Bella menoleh ke belakang dengan mengulas sebuah senyuman, "Hai ... Emma!"
Ya, gadis itu memang memiliki wajah yang begitu mirip dengan Emma. Dengan rambut hitamnya yang pendek sebahu, wajahnya yang imut, serta tubuh mungilnya yang terbalut dengan pakaian sederhana Eropa abad pertengahan, gadis itu juga sedang mengulas senyuman manis kepada Bella.
"Syukurlah saya tidak membuat Anda menunggu lama, Lady. Sangat sulit untuk beralasan pada kepala pelayan agar bisa keluar dari mansion Duke Marthin." Emma menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Bella tersenyum tipis masih dengan jemari lentiknya yang kembali mengelus surai kepala kuda hitamnya, "Tidak apa-apa, Emma. Ayahku dan Dorothy si kepala pelayan itu memang begitu ketat. Beruntung aku memiliki pelayan sepertimu yang mau bekerjasama denganku."
Kuda hitam yang sedang dielus Bella tiba-tiba meringkik. Keempat kakinya melangkah, berjalan ke depan. Kuda itu menuju pinggir sungai kemudian menunduk untuk me
Emma begitu terkesiap sebelum akhirnya berbisik lirih dengan ekspresi wajah khawatir, "Duke Marthin akan marah besar jika mengetahui Anda masuk ke dalam tempat seperti itu, Lady."Bella justru menghela napas malas, "Maka dari itu, jangan sampai dia mengetahuinya, Emma. Apa kau tak melihat jika kini penyamaranku telah sempurna?" Bella merentangkan kedua tangan memperlihatkan jubah hijau botol yang membalut tubuhnya sembari mengangkat dagu memperlihatkan sebuah kumis palsu di atas mulutnya."Mari kita pergi!" Bella langsung melangkah mendahului Emma dengan wajah berseri-seri. Sedangkan Emma justru menunjukkan wajah yang berbeda yaitu pucat pasi sembari menggigit bibir bawahnya sendiri. Gadis mungil itu berjalan mengikuti Bella dari belakang sambil menoleh ke kanan dan ke kiri, memeriksa keadaan dengan perasaan was-was.~~~Bella berjalan melewati pintu kayu ke dalam sebuah ruangan bergaya klasik. Beberapa meja bundar berukuran sedang beserta kursi-kur
Hallo 1.000.000 pembaca GCBT (tetapi nol-nya hilang semua) hohoho. Salam kenal dan salam sayang dari author Lullaby :) Adakah pembaca yang sudah sampai di bab akhir dan membaca intermezo ini? Sepertinya tidak ada karena nol-nya sudah hilang semua alias hanya tersisa satu pembaca yaitu author sendiri yang baca intermezo ini (sambil nangis di pojokan). Namun, jika kelak barangkali siapapun itu ada pembaca yang sudah sampai di sini, maka author hanya ingin mengingatkan jika novel ini ber-genre fantasi. Jadi, kemungkinan bab yang berjudul puzzle-puzzle tidak dapat dipercepat karena memang bab tersebut adalah inti dari novel ini, yaitu berlatar Eropa zaman dahulu. Author menyadari jika tidak semua pembaca suka dengan cerita abad klasik dan lebih menyukai novel berlatar modern seperti zaman Bella Marlene sebelumnya. Namun, sekali lagi jika ini adalah novel fantasi dan outline yang sudah dibuat memang seperti ini. M
Tescara memberi isyarat untuk menaikkan taruhannya. Kini, sepuluh tumpuk koin chip berwarna orange dipertaruhkan oleh pria itu. Sedangkan Bella menghela napas halus. Meskipun gadis itu telah mengetahui ronde pertama permainan mereka akan berakhir seperti apa jika melihat gelagat dari Tescara yang berani mempertaruhkan banyak koin, tetapi Bella tetap enggan mundur dari permainan.Bella memberi isyarat pada Emma yang berdiri di belakangnya untuk mengikuti alur permainan. Beruntung, di dalam kantung kain putih yang sejak awal Emma bawa terdapat banyak koin emas yang ia dapat dari jatah bulanan Duke Marthin. Kini, sepuluh tumpuk koin chip juga dipertaruhkan oleh Bella.Kemudian sang bandar menyajikan dua kartu berikutnya di atas meja dan membukanya, kartu As Sekop dan As Keriting. Bella seketika melempar dua kartu di tangannya."Full house!" ujar si bandar dengan suara meninggi saat melihat tiga kartu As dan dua kartu Keriting yang didapatkan oleh Bella.Deng
