Share

Chapter 6 - Menghindar

"Untuk pertama kalinya, aku nyaman dengan seseorang setelah kejadian waktu itu. Apakah kali ini semua akan lebih baik?”

**

“Tipe idealku? Dia? Gak mungkinlah!” jawabku dengan tegas.

“Benarkah?” 

Lagi-lagi ia menggodaku. Aku tahu, pasti aku yang akan kalah jika terus menjawabnya. Lebih baik aku diam.

“Oh ya, jam istirahat nanti ke taman belakang ya! Akum au ngenalin kamu ke temenku yang lain,” ungkapnya yang sekaligus mengalihkan topik pembicaraan kami barusan.

Tunggu, dia bilang mau mengenalkanku? Apa-apaan ini? Kenapa rasanya seperti ia akan mengenalkanku sebagai pacarnya? 

“Kita hanya teman dan aku hanya memperjelas status kita,” sambungnya yang seakan membaca pikiranku.

Sial, aku benar-benar malu sekarang. Ditambah senyuman mengejek dari pria disebelahku.

“Ingat! Kau harus datang! Karena aku tidak menerima penolakan!” tegasnya yang setelah itu beranjak dari bangku karena bel sudah bunyi.

Aku pun masih menatap kepergiannya dengan senyum tipis dan yang ada dalam pikiranku sekarang adalah kabur darinya. Memangnya Cuma dia yang bisa bermain-main? Aku juga bisa, asal Ibu tidak tahu.

**

Bel sudah berbunyi menandakan jam istirahat dimulai, tapi aku sama sekali tidak beranjak dari kursi dan diam-diam menatapi Sandra yang sedang sibuk merapikan rambutnya. 

“Ada apa? Kenapa kau terus melirikku?” tanya Sandra yang menyadari pandanganku.

“Emm … bukan apa-apa. Aku hanya ingin mengajakmu ke kantin. Kau mau?” 

“Tidak, karena aku akan makan siang dengan Tommy. Mungkin kau bisa menikmati makan siangmu sendiri,” ucapnya tanpa menatapku.

Kurasa gadis ini masih marah dengan kejadian tadi pagi. Tapi bagaimanapun, aku tidak peduli. Aku akan meminta maaf padanya nanti.

“Baiklah kalau begitu. Aku akan pergi lebih dulu. Good bye!” pungkasku yang langsung beralih dari bangku dan menuju ke kantin.

Namun, Langkah yang awalnya maju itu tiba-tiba berbalik Ketika aku teringat akan ucapan Nicky tadi pagi. Pria itu pasti akan mencariku keseluruh tempat, tapi yang jelas ada satu tempat yang tidak akan ia masuki, yaitu toilet perempuan. Aku harus cepat-cepat kesana sebelum pria itu menemukanku.

Ceklek! Ctik!

Aku mengunci salah satu bilik kamar mandi yang kumasuki dan menunggu di dalam sampai jam istirahat selesai.

“Alexi! Kenapa kau tidak suruh saja Nicky untuk berhenti mengganggu Tamara? Lagi pula, apa menariknya Tamara sampai Nicky harus mengejarnya?” tanya suara Liza yang kukenal.

Dari dulu, gadis itu selalu pencemburu. Kali inipun, dia tetap sama. Apa dia menyukai Nicky? Ah, tapi itu bukan urusanku.

“Liz, kau sama sekali tidak tahu apa pun. Jadi, jangan mencampuri urusan Nicky! Biarkan saja dia melakukan yang ia suka dan satu hal, ia sama sekali tidak merepotkanmu, jadi kau juga jangan merepotkannya!” tegas Alexi yang entah mengapa nada suaranya menjadi tinggi.

Aku yang hanya bisa menguping pembicaraan mereka menjadi tambah penasaran, apa yang sebenarnya mereka bicarakan? 

“Tapi, apa Nicky benar-benar tertarik pada Tamara?” tanya Liza yang lagi-lagi membuat suasana canggung.

Namun, aku juga ingin tahu, apa jawaban dari Alexi. Mungkinkah ia akan menjawab ‘ya’ atau ‘tidak’. 

“Sepertinya dia sangat tertarik pada Tamara,” jawab Alexi yang membuatku langsung terdiam.

Entah kenapa, rasa déjà vu menghinggapiku lagi. Aku jadi teringat tentang masa lalu. Padahal, masa lalu itu harus kulupakan.

