"Apa kau menyukai hal ini?” bisik seorang pria dengan senyuman yang begitu menawan. “Aku akan terus melakukannya untukmu dan hanya denganmu," bisiknya lagi dengan senyuman miring yang tergelincir di sudut bibirnya.
Jemari panjang pria itu kemudian menyentuh wajah wanita di hadapannya, menyusuri sisi wajah cantik dan berhenti tepat di bibir ranum wanita itu. Tatapan mereka sejenak terkunci.
Pria itu mulai mendekatkan wajahnya lalu mendaratkan sebuah ciuman lembut pada bibir sang wanita. Semakin lama, ciuman itu menjadi semakin bergairah. Ia mereguk setiap bulir rasa manis yang terasa dari mulut wanita itu.
Dengan gerakan kasar, lidah pria itu menyeruak dan menyesap bibir sang wanita tanpa ampun. Ia memiringkan kepalanya untuk mendapatkan akses lebih.
Jemari lentik wanita itu kemudian menyisip ke dalam rambut hitam legam sang pria. Sebuah lenguhan lolos dari bibir sensual wanita itu kala dirinya berusaha untuk bernapas, membuat dorongan primitif sang pria semakin meliar.
Tidak mau kalah, jemari panjang pria itu kemudian menuruni leher jenjang sang wanita, menyusuri lekukan menggoda yang kala itu adalah miliknya. Tangan itu terus bergerak turun, hingga mencapai salah satu gundukan indah yang masih terbalut rapi di dalam sebuah kemeja putih milik sang wanita.
Kini, tujuan utama pria itu adalah membebaskan keindahan dari balik kain yang menghalanginya, walau dengan bibir yang masih saling berpagutan.
Satu kancing paling atas telah dilepas, wanita itu masih mengikuti permainan sang pria. Kancing nomor dua ikut terbebas, sang pria menyeringai di sela-sela kegiatan berciuman. Kancing nomor tiga telah dilepas, tetapi tubuh sang wanita mulai gemetar kala bra hitam berenda miliknya mulai terlihat. Lalu, kancing nomor empat ... masih berada pada tempatnya.
Ya, sebab gerakan jemari panjang pria itu tiba-tiba berhenti. Dengan elegan, pria itu melepas pagutan bibirnya seraya menatap lekat wanita di hadapannya sambil tersenyum culas. Ia menikmati raut wajah takut yang berusaha disembunyikan mati-matian oleh wanita itu.
“CUT!”
Tiba-tiba terdengar aba-aba dari seorang sutradara yang disusul dengan suara tepukan clapper board, pertanda syuting telah selesai. Para kru bertepuk tangan dan terlihat puas dengan rekaman yang baru saja diambil. Ya, mereka saat ini memang sedang melakukan syuting film.
CTAK!
Lampu dihidupkan dan suasana terang benderang seketika menyergap ke dalam ruangan, semuanya terlihat jelas. Dengan cepat, wanita yang masih terduduk di atas meja menyilangkan sebelah tangan sekaligus berusaha mengaitkan kembali semua kancing kemejanya.
"Apa aku perlu membantu mengancingkan kembali itu semua?" Aktor pria yang menggoda itu menawarkan bantuan dengan senyuman jahatnya yang memikat.
"Enyahlah, pria sialan!" desis sang aktris seraya mendengkus kesal dan melenggang pergi.
Semua yang baru saja terjadi di antara pria tampan dan wanita cantik itu memang sebuah alur dari skenario film yang mereka bintangi. Namun, tidak dengan bisikan lirih yang sempat dilakukan oleh sang pria.
'Apa kau menyukai hal ini? Aku akan terus melakukannya untukmu dan hanya denganmu,' bisikan itu masih terngiang dan merasuk di benak sang aktris. Wanita cantik itu merasa dunianya gelap, terperangkap oleh pria yang lebih seperti penguntit mesum.
Bersamaan dengan sang aktris yang masih sibuk membenahi penampilan serta pikirannya, aktor tampan yang menggoda itu tetap tidak mengalihkan fokus perhatiannya pada punggung sang aktris yang berjalan menjauh. Pria itu membatin dengan tatapan penuh arti, ‘Bella, di kehidupan ini kau adalah milikku, dan akan menjadi milikku seorang.'
