Seorang pria yang dipanggil Bella dengan sebutan Pangeran itu menghentikan kuda putihnya tepat di samping Bella. Dengan jubah hitam dan penutup kepala yang menutupi sebagian wajahnya, aura misterius terpancar dari pria tersebut.
Sebelah tangan pria itu kemudian terulur dan menarik tubuh Bella agar bisa menaiki kuda yang ditungganginya. Bibir Bella melengkung membentuk senyuman. Ini adalah hari yang cukup lama ia tunggu-tunggu.
Dengan cepat pria itu pun memacu kuda hingga berlari menjauh dari kediaman Bella. Sementara para dayang yang masih mengejar, sontak berhenti saat melihat Lady mereka tidak mungkin bisa dikejar lagi.
"Apa kau senang?" bisik pria yang berada di belakang Bella. Jarak tubuh keduanya kini begitu dekat.
"Tentu saja, Pangeran. Anda sudah berjanji akan membawa saya ke tempat yang menyenangkan bukan?" Bella tersenyum seraya menoleh ke belakang.
Sepanjang perjalanan menyusuri hutan, senyuman cerah terus terbit dari wajah cantik Bella. Sebuah perasaan nyaman yang begitu dalam seketika masuk ke dalam relung hatinya. Bahkan, jika putaran waktu bisa dihentikan, Bella bersedia melakukannya. Seolah raga yang dihanyutkan oleh sebuah mimpi.
Ya, itu memang sebuah mimpi. Sedikit dari semua kepingan mimpi Bella tentang Pangeran berkuda putih. Anehnya, mimpi itu seringkali berputar layaknya kaset dan terus menghampiri alam bawah sadar Bella ketika memejamkan mata.
Namun, bayangan menyenangkan itu justru mampu memberikan secercah kebahagiaan dalam gelap dan penatnya kehidupan Bella saat ini. Semua itu karena sang Pangeran berkuda putih.
~~~
Di dalam sebuah kamar sempit berukuran sekitar 2x2 meter dengan atap berbentuk miring. Tidak ada jendela dan ventilasi cahaya di dalam kamar itu. Namun, waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi hingga deringan alarm tiba-tiba terdengar memekakkan telinga.
Tak lama sebuah pijakan kaki bagai gempa membuat benda-benda kecil di sekitar kamar ikut bergetar. Bahkan, reruntuhan debu yang berjatuhan dari atap kayu berbentuk miring juga ikut andil meramaikan suasana. Sebab kamar itu berada persis di bawah tangga.
Barbara yang sedang menapaki anak tangga untuk turun dari lantai dua kamarnya memang sengaja menghentakkan kaki dengan keras. Tujuannya agar Bella yang berada di kamar bawah tangga kebisingan dan dijatuhi oleh debu.
Suasana pagi hari yang tidak biasa bukan? Namun suasana seperti itu sudah lumrah terjadi sejak Bella tinggal di rumah Miss Dorothy. Nasib Bella saat ini hampir sama dengan pemeran utama dalam serial Harry Potter. Namun sayang, Bella tidak seberuntung Harry yang bisa merapalkan sihir Wingardium Leviosa untuk keluar dari rumah yang terasa seperti di neraka menggunakan sapu terbang.
Padahal, sebenarnya Bella juga memiliki uang asuransi dari orang tuanya. Namun uang itu telah digunakan oleh Miss Dorothy untuk membangun minimarket kecil yang ada di pertigaan jalan San Marine. Karena itulah sejak awal Miss Dorothy sengaja mengadopsi Bella ketika berusia sepuluh tahun.
Di sisi lain, keadaan juga memaksa wanita paruh baya itu. Dia harus menjadi orang tua tunggal bagi Barbara sejak suaminya pergi bersama wanita lain. Namun, Bella tidak pernah mempermasalahkan semua yang dilakukan Miss Dorothy padanya.
