Sebuah cahaya kilatan petir membelah langit sore yang mulai menghitam dan disusul dengan suara petir menggelegar yang seketika memekakkan telinga. Di bawah langit mendung itu, terdapat cukup banyak penduduk dengan pakaian bergaya renaisans yang tengah berkumpul dengan tatapan fokus pada sebuah panggung kayu di depan mereka.
Sebuah alat penggal terbuat dari kayu berbentuk persegi yang berukuran cukup besar dengan mata tajam pisau di bagian atasnya serta lubang sebesar kepala yang berada di bawahnya, menjadi satu-satunya objek di atas panggung yang membuat sekujur tubuh bergidik ngeri.
Tak lama, dua orang pria petugas pancung menyeret seorang wanita berambut pirang kemerahan. Mereka membawa wanita dengan penampilan lusuh dan menyedihkan itu di atas panggung dan menjadi tontonan bagi para penduduk di bawahnya. Ya, wanita itu adalah Aurora dan saat ini akan menerima hukuman eksekusi.
Di bawah sana, di antara para penduduk, terdapat Marimar yang juga ikut
Beberapa hari telah berlalu, tetapi Bella terus mengurung diri di dalam kamar. Kepergian Aurora justru membuat gadis itu merasa kehilangan dengan awan kesedihan yang terus merasuk di kepala. Tidak jarang Bella memberi perintah pada Emma untuk mengirim surat dan menanyakan keadaan Marimar. Bahkan, beberapa surat yang dikirim oleh Pangeran Glenrhys pada Bella yang kini sedang berada di perbatasan juga telah diabaikan. Emma memasuki kamar Bella dengan sebuah nampan berisi cukup banyak hidangan lezat. Gadis mungil itu seketika menghela napas panjang kala melihat sang putri yang lagi dan lagi menutup diri dengan selimut tebal di atas ranjang. Meletakkan nampan di atas meja, Emma berjalan mendekat kepada Bella. "Makan siang Anda telah tiba, Lady. Saya sengaja membawakan beberapa kue favorit Anda dengan rasa yang manis. Saya dengar akhir-akhir ini gula menjadi cukup langka. Tapi untungnya, istana masih memiliki persediaan gula cukup banyak." Hening. Tidak ada
Bella berjalan-jalan sore di taman istana ditemani dengan Emma yang berjalan di belakang seperti biasa. Gadis itu menghirup napas dalam-dalam, merasakan udara segar yang menguar di taman bunga mawar yang ada di paviliun istana timur. Saat ini adalah pertama kali Bella keluar kamar sejak beberapa hari gadis itu hanya mengurung diri dan bersembunyi di balik selimut tebal tempat tidurnya.Menoleh ke belakang, Bella melihat Emma yang tampak kelelahan. Kantung mata gadis mungil itu bahkan terlihat cembung seperti sering begadang. Sebab, beberapa hari ini Emma memang tidur malam hanya sebentar untuk menyelesaikan novel terlarang yang dipinjam oleh Bella."Sepertinya meminum secangkir teh sambil duduk-duduk santai di sore yang cerah ini akan menyenangkan." Bella menoleh ke belakang sembari mengulas senyum."Baik, saya akan menyiapkannya untuk Anda."Bella menggeleng, "Tidak hanya untukku, tetapi untukmu juga, Emma. Ugh! Minum teh sendirian sangat membosankan. Ma
Pangeran Stefan, Bella, dan Emma duduk di bangku taman paviliun barat. Mereka menikmati teh bersama dengan Pangeran Stefan yang kini sedang menjadi pembicara. Sedangkan Bella dan Emma mendengarkan dengan seksama."Apakah mereka memang tidak akur?" Bella bertanya sembari menatap lekat wajah Pangeran Stefan.Pangeran Stefan memperlihatkan seraut wajah tenang, "Emm ... hubungan antara Pangeran Glenrhys dan Ratu Cecilia memang sedikit bermasalah."Bella mengangguk-angguk tidak jelas, "Apakah mereka memiliki masalah?""Tentu saja, Lady." Pangeran Stefan menjawab dengan santai."Masalah apa itu?" Bella terlihat penasaran tingkat tinggi."Untuk itu, lebih baik kau tanyakan langsung padanya. Bukankah kau adalah kekasihnya?" Pangeran Stefan tersenyum simpul sembari mengedipkan sebelah mata, menggoda Bella.Ya, Pangeran Glenrhys memang memiliki masalah rumit dengan Ratu. Mereka berdua sangat jarang berbicara. Tentu saja itu semua karena sebuah
Tiba-tiba Bella melihat sosok siluet yang mirip dengan Pangeran Glenrhys. Sosok itu menarik sudut bibirnya dan menghasilkan sebuah senyuman tipis yang indah di wajah tampan pria tersebut. Bella yang memasang wajah datar sembari memandanginya hanya bergumam rendah, "Senyuman itu sangat cocok di wajahnya. Tapi sayang, dia selalu saja memasang wajah dingin dan datar." Bella terkekeh kecil.Perlahan, jemari lentik gadis cantik bersurai cokelat itu terulur dan menyentuh alis mata sosok pria tersebut. Jemarinya mengusap alis hitam tebal itu dengan gerakan lembut. Tak hanya sampai di situ, jemari itu turun dan menyapu tulang hidungnya yang mancung. Masih belum puas, jemari itu kemudian turun lagi dan menyentuh bibir cerah kemerahan sosok pria tersebut dengan gerakan sensual.Namun, kembali sudut bibir itu tertarik ke atas dan melengkung indah kala jemari lentik Bella masih berada di bibir tersebut. Tubuh Bella seketika mematung. Manik mata cokelatnya membeliak lebar. Tubuhnya