~~~
Semua mimpi buruk itu bermula sekitar satu bulan sebelumnya. Menjelang malam di dalam sebuah bar elite yang terletak di tengah Kota Venesia, terdapat sekelompok kawula muda yang duduk berkumpul di sebuah meja bar sambil berkelakar.Hingar-bingar musik yang menghentak serta banyaknya wanita seksi yang bergoyang sama sekali tidak mengalihkan fokus perhatian mereka pada sebuah botol wine kosong yang kini tergeletak di atas meja.“Kena kau, Bella!” teriak salah seorang gadis dengan begitu bersemangat seraya menunjuk sahabatnya. Mereka sedang melakukan permainan truth or dare."Oh, shit!" pekik gadis cantik yang dipanggil Bella sembari menjambak pelan rambutnya, frustrasi.Ujung tutup botol itu sedang mengarah pada Bella. Artinya, ia harus menerima hukuman berupa menjawab sebuah pertanyaan dengan jujur atau melakukan sebuah tantangan. Berniat untuk menghindari hukuman, gadis itu justru menenggelamkan kepalanya di atas mej
Glenn Lucas, seorang aktor papan atas yang begitu digilai di Venesia sekaligus pemeran utama dalam film ‘My Boss My Love’.Dengan wajah rupawan, manik mata berwarna biru sebiru lautan, serta pemilik postur tubuh sempurna yang sering memenangkan ajang sayembara Top Model, sosok Glenn selalu mampu membuat para wanita yang melihatnya menjerit histeris.Seperti saat ini, tidak hanya para aktris di meja bar yang terkesiap melihatnya, para wanita yang sebelumnya asyik menikmati irama musik yang menghentak juga tidak sedikit yang memusatkan perhatian pada Glenn. Pesona seorang Glenn Lucas memang tidak dapat dipandang sebelah mata.Namun sayangnya, pria itu dikenal sebagai seseorang yang dingin. Dia enggan melakukan kontak fisik yang begitu intim dengan lawan mainnya meskipun hanya sekadar profesionalisme pekerjaan. 'Aktor alim' merupakan julukan yang diberikan para penggemar padanya."Dan sekarang, aku tidak tahu itu anugerah atau m
‘Pria sialan!’ Bella menggemeratakkan giginya dengan mengepalkan sebelah tangannya erat hingga buku-buku jarinya memutih. Ia memutuskan untuk kembali bergabung di tempat duduk sebelumnya, tepatnya di meja bar dan di sebelah Emma.Suasana canggung karena kedatangan Glenn seketika terasa dan membuat semua menghentikan permainan. Apa yang baru saja terjadi merupakan sebuah pemandangan mengejutkan yang tidak pernah mereka lihat dari sosok Glenn sebelumnya. Sebagian wanita yang juga merupakan aktris yang terpilih membintangi film kini menatap kagum pada sosok Glenn.Lain halnya dengan para wanita itu, Bella justru menatap Glenn dengan sorot mata tajam penuh kekesalan. Gadis itu menenggak wine dengan kasar, masih dengan tatapan membunuh yang tidak lepas dari lelaki itu."Hei hentikan! Apa kau ingin bunuh diri dengan minum sebanyak itu?" bisik Emma lirih pada sahabatnya."Diamlah kau, Emma! Aku ingin mencuci mulutku dari kotoran kec
Seorang pria yang dipanggil Bella dengan sebutan Pangeran itu menghentikan kuda putihnya tepat di samping Bella. Dengan jubah hitam dan penutup kepala yang menutupi sebagian wajahnya, aura misterius terpancar dari pria tersebut. Sebelah tangan pria itu kemudian terulur dan menarik tubuh Bella agar bisa menaiki kuda yang ditungganginya. Bibir Bella melengkung membentuk senyuman. Ini adalah hari yang cukup lama ia tunggu-tunggu. Dengan cepat pria itu pun memacu kuda hingga berlari menjauh dari kediaman Bella. Sementara para dayang yang masih mengejar, sontak berhenti saat melihat Lady mereka tidak mungkin bisa dikejar lagi. "Apa kau senang?" bisik pria yang berada di belakang Bella. Jarak tubuh keduanya kini begitu dekat. "Tentu saja, Pangeran. Anda sudah berjanji akan membawa saya ke tempat yang menyenangkan bukan?" Bella tersenyum seraya menoleh ke belakang. Sepanjang perjalanan menyusuri hutan, senyuman cerah terus terbit dari wajah cantik Be