Lupakan perihal semua itu terlebih dahulu! Sebab gadis yang berada di kamar bawah tangga itu masih saja terlelap dan kini sedang melenguh dalam tidurnya. Suara alarm, pijakan kaki, serta reruntuhan debu yang membuat suasana di dalam kamar yang bagaikan gempa bumi, tidak lantas membuatnya segera terbangun dari tidur.
Tiba-tiba terdengar suara nada dering dari telepon genggam Bella yang bergetar di atas nakas. Jemari lentiknya perlahan terulur untuk mengambil telepon genggam itu dan segera menempelkannya ke daun telinga dengan kedua mata yang masih terpejam, enggan untuk bangun.
"Ya, siapa?" lirihnya dengan suara serak bangun tidur.
"Apa kau lupa jadwal kita hari ini? Mengapa kau belum juga datang di kantor? Apa kau ingin melepaskan semua mimpimu untuk menjadi seorang aktris agar tidak perlu lagi memusingkan masalah biaya hidupmu? Bangunlah, Bella Marlene!" cecar Emma panjang lebar yang membuat Bella seketika membuka matanya lebar-lebar.
Menutup panggilan telepon, Bella segera mendudukkan tubuhnya dengan kedua kaki menyila di atas kasur. Keningnya mengernyit dengan mata menyipit. Ia memijit keningnya yang tiba-tiba terasa sakit. Bella merasa pengar. Bau alkohol yang menguar di seisi kamar baru saja ia sadari.
Tentu saja itu semua karena semalam Bella mabuk berat. Namun di detik berikutnya, kedua bola mata gadis itu membulat sempurna. Tubuhnya memaku. Bagaimana tidak? Semua ingatan buruk tentang kejadian sebelum ia mabuk kembali berputar layaknya kaset.
Bella teringat jelas bagaimana Glenn menciumnya tadi malam. Bibir lembut dan hangat Glenn menempel dan menyesap bibirnya tanpa ampun. Bahkan ia masih bisa membayangkan bagaimana aroma mint dari bibir Glenn. Tentu saja ia mengingat semuanya. Sebab itu adalah ciuman pertamanya.
Namun bukan wajah merona yang saat ini Bella perlihatkan. Gadis itu justru merasa kesal. Baru saja ia memimpikan tentang Pangeran berkuda putihnya. Namun setelah bangun ia justru mengingat kejadian yang membuatnya meradang di pagi hari.
"Oh shit!" umpatnya dengan wajah kusut dan segera beranjak bangkit untuk menuju ke kamar mandi. Ia harus segera membersihkan tubuh dan bersiap-siap menuju kantor perusahaan entertainment meskipun kepalanya masih terasa pengar.
"Apa kau tidak ingin sarapan?" tanya Miss Dorothy beberapa jam kemudian kala Bella selesai bersiap. Kini wanita paruh baya itu terduduk di meja makan bersama Barbara.
"Tidak, aku sudah sangat terlambat," jawab Bella singkat seraya sedikit membungkuk karena sibuk mengenakan sepatu boots wanita miliknya sambil menoleh ke belakang, melihat ke arah Miss Dorothy.
Dengan balutan kaos casual berwarna putih yang senada dengan warna kulitnya yang putih bersih, jaket mantel yang tebal, celana jeans panjang, sepatu boots hitam, serta penutup kepala yang menutupi ujung rambut cokelatnya yang tergerai, Bella sedang terburu-buru untuk menuju perusahaan entertainment yang menaunginya.
Sementara Barbara yang sedang mengunyah sandwich hanya menatap sinis ke arah Bella, "Bukan makanan yang mencari mulut, tetapi mulut yang mencari makanan, Mom. Kau tidak perlu repot-repot menawarinya makan," desis Barbara tidak acuh masih dengan mengunyah sandwich.
"Segera habiskan makananmu, Barbara! Dan kau Bella, jangan lupa nanti malam adalah waktumu menjaga minimarket. Karena akhir-akhir ini kau yang selalu sibuk, aku jadi harus bekerja dua kali menjaga minimarket dan juga menambah biaya karyawan. Pengeluaran kita jadi semakin banyak," cecar Miss Dorothy pada Bella.
