Glenn duduk di ruangan dr. Arthur dengan seraut wajah frustrasi. Pria itu telah menceritakan semua yang terjadi kepada Bella yang tiba-tiba tidak mengingatnya. Kini, gadis itu sudah berada di dalam kamarnya dan tertidur pulas. Sedang Glenn sendiri masih dalam keadaan was-was.
Arthur yang baru saja melakukan pemeriksaan pada Bella sedang membaca hasilnya dan akan memberitahukan hasil tersebut kepada Glenn, "Jadi, seperti yang telah kau ketahui jika efek dari virus itu sudah mulai bekerja pada otaknya." Arthur menghela napas panjang, "Perkembangan pengobatan yang kami lakukan juga semakin lama semakin tidak ada perubahan padanya. Jadi—"
"Aku akan merobek mulutmu jika kau berani melanjutkannya. Aku tidak ingin mendengar suatu hal buruk yang akan terjadi padanya," sahut Glenn dengan air muka merah padam.
Sedangkan Arthur hanya bisa menghela napas dalam-dalam sembari menampilkan seraut wajah pasrah. Glenn mengepalkan tangannya erat seraya beranjak berdiri
Miss Dorothy dan Barbara seketika saling melempar pandangan kala mendengar pertanyaan mengejutkan yang keluar dari mulut Bella. Bagaimana bisa gadis itu melupakan mereka? Ya, hal itu yang ada di kepala masing-masing para penjenguk tersebut."Ehm ... i-iya," jawab Dorothy dengan wajah canggung dan kaku."Pasti kalian sangat mengkhawatirkanku. Maafkan aku karena telah membuat kalian terkejut," imbuhnya yang membuat Miss Dorothy dan Barbara kembali melemparkan pandangan.Miss Dorothy masih memasang wajah canggung, "Ehm ... t-tidak apa, Bella." Wanita paruh baya berambut sebahu dan pirang itu menjawab sekenanya sembari membuang wajah ke sembarang arah.Bella tersenyum senang kemudian memegang tangan Barbara yang ada di samping tempat tidurnya, "Terima kasih sudah menjengukku. Tadi kau bilang jika namamu Barbara bukan?" Manik mata Bella berbinar, "Kau sangat cantik, Barbara. Kalian berdua sangat serasi," imbuhnya seraya beralih menatap Max dan Barbara se
Para penjenguk itu telah pergi. Glenn dengan sigap membawa Bella menuju ke toilet yang ada di dalam kamar tersebut. Kini, Bella mendudukkan tubuh di atas toilet duduk dengan wajah datar. Tatapannya hanya polos dan tidak sadar akan apa yang sedang terjadi pada dirinya sendiri.Glenn kemudian melepas celana Bella dan membersihkan semuanya menggunakan waslap dan sabun. Ya, Glenn melakukan itu semua itu sendiri. Tidak ada rasa jijik ataupun enggan pada pria agung yang biasa dilayani bak seorang Pangeran tersebut.Namun, di balik wajahnya yang datar, sejuta rasa pilu sedang berusaha disembunyikan olehnya. Pria itu benar-benar akan memberikan dan melakukan apa saja untuk gadis itu agar bisa sembuh. Bahkan, ia telah mendatangkan berbagai profesor untuk bekerjasama dengan Arthur, meskipun hasilnya masih nihil.Bella tersenyum sendu menatap Glenn, "Terima kasih," ujar Bella secara tiba-tiba."Untuk apa?" Glenn berusaha memberikan wajah datar dan tenang seolah seda
Bunyi alat pemantau tanda vital yang terpasang di tubuh Bella berbunyi nyaring di ruang ICU. Penurunan saturasi oksigen yang dialami Bella menjadi kian drastis. Napasnya semakin lama semakin tersengal dengan kedua mata terbuka lebar."Bella, apa kau bisa mendengarku?!" pekik dr. Arthur yang tidak dijawab oleh Bella.Jangankan untuk menjawab, untuk mengambil napas saja terasa begitu berat dan menyesakkan bagi Bella. Gadis itu merasakan sakit yang teramat sangat. Ia tidak tahu jika semuanya akan menjadi sesakit ini. Seolah terdapat ribuan jarum yang menghujam dada hingga ulu hatinya."Mulai epinephrine!" Arthur mengambil suntikan untuk memasukkan obat itu pada selang yang terhubung dalam tubuh Bella.Salah satu perawat dengan sigap naik ke atas tempat tidur Bella untuk memberikan kompresi dada pada gadis tersebut. Perawat itu mengeratkan dan mengaitkan kedua jari-jari tangannya dan melakukan penekanan dada sedalam 5-6 sentimeter pada Bella.Nam
