Share

Chapter 5 - Cemburu

"Aku berpikir, bagaimana jika aku bertukar peran dengannya? Pasti akan sangat menyenangkan.”

**

Ceklek!

Pintu kamar yang ingin kubuka pelan itu masih saja menimbulkan suara yang keras. Padahal, aku berniat supaya Ibu tidak terbangun, tapi begitulah.

Ceklek!

Aku spontan melihat ke kamar sebelah, dimana Ibu sudah berdiri dengan menggunakan piyama berwarna pink muda bermotif bunga Sakura. Ia begitu segar seakan dia barusan selesai mandi.

“Good morning!” sapa Ibu yang langsung kubalas senyum tipis dan anggukan kecil.

Sebenarnya aku sedikit penasaran, apakah pria semalam sudah pulang? Tapi, Ibu biasanya tidak langsung mengusir pria yang dibawa sebelum sarapan.

Apa hari ini juga akan sama?

“Ahhh … hari ini Ibu tidak akan sarapan dan langsung ke kantor. Apa kau bisa membuat sarapanmu sendiri?” 

Lagi-lagi ia sibuk, sampai harus ke kantor pagi-pagi. Apa tidak bisa ia meluangkan waktu sedikit saja bersamaku? Bahkan dalam sebulan, aku bisa menghitung berapa kali kita mengobrol.

“Oh ya, di kulkas masih ada sup, jika kau mau memakannya, panaskan dulu. Mengerti?” 

“Ya, aku mengerti.”

Ibu lalu segera ke kamar mandi dan bersiap-siap, sedangkan aku pergi mengecek makanan yang ada di kulkas.

Ceklek!

Aku terdiam sesaat mendengar pintu kamar Ibu yang terbuka. Jelas, itu bukan Ibu yang keluar, melainkan pria yang kemarin Bersama Ibu.

“Emm … apa aku boleh bertanya sesuatu?” tanya pria itu setelah menepuk pundakku.

Aku pun reflek menoleh kebelakang dan bertukar pandang dengan pria itu langsung, dan semua terasa canggung.

“T-tentu,” jawabku tanpa menatap dirinya.

Namun aku tidak kunjung mendapatkan pertanyaan. Kupikir ia sedang kebingungan?

“Emm … itu, k-kamar mandi ada dimana?” 

Akhirnya ia berbicara walau nadanya seperti bergetar campur gugup. Apa pria ini baik-baik saja? Aku jadi agak khawatir.

“Emm … kamar mandi di luar lagi dipakai sama Mom. Kalau mau, pakai kamar mandi di kamar saya aja gimana?” tawarku padanya.

Meski diawal ia sedikit ragu, tapi akhirnya ia mengiyakan tawaranku. Aku lalu mengantarnya ke kamar. 

“Kau bisa memakai sabun dan shampoo ku,” ungkapku yang dijawab anggukan ringan olehnya.

Setelah ia masuk ke dalam kamar mandi, aku segera keluar untuk memasak sarapan. Mungkin aku juga akan memasakkan pria itu sarapan.

“Tam!”

“Iya, Mom?”

“Apa pria semalam sudah pulang? Apa kau melihatnya?”

“I-itu, dia sedang mandi di kamar mandiku.”

“Kau mengizinkannya?”

“Y-ya ….”

Kuharap ia tidak marah. Apalagi ini masih pagi, aku hanya tak ingin merusak mood-nya.

“Lain kali, jangan pernah melakukan itu lagi!” 

“Ya, Mom.”

Hari ini aku selamat, tapi entah di hari lain, aku pasti akan dapat amukan. Ah, sudahlah, aku harus segera sarapan dan bersiap ke sekolah.

“Mama berangkat dulu!”

“Bye!”

“Jangan lupa kunci pintunya!”

“Ya.”

Belum semenit Ibu pergi, pria itupun keluar dari kamar. Ia lebih rapi dibanding sebelumnya. Kemeja berwarna biru muda dan celana jeans yang dipakainya benar-benar memadu sempurna. Aku sampai tak berkutik melihat penampilannya.

“Terima kasih sudah meminjamkan kamar mandi untukku.”

“Tidak masalah.”