Gadis berambut cokelat yang telah selesai mengenakan sepatunya menatap Miss Dorothy sambil menghela napas panjang, "Baiklah, nanti malam aku akan menjaga minimarket untukmu. Namun, sepertinya hari-hari berikutnya akan sulit. Waktu untuk syuting tidaklah sedikit. Tapi tenang saja, jika aku sudah mendapatkan upah aku akan membantumu dan mengganti uang yang kau gunakan untuk menggaji karyawan," papar Bella dengan wajah datar.
Barbara mendecih, "Astaga! Apa saat ini kau sedang menyombongkan diri? Jangan berpikir hanya karena mendapat peran dalam sebuah film, maka kau bisa melakukan segalanya. Ayolah, itu hanya sebuah film pendek, Bella."
Barbara menjeda kalimatnya sesaat untuk menenggak segelas air putih. "Meskipun kuakui kau sangat beruntung bisa bermain dengan aktor papan atas seperti Glenn Lucas, tetapi itu tidak akan merubah segalanya. Lihatlah penampilanmu! Kau terlihat seperti seorang petani dari pedesaan. Memalukan." Ejekan bernada iri hati keluar dari mulut Barbara yang kembali mengunyah makanan.
Setiap hari, tiada hentinya Barbara mengganggu dan menghina Bella. Setelah lulus dari kuliah, Barbara masih belum mendapatkan pekerjaan. Gadis itu tidak ingin menjadi karyawan biasa. Ia hanya ingin menjadi seorang sekretaris di dalam perusahaan bergengsi. Bukankah harga diri seorang Barbara terlalu tinggi?
Meskipun begitu, berbekal dengan wajahnya yang cukup cantik dan tubuhnya yang seksi bak gitar spanyol, beruntung Barbara mampu mendapatkan kekasih yang lumayan kaya meskipun berwajah pas-pasan. Lelaki kaya berwajah pas-pasan itu bernama Max.
Mendengar hinaan dari Barbara, Bella hanya melirik sekilas dan memalingkan wajah kemudian melenggang pergi tanpa sepatah kata. Gadis itu menanggapi Barbara hanya dengan seraut wajah datar, tanpa ekspresi. Pasalnya, sudah seringkali Bella mendengar hal tidak penting dari mulut wanita itu.
Barbara memicingkan mata dan menjadi semakin geram dibuatnya. Gadis itu terus menggerutu sembari mengunyah makanan. "Ck, dasar perempuan tidak tahu diri! Uhuk-uhuk! Barbara tiba-tiba tersedak makanannya sendiri.
~~~
Emma tengah menunggu kedatangan Bella di lobi kantor MBE Entertainment ditemani dengan segelas cappucino dan dua slice roti sandwich. Sudah hampir enam puluh menit, tetapi sahabatnya itu tak kunjung menampakkan batang hidungnya.Emma kemudian berniat untuk mengambil gawai di dalam saku celana agar bisa kembali menghubungi Bella. Namun belum sempat jemari lentiknya mengusap layar benda pipih itu, sosok yang ia tunggu-tunggu sudah berdiri di ambang pintu.Melambaikan sebelah tangan ke atas, Emma segera memanggil Bella dengan suara sedikit meninggi. Bella yang sedang mengedarkan pandangan pun akhirnya menemukan Emma dan segera berjalan mendekat ke arah gadis imut dengan potongan rambut pendek sebahu itu."Duduklah!" pinta Emma seraya menepuk sebelah telapak tangan pada permukaan sofa."Mengapa kau masih di sini, Emma? Apakah rapatnya belum dimulai?" tanya Bella sambil mendudukkan bokong di sebelah Emma."Belum, mana