Sebuah kereta kuda berhenti tepat di halaman mansion Duke Marthin. Seorang pria paruh baya berambut hitam panjang turun dari kereta kuda dan menapakkan sepatu hitamnya yang mengkilap di permukaan paving halaman.Mengedarkan pandangan, pria itu berjalan dengan sebuah tongkat kayu kecil di sebelah tangan. Topi fedora panjang juga menempel di pucuk kepala rambut hitamnya yang panjang. Penampilan pria itu tidak terlihat seperti rakyat biasa dan bisa dibilang seperti pria bangsawan.Setelah masuk di aula mansion, beberapa pelayan yang melihat kedatangannya sontak membungkuk dengan sopan. Namun, tidak dengan seorang wanita berambut pirang kemerahan yang terduduk di sofa beludru dengan raut wajah muram. Wanita itu adalah Marimar yang seketika berdiri tanpa minat dan mempersembahkan wajah datar."Bukankah aku sudah membalas suratmu dan berkata tidak ingin bertemu dengan siapapun, Tuan Pollux?" desis Marimar menyebut nama Pollux.Ya, pria itu bernama Pollux. Salah
Seorang pelayan mengucurkan teh chamomile dari teko ke dalam cangkir putih bermotif bunga di hadapan Bella. Kini, gadis bersurai cokelat itu sedang berada di taman istana bagian barat bersama Ratu yang duduk di hadapannya. Ya, Ratu Cecilia mengundang Bella untuk minum teh bersama. "Aku ingin mengucapkan selamat atas kemenanganmu dalam misi pelatihan, Lady. Kudengar kau memberikan tekhnologi baru untuk mengubah air menjadi bersih. Kurasa kau memang berbakat dan pantas menjadi seorang Ratu masa depan." Ratu Cecilia berujar dengan senyuman teduh yang tiada henti menghiasi wajah cantiknya. Bella mengangguk dengan sopan, "Terima kasih banyak, Your Majesty." Ratu Cecilia tersenyum dengan fokus mata tertuju pada bunga-bunga indah yang ada di taman, "Kudengar kau juga cukup dekat dengan Pangeran Glenrhys. Bahkan, dia bersedia memperlihatkan jati dirinya di hadapan semua orang juga berkat dirimu." Ratu beralih dan menatap pada Bella, "Kau sungguh beruntung, Lady
Bella memacu kuda berwarna cokelat tua pemberian Pangeran Glenrhys menyusuri hutan belantara. Dengan jubah berwarna hijau botol, gadis bersurai cokelat itu menyusuri hutan untuk menuju perbatasan bersama Emma yang juga memakai jubah dan duduk di pelana bagian belakangnya. Setelah sampai di perbatasan, Bella turun dari kuda dan disusul oleh Emma yang juga berjalan tepat di sebelahnya. Mereka membuka penutup kepala jubah dan mulai mengedarkan pandangan. Dua gadis itu melihat beberapa prajurit yang sedang berlatih pedang di depan sebuah bangunan klasik yang merupakan markas untuk perang. Namun, bola mata cokelat Bella berhenti pada seorang pria yang sedang duduk santai di sebuah kursi kayu sembari melipat sebelah kaki dan kedua tangan di depan dada. Pria itu mengawasi para prajurit yang tengah berlatih pedang di padang rumput yang luas. Tentu saja dia adalah Pangeran Glenrhys. Bella seketika menukikkan sebelah alis kala melihat sosok yang memasang wa
Pangeran Glenrhys menyesap segelas wine di dalam tenda berwarna merah maroon yang berukuran cukup besar. Gerrald berdiri tegap dengan kepala menunduk di hadapan sang pangeran dengan tubuh sedikit gemetar. Pria berambut cokelat itu dapat merasakan hawa dingin yang menyeruak dan membuat bulu romanya bergidik ngeri."Apakah kau sudah mengirimkan obat dari dokter terbaik di benua yang sebelumnya kita cari?"Gerald mengangguk, "Sudah, My Lord. Saya sudah menitipkannya pada Dokter Istana kepercayaan Ratu."Pangeran Glenrhys menggeram rendah, "Lalu mengapa dia masih belum juga sembuh? Apakah kau sudah memastikan dia telah meminumnya?"Tampak guratan keraguan di wajah Gerrald. Tangannya yang dilipat ke belakang masih gemetar ketakutan. "Saya hanya bisa memastikan Dokter itu telah memberikannya pada Ratu saja, My Lord." Gerrald mencicit dengan suara hampir tertelan, "Dan untuk Ratu yang meminumnya atau tidak, saya tidak mengetahuinya."Rahang Pangeran Glenr