Emma tengah menunggu kedatangan Bella di lobi kantor MBE Entertainment ditemani dengan segelas cappucino dan dua slice roti sandwich. Sudah hampir enam puluh menit, tetapi sahabatnya itu tak kunjung menampakkan batang hidungnya.Emma kemudian berniat untuk mengambil gawai di dalam saku celana agar bisa kembali menghubungi Bella. Namun belum sempat jemari lentiknya mengusap layar benda pipih itu, sosok yang ia tunggu-tunggu sudah berdiri di ambang pintu.Melambaikan sebelah tangan ke atas, Emma segera memanggil Bella dengan suara sedikit meninggi. Bella yang sedang mengedarkan pandangan pun akhirnya menemukan Emma dan segera berjalan mendekat ke arah gadis imut dengan potongan rambut pendek sebahu itu."Duduklah!" pinta Emma seraya menepuk sebelah telapak tangan pada permukaan sofa."Mengapa kau masih di sini, Emma? Apakah rapatnya belum dimulai?" tanya Bella sambil mendudukkan bokong di sebelah Emma."Belum, mana
Kini Pablo berjalan beriringan bersama Bella di lorong yang sepi. Mereka hendak menuju kafetaria untuk membicarakan semua yang baru saja terjadi di ruang direktur. "Jadi, apa ini ada hubungannya dengan bayaran yang tiba-tiba naik menjadi 60% seperti yang kau bilang tadi? Aku bersedia menandatangani kontrak karena tidak ada adegan yang tidak kusukai sebelumnya, Pablo," tegas Bella sebelum Pablo memulai pembicaraan. Pablo menggaruk tengkuknya yang tidak gatal seraya tersenyum kering, "Kurasa hanya sedikit adegan yang ditambahkan. Menurutku film tanpa adegan adult juga kurang pas. Bagaikan sayur tanpa garam. Lagipula kau hanya akan berciuman seperti adegan yang ada di dalam film-film pada umumnya. Bukan adegan yang mengharuskanmu telanjang, Bella," cecar Pablo masih dengan berjalan di samping Bella. Bella tiba-tiba menghentikan langkahnya. Tenggorokannya terasa tercekat, tidak mampu berkata-kata. Tentu saja gadis itu memiliki alasan mengapa ia begitu te
"Excuse me! Berapa totalnya?" Seorang wanita paruh baya melambaikan sebelah tangan di depan wajah Bella yang sedang melamun. Bella terkesiap dan dengan segera mengambil satu persatu barang di atas permukaan meja kasir berupa mie instan, soda, gula, dan yang lainnya untuk didekatkan pada barcode scanner. "Maafkan aku. Semua totalnya US$ 9, Nyonya Kelly." Ya, Bella memang mengenal sosok wanita paruh baya bernama Nyonya Kelly yang kini ada di hadapannya. Sebab, wanita dengan rambut putih penuh uban dan selalu digulung rapi itu sering datang ke minimarket tempat saat ini Bella berjaga. Suasana musim dingin di Veneto, Venesia saat ini membuat alam bawah sadar Bella terasa nyaman untuk mengelana. Meskipun telah terpasang penghangat ruangan di dalam minimarket, tetapi membaringkan tubuh di kasur dengan lilitan selimut tebal tentu saja terasa lebih menyenangkan bagi Bella. Terlebih, seharian ini Bella telah berada di MB
Sekitar satu tahun yang lalu di Veneto, Venesia. Musim semi membuat bunga-bunga tulip bermekaran dengan menawan. Bahkan, tidak sedikit penduduk yang sudah menyiapkan bunga tulip untuk dipamerkan di festival bunga pekan depan. Tentu saja, musim semi terasa membahagiakan bagi sebagian penduduk. Begitu juga dengan beberapa gadis yang kini juga sedang berbahagia dan berada di Teatro Ala Scalaa. Sebentar lagi akan ada pementasan pertunjukan drama teater mereka untuk pertama kalinya. Kini mereka tengah sibuk berdandan di ruang make up dan tentu saja salah satu dari mereka adalah Bella Marlene. "Bukankah gaun pelayan yang kita kenakan saat ini cukup unik, Emma?" ujar Bella seraya melihat pantulan dirinya sendiri di depan cermin. Gadis itu sedang mengenakan gaun panjang mengembang yang biasa dikenakan oleh para pelayan di Eropa abad pertengahan. "Ck, kau memang cocok mengenakannya, Bella. Tapi lihatlah bagian bawah gaun ini terlalu panjang untukku!"