Kini Pablo berjalan beriringan bersama Bella di lorong yang sepi. Mereka hendak menuju kafetaria untuk membicarakan semua yang baru saja terjadi di ruang direktur. "Jadi, apa ini ada hubungannya dengan bayaran yang tiba-tiba naik menjadi 60% seperti yang kau bilang tadi? Aku bersedia menandatangani kontrak karena tidak ada adegan yang tidak kusukai sebelumnya, Pablo," tegas Bella sebelum Pablo memulai pembicaraan. Pablo menggaruk tengkuknya yang tidak gatal seraya tersenyum kering, "Kurasa hanya sedikit adegan yang ditambahkan. Menurutku film tanpa adegan adult juga kurang pas. Bagaikan sayur tanpa garam. Lagipula kau hanya akan berciuman seperti adegan yang ada di dalam film-film pada umumnya. Bukan adegan yang mengharuskanmu telanjang, Bella," cecar Pablo masih dengan berjalan di samping Bella. Bella tiba-tiba menghentikan langkahnya. Tenggorokannya terasa tercekat, tidak mampu berkata-kata. Tentu saja gadis itu memiliki alasan mengapa ia begitu te
"Excuse me! Berapa totalnya?" Seorang wanita paruh baya melambaikan sebelah tangan di depan wajah Bella yang sedang melamun. Bella terkesiap dan dengan segera mengambil satu persatu barang di atas permukaan meja kasir berupa mie instan, soda, gula, dan yang lainnya untuk didekatkan pada barcode scanner. "Maafkan aku. Semua totalnya US$ 9, Nyonya Kelly." Ya, Bella memang mengenal sosok wanita paruh baya bernama Nyonya Kelly yang kini ada di hadapannya. Sebab, wanita dengan rambut putih penuh uban dan selalu digulung rapi itu sering datang ke minimarket tempat saat ini Bella berjaga. Suasana musim dingin di Veneto, Venesia saat ini membuat alam bawah sadar Bella terasa nyaman untuk mengelana. Meskipun telah terpasang penghangat ruangan di dalam minimarket, tetapi membaringkan tubuh di kasur dengan lilitan selimut tebal tentu saja terasa lebih menyenangkan bagi Bella. Terlebih, seharian ini Bella telah berada di MB
Sekitar satu tahun yang lalu di Veneto, Venesia. Musim semi membuat bunga-bunga tulip bermekaran dengan menawan. Bahkan, tidak sedikit penduduk yang sudah menyiapkan bunga tulip untuk dipamerkan di festival bunga pekan depan. Tentu saja, musim semi terasa membahagiakan bagi sebagian penduduk. Begitu juga dengan beberapa gadis yang kini juga sedang berbahagia dan berada di Teatro Ala Scalaa. Sebentar lagi akan ada pementasan pertunjukan drama teater mereka untuk pertama kalinya. Kini mereka tengah sibuk berdandan di ruang make up dan tentu saja salah satu dari mereka adalah Bella Marlene. "Bukankah gaun pelayan yang kita kenakan saat ini cukup unik, Emma?" ujar Bella seraya melihat pantulan dirinya sendiri di depan cermin. Gadis itu sedang mengenakan gaun panjang mengembang yang biasa dikenakan oleh para pelayan di Eropa abad pertengahan. "Ck, kau memang cocok mengenakannya, Bella. Tapi lihatlah bagian bawah gaun ini terlalu panjang untukku!"