Bella menoleh ke belakang dengan mengulas sebuah senyuman, "Hai ... Emma!"Ya, gadis itu memang memiliki wajah yang begitu mirip dengan Emma. Dengan rambut hitamnya yang pendek sebahu, wajahnya yang imut, serta tubuh mungilnya yang terbalut dengan pakaian sederhana Eropa abad pertengahan, gadis itu juga sedang mengulas senyuman manis kepada Bella."Syukurlah saya tidak membuat Anda menunggu lama, Lady. Sangat sulit untuk beralasan pada kepala pelayan agar bisa keluar dari mansion Duke Marthin." Emma menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.Bella tersenyum tipis masih dengan jemari lentiknya yang kembali mengelus surai kepala kuda hitamnya, "Tidak apa-apa, Emma. Ayahku dan Dorothy si kepala pelayan itu memang begitu ketat. Beruntung aku memiliki pelayan sepertimu yang mau bekerjasama denganku."Kuda hitam yang sedang dielus Bella tiba-tiba meringkik. Keempat kakinya melangkah, berjalan ke depan. Kuda itu menuju pinggir sungai kemudian menunduk untuk me
Emma begitu terkesiap sebelum akhirnya berbisik lirih dengan ekspresi wajah khawatir, "Duke Marthin akan marah besar jika mengetahui Anda masuk ke dalam tempat seperti itu, Lady."Bella justru menghela napas malas, "Maka dari itu, jangan sampai dia mengetahuinya, Emma. Apa kau tak melihat jika kini penyamaranku telah sempurna?" Bella merentangkan kedua tangan memperlihatkan jubah hijau botol yang membalut tubuhnya sembari mengangkat dagu memperlihatkan sebuah kumis palsu di atas mulutnya."Mari kita pergi!" Bella langsung melangkah mendahului Emma dengan wajah berseri-seri. Sedangkan Emma justru menunjukkan wajah yang berbeda yaitu pucat pasi sembari menggigit bibir bawahnya sendiri. Gadis mungil itu berjalan mengikuti Bella dari belakang sambil menoleh ke kanan dan ke kiri, memeriksa keadaan dengan perasaan was-was.~~~Bella berjalan melewati pintu kayu ke dalam sebuah ruangan bergaya klasik. Beberapa meja bundar berukuran sedang beserta kursi-kur
Hallo 1.000.000 pembaca GCBT (tetapi nol-nya hilang semua) hohoho. Salam kenal dan salam sayang dari author Lullaby :) Adakah pembaca yang sudah sampai di bab akhir dan membaca intermezo ini? Sepertinya tidak ada karena nol-nya sudah hilang semua alias hanya tersisa satu pembaca yaitu author sendiri yang baca intermezo ini (sambil nangis di pojokan). Namun, jika kelak barangkali siapapun itu ada pembaca yang sudah sampai di sini, maka author hanya ingin mengingatkan jika novel ini ber-genre fantasi. Jadi, kemungkinan bab yang berjudul puzzle-puzzle tidak dapat dipercepat karena memang bab tersebut adalah inti dari novel ini, yaitu berlatar Eropa zaman dahulu. Author menyadari jika tidak semua pembaca suka dengan cerita abad klasik dan lebih menyukai novel berlatar modern seperti zaman Bella Marlene sebelumnya. Namun, sekali lagi jika ini adalah novel fantasi dan outline yang sudah dibuat memang seperti ini. M
Tescara memberi isyarat untuk menaikkan taruhannya. Kini, sepuluh tumpuk koin chip berwarna orange dipertaruhkan oleh pria itu. Sedangkan Bella menghela napas halus. Meskipun gadis itu telah mengetahui ronde pertama permainan mereka akan berakhir seperti apa jika melihat gelagat dari Tescara yang berani mempertaruhkan banyak koin, tetapi Bella tetap enggan mundur dari permainan.Bella memberi isyarat pada Emma yang berdiri di belakangnya untuk mengikuti alur permainan. Beruntung, di dalam kantung kain putih yang sejak awal Emma bawa terdapat banyak koin emas yang ia dapat dari jatah bulanan Duke Marthin. Kini, sepuluh tumpuk koin chip juga dipertaruhkan oleh Bella.Kemudian sang bandar menyajikan dua kartu berikutnya di atas meja dan membukanya, kartu As Sekop dan As Keriting. Bella seketika melempar dua kartu di tangannya."Full house!" ujar si bandar dengan suara meninggi saat melihat tiga kartu As dan dua kartu Keriting yang didapatkan oleh Bella.Deng
Bella memacu kuda hitamnya menyusuri hutan untuk kembali ke mansion kediaman Duke Marthin. Sedangkan Emma yang duduk di belakang Bella tidak ada hentinya untuk terkekeh kecil. Gadis mungil itu begitu merasa senang akan kemenangan Bella di Rodenbar sebelumnya.Namun, saat sedang sibuk tersenyum, Emma tiba-tiba mengernyitkan dahi. Ia seketika menoleh ke belakang karena merasa jika ada yang mengikuti mereka."Lady! Sepertinya ada yang mengikuti kita," bisik Emma pada Bella saat memacu kuda.Gadis berambut cokelat hazel itu justru tersenyum tipis, "Aku sudah mengetahuinya. Tentu saja mereka tidak akan membiarkan kita pergi begitu saja, Emma," desis Bella bersamaan dengan kedua tangannya yang menghentakkan tali kekang kuda. Bella berusaha mengecoh seorang penguntit yang diam-diam mengikutinya dari belakang.Hingga akhirnya, Bella dan Emma yang tengah menunggang Horsie kini bersembunyi di balik pohon besar. Seorang pria bertubuh kekar yang menunggang kuda