Bella memacu kuda hitamnya menyusuri hutan untuk kembali ke mansion kediaman Duke Marthin. Sedangkan Emma yang duduk di belakang Bella tidak ada hentinya untuk terkekeh kecil. Gadis mungil itu begitu merasa senang akan kemenangan Bella di Rodenbar sebelumnya.Namun, saat sedang sibuk tersenyum, Emma tiba-tiba mengernyitkan dahi. Ia seketika menoleh ke belakang karena merasa jika ada yang mengikuti mereka."Lady! Sepertinya ada yang mengikuti kita," bisik Emma pada Bella saat memacu kuda.Gadis berambut cokelat hazel itu justru tersenyum tipis, "Aku sudah mengetahuinya. Tentu saja mereka tidak akan membiarkan kita pergi begitu saja, Emma," desis Bella bersamaan dengan kedua tangannya yang menghentakkan tali kekang kuda. Bella berusaha mengecoh seorang penguntit yang diam-diam mengikutinya dari belakang.Hingga akhirnya, Bella dan Emma yang tengah menunggang Horsie kini bersembunyi di balik pohon besar. Seorang pria bertubuh kekar yang menunggang kuda
Bella melangkah masuk ke dalam sebuah kamar bergaya Eropa klasik dengan nuansa yang lebih didominasi warna putih. Terlihat berbagai ukiran seni Romawi yang ada di bagian langit-langit kamar, lukisan-lukisan indah yang juga berbingkai putih, serta sebuah dipan yang dihiasi dengan tiang tinggi di bagian sudut-sudutnya. Kamar itu terkesan elegan dan mewah.Di dalam kamar itu, juga terdapat seorang wanita cantik yang sedang terbaring di atas dipan dengan balutan gaun tidur berwarna putih tulang. Bella segera mendudukkan tubuh di pinggiran dipan tersebut. Sebelah tangan Bella kemudian menggenggam erat tangan wanita yang terbaring di sampingnya dengan sudut bibir terangkat ke atas, mengulas senyum. Wanita itu adalah Liliana, Ibu kandung Bella."Apakah ada sesuatu yang terjadi denganmu, Sayang?" ujar Liliana dengan lembut yang entah mengapa begitu peka.Bella mengernyit, "Memang apa yang sedang terjadi denganku, Ibu? Tidak ada yang terjadi denganku. Apa kau tidak melih
"Apakah ada orang di sana?"Tidak ada jawaban. Bella dan Emma hanya saling melemparkan pandangan dengan bola mata membeliak. Raut wajah menegang seketika terlukis di wajah cantik keduanya. Terdengar suara langkah kaki Dorothy yang sedang berjalan mendekat, membuat Bella dan Emma kian bergidik ngeri. Tentu saja sebuah hukuman dari Duke Marthin telah siap menanti jika Dorothy sampai melapor.Namun, sepertinya Dewi Fortuna sedang berada di sisi dua gadis itu. Tiba-tiba terdengar suara pekikan yang memanggil Dorothy sambil berlari, "Kepala pelayan!" Seorang wanita pelayan bawahan Dhoroty berlari menghampiri sembari menjinjing bawahan seragam pelayannya yang berwarna hitam putih dengan kedua tangan."Ada apa?" Dorothy menajamkan mata.Dengan napas terengah-engah, wanita pelayan itu membungkuk dengan kedua tangan yang bertengger di kedua lutut, kelelahan. Menegakkan tubuh, pelayan tersebut justru mendekatkan bibirnya untuk berbisik lirih pada Dorothy.
"B-baik kami akan melakukan apa saja. M-memang apa yang harus kami lakukan, Lady?"Bella berdesis lirih, "Mudah saja, kalian cukup merahasiakan tentang kedatanganku ke mari. Anggap semua pembicaraan kita tadi tidak pernah terjadi.""I-itu saja?!" Tampak raut wajah terkesiap di kedua wajah si penjaga. Tentu saja mereka akan melakukannya dengan senang hati. Itu adalah syarat paling mudah yang pernah mereka dengar jika berurusan dengan seorang bangsawan.Bella mengangguk elegan kemudian melewati mereka begitu saja, diikuti Emma yang berjalan di belakangnya dengan menatap tajam kedua si penjaga. Ya, gadis bersurai cokelat itu memang telah memperkirakan semuanya. Ia sengaja membawa tanda pengenal.Di sisi lain, Bella juga tidak ingin membuat keributan karena ia juga keluar dari mansion Duke Marthin secara diam-diam. Gadis itu hanya ingin menakut-nakuti dua penjaga menyebalkan itu dan memastikan kedatangannya di tempat ini aman, tidak diketahui.Ki
Benito membawa Bella melewati sebuah lorong rahasia yang ada di lantai dua Mylos. Pencahayaan temaram menyergap lorong tersebut. Sumber cahaya hanya berasal dari lilin-lilin yang terletak di tempat lilin kuno berwarna kuning keemasan bercabang tiga yang ada di sepanjang lorong.Benito yang berjalan di depan Bella kemudian membuka sebuah pintu, "Silakan masuk, Lady," ujar pria paruh baya tersebut dengan senyuman ramah pada Bella yang sedang menatapnya.Bella mengangguk dan tersenyum dengan sopan. Langkahnya mulai masuk ke dalam ruangan seraya mengedarkan pandangan. Sementara Benito menutup pintu ruangan itu dan melenggang pergi.Kembali menoleh ke depan, Bella justru melihat ruangan yang dipenuhi dengan buku-buku kuno yang tertata rapi di dalam rak-rak buku yang berjejer dan menjulang tinggi. Ruangan itu justru tampak seperti sebuah perpustakaan.Di ujung ruangan tersebut, terdapat sebuah meja dengan dua kursi kayu mahoni yang saling berh