Suara gemericik air dari wastafel memenuhi sepetak dapur di kediaman Miss Dorothy. Bella tengah mencuci piring kotor dengan bayangan tentang perkataan Tuan Jhon sebelumnya. Sebenarnya siapa yang ada di belakangnya? Pertanyaan itu terus bergelayut dan membuat Bella melamun. Bahkan, gadis cantik itu sampai tidak sadar jika kucuran air telah mengalir dan membasahi lantai.
"Apa yang sedang kau pikirkan, Babe? Lihatlah genangan air yang sudah berada di bawah kakimu!" Terdengar suara seorang lelaki yang tiba-tiba mengangetkan Bella dari arah belakang.
Bella berjungkit terkesiap dan segera menoleh ke belakang. Ia melihat sosok lelaki dengan dandanan casual sedang berdiri menyandarkan punggungnya di tembok seraya memiringkan sedikit kepalanya. Lelaki itu adalah Max, kekasih Barbara. Bella tidak tahu sejak kapan lelaki itu berdiri dan mengamatinya dari sana.
"Itu bukan urusanmu, Max," jawab Bella tidak acuh seraya mematikan wastafel.
Max tersenyum mi
Ciiiit! Suara decitan ban mobil yang beradu dengan permukaan jalan bersalju terdengar cukup nyaring dan memekakkan telinga. Emma segera menginjak pedal rem untuk menghentikan mobil. "Apa aku menabrak seseorang?" ucap Emma dengan bola mata terbelalak. Tidak ubahnya dengan Emma yang memasang wajah menegang, Bella pun demikian. Dengan napas yang bergerak naik turun dan jantung berdegup kencang, kedua gadis itu segera turun dari mobil. "Hey, apa kau tidak apa? Apa yang sedang kau lakukan di tengah jalan?" cecar Emma masih dengan menampilkan wajah tegang pada seseorang yang ada di depan mobil pickup-nya. Dia adalah seorang pria yang sedang membungkuk. Bella juga memasang wajah kaku. Dia menatap pria yang hampir tertabrak dan sedang membungkuk itu. Entah apa yang dilakukan olehnya di tengah jalan. 'Apakah dia berniat bunuh diri dengan menabrakkan dirinya di jalanan yang sepi?' Pikiran konyol itu yang ada dalam benak Bella. Hingga tak lama, p
'Oh tidak! Apakah pria tua itu yang ternyata ada di belakangku? Siapa dia?' batin Bella masih dengan keterkejutannya. Pasalnya, seorang pria tua dengan rambut putih penuh uban dan setelan jas rapi tengah berjalan masuk dengan senyuman.Bella dan Emma kompak berdiri untuk memberikan salam. Namun secara mengejutkan, pria tua itu justru membungkuk 90 derajat dan balik memberikan salam penghormatan pada Bella dan Emma. Membuat dua gadis itu kembali tercengang. Lagi dan lagi mereka telah dibuat kebingungan—sejak awal masuk ke dalam mansion."Perkenalkan, nama saya Pollux. Saya adalah kepala pelayan di sini," tutur pria tua bernama Pollux tersebut. Ternyata dia bukan sang empu mansion mewah, melainkan seorang kepala pelayan."Ohh ...." Bella dan Emma kompak manganggukkan kepala seraya membulatkan bibir hingga membentuk huruf O.'Hampir saja! Kukira aku akan berhubungan dengan seorang pedhopilia,' batin Bella bernapas lega. Otak cantik gadis itu berpikir t
Bella menautkan kedua alis, "A-apa maksudmu? Tentu saja aku di sini untuk pipis!" Sebuah jawaban polos itu meluncur begitu saja. Pria itu kembali tersenyum, "Sayangnya, tempatmu bukan di sini, Nona," ujarnya dengan begitu santai. Alis mata Bella kembali menukik. Seketika kakinya mundur beberapa langkah ke belakang. Netranya melirik ke atas, melihat papan akrilik kecil yang tergantung di pintu toilet yang bergambar manusia tanpa rok lengkap dengan tulisan 'Men'. "Oh Shit!" Bella menggeram rendah sembari membuang wajah. "Apa kau datang ke sini karena merindukanku?" Pria itu kembali bertanya dengan sebuah senyuman smirk. Bella membelalak, "What?! Bagaimana mungkin aku merindukan psikopat mesum sepertimu?!" desisnya sengit sambil mengernyit. Ya, siapa lagi yang dipanggil Bella dengan julukan psikopat mesum jika bukan seseorang yang membuat hidup damainya terporak poranda sejak pertemuan mereka yang pertama? Pria yang sedang dihadapi Bella
"Jadilah pelayanku."Bella tercenung untuk sepersekian detik. "A-apa?" tanyanya bingung sembari mengernyitkan dahi."Kubilang jadilah pelayanku." Glenn mengulang pernyataannya yang lebih terdengar seperti sebuah perintah."Ma-maksudmu ... seorang maid?" Bella memastikan pendengarannya tidak bermasalah. Sepertinya ia harus segera membeli korek telinga."Benar." Glenn mengangguk santai dan tersenyum culas.Bella tercengang, tidak mampu berkata-kata. Di saat sebelumnya ia begitu yakin dan sangat percaya diri jika yang diinginkan seorang Glenn Lucas adalah tubuhnya, tetapi keyakinan itu tampaknya harus merosot dan terjun bebas karena terlalu tinggi. Secara tidak terduga, Glenn justru menginginkan ia menjadi seorang pelayan.Bella kembali menghela napas panjang untuk mencoba tetap tenang. Ia menarik senyuman palsu di wajahnya. "Apa kau begitu kekurangan pelayan, Tuan Glenn? Ah, atau kau ternyata tidak mampu membayar mereka?" terka Bella yang lebi