“Sudahlah, ayo kita Kembali! Mereka pasti menunggu kita!” ajak Alexi yang baru mematikan kran air wastafel.

Setelah itu, aku tak mendengar lagi suara mereka dan toilet ini menjadi sangat sepi. Aku bahkan merasa sedikit ketakutan meski ada ponsel yang menemaniku. Ah … kapan bel masuk berbunyi?

Ceklek!

Aku mendengar pintu toilet terbuka, namun tidak ada suara sama sekali. Apakah orang tersebut memang sengaja memelankan Langkahnya dan diam?

Tok! Tok!

Ketukan pintu itu membuatku tertegun dan buru-buru mematikan ponselku. Lalu, dengan cepat, aku juga mengangkat kakiku supaya tidak Nampak dari luar. Entah siapapun itu, aku harus tetap berjaga-jaga.

“Apa ada orang di dalam?” tanya suara itu begitu dalam, tapi mampu membuatku terdiam.

“Halo?” 

Ada hal yang tidak kusangka bahwa Nicky berhasil menemukan tempat persembunyianku. Padahal, aku berusaha untuk menjauhinya.

Ah … bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Terus diam atau keluar menghadapinya?

“Sampai kapan kau akan diam? Apa jangan-jangan, kau memang sengaja melakukannya?” 

“Apa yang kau lakukan sampai sini? Kau kan tahu ini toilet perempuan,” balasku akhirnya.

Mungkin, aku terlalu takut. Seharusnya aku diam saja, tapi mulut ini tidak mau menurut. Aku benar-benar sadar dengan semuanya.

“Aku mencarimu, karena kau tidak menerima ajakanku. Ya lebih tepatnya, kau sengaja menghindariku, bukan?” 

“Kau tahu itu, lalu kenapa masih berusaha? Aku bahkan sangat heran dengan tingkahmu.”

“Entahlah. Aku tidak tahu harus mengatakan apa. Kumohon keluarlah sekarang! Aku janji tidak akan menyakitimu jika kau keluar sekarang!”

Ucapannya itu seakan mengancamku untuk tidak main-main. Tapi, bagaimana bisa aku keluar disaat aku benar-benar tidak menginginkannya? Apalagi, pria ini seperti akan memarahiku.

“Aku tidak mau! Pergilah! Jangan temui aku lagi!” suruhku yang tidak mengindahkan permintaannya.

Beberapa saat, aku tak mendengar lagi suaranya. Apa dia masih diluar? Atau dia sudah pergi?

Ah … aku bahkan tidak bisa membayangkan jika aku keluar dan tertangkap olehnya. 

Kring! Kring!

Aku mengutuki bunyi bel itu, mengapa dia berbunyi disaat posisiku masih tidak jelas? Apakah aman? Atau tidak?

“Nick, apa kau masih diluar?” tanyaku yang sedang mengetes keadaan luar.

Ah … aku tidak bisa terus di dalam, aku bisa terlambat ke kelas. Apa aku keluar saja dengan cepat dan buru-buru lari? Pasti dia tidak akan bisa menangkapku.

Ceklek!

Aku membuka pintu bilikku dengan pelan dan berusaha untuk tetap tenang. Entah kenapa, aku merasa aku sedang menghindar dari monster atau makhluk menyeramkan. Padahal, dia hanya manusia biasa, tapi aku begitu takut menghadapinya.

“Hei!”

Sudah kuduga, Nicky tidak akan pergi semudah itu. Tapi, ini sudah bel masuk, apa dia akan terus menungguku?

“Bagaimana? Kau suka dengan permainan ini? Sembunyi-sembunyi dan menunggu penangkap datang? Jujur, ini sangat seru, bukan?” Pertanyaan yang keluar itu mungkin terkesan biasa jika orang lain yang menanyakannya. Tapi berbeda dengan Nicky.

“Apa yang kau inginkan? Aku sama sekali tidak paham!” ucapku yang sudah kesal.

Tapi lihatlah pria ini! Mengapa ia terus tersenyum padahal pembahasan kita sama sekali tidak menyenangkan?

“Aku tidak menginginkan apa pun. Aku hanya ingin dirimu saja,” jawabnya dengan tampang yang sulit kumengerti.

Ah … aku semakin tidak paham. Pria ini memang aneh, tapi terkadang aku menyukai Sebagian sifatnya? Apakah kali ini akan berbeda dengan sebelumnya?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status