Ini adalah saatnya. Hari pertama Bella melakukan syuting film 'My Boss My Love'. Para kru sedang berlalu lalang dan menyiapkan segala keperluan di lokasi syuting. Untuk scene awal akan diambil di dalam sebuah kamar hotel mewah. Pemeran utama wanita akan memergoki kekasihnya yang tengah berselingkuh dan memadu kasih bersama perempuan lain. "Apa kau mau minum coffee?" Aaron membawa dua cup coffee dan berdiri di samping Bella yang sedang duduk mempelajari naskah. "Terima kasih banyak, Aaron," jawab Bella seraya tersenyum tipis dan menerima satu cup coffee dari Aaron. "Apa aku boleh duduk di sebelahmu?" "Tentu saja, silakan!" Bella tersenyum ramah seraya sedikit menggeser bokong. "Apa kau sedang mempelajari naskahmu?" Aaron berbasa-basi untuk mencairkan suasana. "Ya, sebentar lagi giliranku syuting bersama Black dan Mona. Apa kau sudah mempelajari naskahmu? Kita akan berakting bersama s
"Hei, bukankah hari ini masih belum ada pengambilan adegan untuk Glenn?" "Sepertinya begitu. Giliran Glenn masih beberapa hari lagi. "Lalu mengapa ia datang? Bukankah kita selalu menunggu lama saat jadwal adegan Glenn dimulai karena dia selalu datang terlambat? Apa kau tidak merasa ada yang aneh?" "Entahlah, tetapi aku tetap merasa senang bisa melihat wajahnya yang tampan. Lihatlah penampakan bokong pemenang American Top Model itu! Kedua mataku seolah diberkati, ho-ho-ho." Masih terdengar suara riuh gaduh dari para kru yang sejak tadi berlalu lalang menyiapkan segala sesuatu di lokasi syuting. Bella yang duduk di sebelah Aaron, bahkan bisa mendengar bisikan mereka. Sementara diam-diam Aaron mengamati Bella yang menjadi tidak fokus pada lembaran naskah yang sebelumnya mereka baca bersama. Lelaki itu melihat Bella tercenung dengan tatapan kosong. "Apa kau sedang memikirkan sesuatu?" tanya Aaron secara tiba-tib
Lagi dan lagi kalimat mengejutkan keluar dari mulut Glenn dengan begitu santainya. Para kru dan artis lainnya sontak terkejut dengan ide yang mereka yakini tidak mungkin keluar dari mulut Glenn. Pasalnya, untuk sekadar berciuman, hanya di film ini Glenn bersedia melakukannya. Bagaimana mungkin kali ini ia ingin menambahkan adegan adult yang lainnya? Bella yang juga mendengar cetusan Glenn sontak terbelalak dan seketika menatap tajam lelaki tampan yang duduk di sebelah sutradara itu. Sementara sosok lelaki yang memberikan cetusan gila itu justru tersenyum culas serta memiringkan sedikit kepala melihat Bella. Senyuman jahat, tetapi memikat semakin terkembang saat ekspresi Bella berubah menjadi penuh keterkejutan. Kembali hidup Bella terporak porandakan oleh seorang Glenn Lucas. ~~~ Tuan Jhon seorang pria paruh baya dengan tubuh tambun berkepala botak tengah berada di dalam ruang kantornya. Pria itu merupakan direktur film 'My Boss My Love'. Namun kini
Sayup-sayup terdengar suara keributan yang memekakkan telinga. Berbagai macam jeritan kesakitan, pekikan, hingga suara pedang terdengar begitu mengerikan. Seorang gadis cantik membuka kelopak mata dan mendapati dirinya berada di dalam sebuah kereta kuda abad pertengahan. Layaknya Cinderella, gadis itu keluar dari kereta kuda dengan gaun indah dan sepatu kaca. Namun kini bukanlah pemandangan indah berupa istana sang Pangeran, seperti Cinderella yang akan berdansa hingga jam dua belas malam. Hal mengerikan justru ada di depan mata, yaitu para pengawal dan pelayannya yang berjatuhan bersimbah darah. Gadis itu melihat sosok pria yang tidak ia kenal berdiri di antara mayat para pengawal dan pelayannya dengan pedang yang masih mengucurkan darah segar. Netra mereka berdua bertemu. Pupil mata gadis itu sontak bergetar melihat tatapan mengerikan dari pria itu. Di detik berikutnya, pria itu menghampiri sang gadis. Gelenyar ketakutan semakin menyerang kala gadis itu men