"Mengapa kau lama sekali? Apa kau baru saja buang air kecil di Meksiko?" Emma menatap datar wajah Bella yang tampak kaku."Kurasa kau tidak akan percaya jika aku mengatakannya, Emma." Bella mengacak rambut cokelatnya yang tergerai, frustrasi.Emma membelalak, "Hei, mengapa kau mengacak rambutmu, dasar gadis ceroboh?!" gerutunya seraya beranjak bangkit dan berdiri tepat di belakang Bella yang sedang terduduk. Jemari Emma kemudian menyugar rambut cokelat itu untuk merapikannya."Sebentar lagi giliranmu untuk melakukan syuting, apa kau lupa? Lagi pula, bukankah selama ini aku yang selalu bersabar mendengar semua cerita-cerita tidak masuk akal tentang mimpimu? Kau yang seolah berada di film klasik Eropa zaman dulu dan menjadi seorang putri bangsawan, gaun-gaun, perhiasan indah, serta para pelayan yang selalu ada di sekelilingmu." Emma menghela napas pendek. "Bahkan, aku juga mendengarmu bercerita tentang pangeran berkuda putih dan juga pria jahat itu. Ha
"Satu porsi beef burger dan satu gelas matcha frappe, benar?" ucap seorang pelayan kafe di meja kasir seraya mengulurkan nampan berisi makanan dan minuman pada Bella. Bella meraih nampan itu dengan senyuman, "Terima kasih." Gadis itu sedang berada di sebuah kafe penjual makanan terdekat dari lokasi syuting, wilayah San Erasmho. Kini, ia berjalan menuju kursi di mana Emma sudah menunggunya. Hampir separuh dari kafe itu telah terisi oleh para kru dan artis yang sedang beristirahat makan siang. Mendudukkan bokong di kursi sebelah kanan Emma, Bella pun memasukkan beef burger ke dalam mulutnya. "Hai, Bella!" sapa Aurora yang tiba-tiba duduk di kursi samping Bella yang kosong. Gadis itu ikut bergabung untuk makan bersama. Menenggak matcha frappe dengan pelan, Bella kemudian menoleh ke arah Aurora untuk balas menyapa, "Ya, hai, Aurora!" "Ehm ... aktingmu tadi cukup bagus, Bella. Tapi sepertinya kau kurang berkonsentrasi. Apa kau s
Kursi kosong di sebelah Bella yang sebelumnya diduduki oleh Aurora telah digantikan oleh Glenn. Suara-suara sumbang mulai berdengung kala beberapa kru melihat Glenn yang terbiasa menyendiri dan enggan bersosialisasi, tiba-tiba menghampiri meja makan milik rekan sesama pemain film 'My Boss My Love'.Mona, Emma, dan Aaron hanya bergeming. Mereka bingung untuk memulai pembicaraan atau sekadar menyapa sosok yang tiba-tiba duduk tanpa sepatah kata tersebut. Terlebih, Bella yang kini duduk di samping Glenn memilih berpura-pura tidak acuh dan menyisihkan acar di burgernya. Gadis itu menganggap Glenn sosok tidak kasatmata."Hallo, Glenn!" sapa Aaron memecah kecanggungan dengan tersenyum ramah.Seolah tuli, Glenn hanya bergeming dan tidak menjawab sapaan Aaron. Pria itu justru menatap datar Aaron dalam waktu yang cukup lama. Aura dingin menyeruak dari netra birunya kala melihat sosok Aaron yang mulai mengernyit bingung kala ditatap olehnya.Tak lama, Glenn akhirny
Bella yang mendengar rengekan Barbara hanya bisa kembali menghela napas pendek dan kasar. Telah terjadi banyak hal tidak menyenangkan yang membuat satu hari terasa begitu panjang. Raganya terasa begitu lelah. Namun, tampaknya masih ada suatu masalah yang ingin tetap berada di sisi Bella bahkan di saat gadis itu ingin mengistirahatkan tubuh sejenak. Mencoba untuk tidak memedulikan teriakan dan rengekan sepupunya, Bella melenggang masuk ke dalam kamarnya yang berada di bawah tangga. Gadis itu segera merebahkan tubuh dengan memasang earphone di kedua telinga. Lagu Jamie Miller berjudul 'Here's Your Perfect' sengaja ia mainkan cukup kencang agar teriakan Barbara tidak mampu menembus indra pendengarannya. Bella hanya ingin beristirahat. Namun, saat ingin memejamkan mata, rambut cokelat Bella tiba-tiba ditarik, "Oho! Ternyata kau sudah datang, wanita jalang!" Barbara menggeram dengan wajah merah padam. Bella memekik kesakitan dengan kedua tangan berusaha memb