang memperhatikannya dari tadi. 

“Pulang jam berapa, ku jemput ya......”

“Tidak usah Ed, aku masih ada perlu ditempat lain.... “ Savanna gelagapan. 

“Anda tidak sedang sakit kan?” Edward kuatir. 

“Tidak.”

“I love you honey...” ucap Edward dengan kecupan mesra di telepon.

“Ya” klik, Savanna langsung mematikan ponsel. 

Edward mondar-mandir sambil memegangi ponsel-nya. Tidak biasanya gadis itu menjawab teleponnya pendek-pendek dan mematikan ponsel segera.

Desir angin meriapkan dedaunan, satu-satu bunga flamboyan berjatuhan, warna merahnya menghiasi tanah dibawahnya. Keduanya terdiam, Savanna canggung memulai pembicaraan. Thoriq melirik cincin Emerald Colombia yang dipakai di jari manis Savanna.

“Apakah cincin itu juga darinya?” Thoriq menahan nafas menunggu jawaban Savanna.

“Ya.....eh...maksudku..” Savanna jadi ingin meremas bibirnya sendiri yang keceplosan, kenapa pula dia harus pakai cincin itu kemana-mana, dasar udik! Savanna memaki dirinya sendiri.

“Jadi kalian sudah bertunangan...?” tatap Thoriq tajam.

“Tunangan tidak dikenal dalam Islam Kakak...” ralat Savanna. 

“Jadi namanya apa...?” lanjut Thoriq ketus, suara laki-laki yang terbakar api cemburu.

“Hanya sebuah hadiah dari teman baik...” betapa canggungnya Savanna ketika mengucapkan itu, ia juga bukan seseorang yang bisa mengarang cerita.

“Beruntungnya punya teman baik seperti dia...” Thoriq tersenyum sinis lalu bangkit dari duduknya.

“Kak, aku tidak bohong” Savanna menahan lengan Thoriq agar tidak pergi.

“Terserah kamu saja...” Thoriq melepaskan lengannya dari pegangan Savanna dengan sekali tarik.

“Baiklah, orang seperti aku ini memang tak pantas dipercaya, tak pantas didengar keterangannya. Kakak yang selalu benar dan paling berhak menghukum-ku!” dada Savanna turun naik, sesak rasanya merasakan sikap Thoriq. Semalam Savanna berharap begitu banyak tapi hari ini Thoriq seperti kembali membuangnya! Tidak perduli dan tak mau tahu, seperti yang dilakukan setahun lalu. Baiklah, jika peperangan ini harus terjadi maka terjadilah! Savanna lelah.

“Tahukah Kakak kenapa aku menerima kontrak satu tahun di Milan dengan mengabaikan keberatan dan perasaan Mama....?” Savanna menggigit bibirnya, merasakan bagaimana pedihnya saat awal pertama tinggal di Milan. Sepi, sendiri, merasa bersalah meninggalkan Mama tapi ia akan lebih sedih jika tetap tinggal di Indonesia. Membayangkan belahan hatinya menikahi wanita lain!

“Bukankah anda sedang membangun karir internasional...?” suara Thoriq melunak, Savanna jarang bicara keras seperti ini.

“Itu karena Kakak, hatiku hancur karena Kakak menikahi Kanaya tanpa berkata apapun padaku...” matanya mulai basah, nafasnya memburu Savanna tak bisa lagi mengendalikan emosinya.

Thoriq terdiam, hatinya hancur karena telah menyakiti wanita yang dicintainya sedemikian rupa. Thoriq ingin memperbaiki hubungan dengan Savanna tapi begitu semalam melihat gadis itu dijemput oleh Edward hatinya langsung meradang. Merasa Savanna tak pernah berubah, bicara tak ada hubungan apa-apa dengan Edward tapi selalu terlihat bersama.

“Kakak tak pernah mempercayaiku, selamanya hubungan kita akan seperti ini. Mulai saat ini lupakanlah aku, aku memang tak pantas untuk Kakak. Gadis model dengan seorang hafiz Al-Quran memang tak sejalan, semoga Kakak mendapatkan pengganti yang lebih baik dariku...” Savanna mengatur nafasnya, mengesat air matanya.

“Apakah anda akan serius dengan Edward...?” suara Thoriq melunak, menyadari kesalahannya.

“Mungkin aku akan menerima pinangannya...” Savanna memalingkan muka, menahan air matanya yang siap jebol dari tanggulnya.

“Apakah dia seorang muslim...?” dada Thoriq bergetar hebat

“Edward atheis tapi akan menjadi muslim jika aku menerimanya, dia percaya Tuhan tapi tak perduli dengan agama. Selamat tinggaĺ Kak, assalamualaikum...” Savanna pergi tanpa pamit ke ibu panti.

“Savanna, jangan begini. Biar aku yang mengantarmu pulang...” Thoriq menahan lengan gadis itu untuk bertahan.

“Aku tidak pulang Kak, setelah dari sini menuju kantor agency Hanny Hananto, dia menawariku kontrak kerja sama dan tinggal di New York City selama dua tahun.”

“Savanna, nanti sore aku dan Umi akan datang kerumah-mu. Tunggu aku disana dan jangan tanda tangani kontrak dengan Hany Hananto sebelum bicara denganku....” tegas Thoriq. Seorang lelaki adalah decision maker, pengambil keputusan penting disaat genting. 

“Untuk apa Kak....?”

“Melamarmu.”

Keduanya bertatapan dalam diam, semua kata-kata lenyap seperti asap yang tertiup angin. Dada Savanna bergetar, perasaan bahagia dan bingung bercampur menjadi satu.

Hubungan kekasih itu seperti bunga, kadang mekar dan kadang layu lalu gugur berserakan bagai daun kering saat ego datang sebagai penguasa! 

“Aku pergi dulu Kak, assalamualaikum...” Savanna pergi tanpa pamit ke ibu panti dan tanpa menjawab permohonan Thoriq. Hatinya tiba-tiba kacau balau!

“Waalaikumsalam...” Thoriq menatap kepergian gadis itu dengan perasaan gundah, rasanya hari ini ia tak bisa melepas Savanna sebelum mendatangi rumah gadis itu dan melamarnya sebelum semuanya terlambat! 

Bukan berarti setiap hal yang kamu rencanakan hari ini akan berada dalam genggaman-mu esok hari dan akan menjadi milik-mu seterusnya. Engkau bebas untuk berencana atau memilih dengan siapa engkau akan menjalani kehidupan hari ini dan seterusnya tapi ingat satu hal, jika sesuatu itu memang yang terbaik untuk-mu maka akan menjadi milik-mu. Sebaliknya, jika sesuatu itu bukan untukmu ia akan pergi meninggalkanmu sekalipun kau tangisi dengan air mata darah! 

Kehidupan memiliki caranya sendiri untuk menentukan siapa yang terbaik untukmu!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status