“Oh ya, aku sudah menyiapkan sarapan. Apa kau mau sarapan dulu disini sebelum pergi?” lanjutku.

Wajahnya agak kebingungan, ia pasti ingin segera pergi dari sini, namun aku malah mencegahnya.

“Apa tidak merepotkanmu?”

“Tentu saja tidak.”

Ia akhirnya mengangguk walau begitu kaku. Aku lalu mengajaknya ke meja makan yang sudah tersaji sarapan berupa roti panggang dan telur mata sapi, aku juga menyajikan orange juice untuk minumnya.

“Emm … aku minta maaf jika semalam Ibuku berbuat aneh-aneh padamu, ia memang sering seperti itu Ketika mabuk,” ucapku yang merasa tak enak dengan kelakuan Ibu.

Sejujurnya, ini pertama kalinya aku berbicara dengan pria yang Ibu bawa, karena biasanya ada Ibu. Jadi aku tidak berani berbicara seperti sekarang.

“Tidak masalah. Lagi pula semalam tidak terjadi apa pun.”

Tidak terjadi apa pun? Aku tak mengerti maksudnya. Bukankah Ibu selalu mengajak semua prianya berhubungan badan? Apa kali ini tidak? 

“Apa itu benar?” tanyaku yang masih tak yakin.

“Ya.” 

Aku sebenarnya ingin bertanya lebih lanjut, tetapi wajah yang terlihat tak nyaman itu membuatku mengurungkan niat tersebut.

**

“Hei! Ngelamun aja!” tegur Sandra yang entah kapan sudah duduk dibangku sebelahku.

Hari ini penampilannya sangat berbeda dari biasanya. Aku sampai tak mengenali sahabatku itu. 

“Ada apa? Kau terkejut melihat penampilanku?”

Aku mengangguk, membenarkan perkataannya. Dan entah kenapa, penampilan barunya ini seperti kukenali.

Makeup yang tipis, rambut yang dikepang menjadi satu, dan poni tipis yang sengaja ditinggalkan di sekitar dahinya terasa sangat tidak asing.

“Aku seperti melihat diriku di masa SMP dulu,” sindirku terang-terangan.

Aku bisa mengetahui bahwa gadis itu benar-benar tersindir, ya mau bagaimana lagi, aku hanya mengatakan sebenarnya.

“Hei, memangnya Cuma dirimu yang bernampilan seperti ini? Semua orang juga pernah.” 

Terserahlah, aku malas meladeninya. Jika aku terus berbicara, ia pasti akan marah dan mengadu kepada Ibu.

“Oh ya, pacarmu sepertinya sedang menunggumu di luar,” ujarku saat melihat Tommy yang berdiri sendiri di depan kelas. 

Sandra yang mendengar perkataanku langsung tersenyum lebar dan mencari keberadaan Tommy. Begitu pandangan mereka saling bertemu, Sandra segera keluar menemui pacarnya itu.

Aku sungguh iri dengan kebahagiaan mereka. Padahal, semua yang terjadi adalah kesalahanku.

“Lagi mikirin apa?” tanya suara itu yang sontak menganggetkanku.

Dan aku tanpa sadar mendekatkan wajahku ke wajahnya saking terkejutnya. Tapi aku berusaha untuk segera menjauh, sebelum tangan Nicky berhasil membawaku Kembali kepada situasi barusan.

“Kita ada di kelas. Jangan sembarangan!” tegurku saat ia semakin memperkecil jarak diantara kita.

“Aku takkan melakukan apa pun. Jadi jangan berpikir aneh-aneh!” balasnya yang kemudian menjauh dariku.

Sial, pasti ia sedang menetertawaiku dalam hati. Aku benar-benar menjadi bodoh didepannya. Padahal, ini bukan yang pertama kali. Tapi tetap saja aku malu. 

“Tommy, bukankah itu nama pria yang sedari tadi kau lihat?” 

Aku langsung terdiam, tak tahu harus merespon apa perkataanya barusan. Dalam hati, aku mengutuki diriku yang terlalu terang-terangan menatap pacar orang. Apa ia menyadari sesuatu? 

“Katakan saja padaku, apa dia tipe idealmu?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status