"Ini catatan terakhirku. Nanti aku akan Kembali lagi.”
**
“Tom! Hentikan geli!” pintaku saat tangannya itu terus menggelitikku.
“Tidak mau!” balasnya dengan nada seperti anak kecil.
Tapi, aku tidak tahan dan langsung memaksa tangannya untuk diam. Setidaknya untuk beberapa menit aku bisa berhenti tertawa. Namun, kenapa pria dihadapanku ini malah memasang wajah sedih? Padahal aku tidak melakukan hal yang buruk. Dasar manja!
“Kenapa? Kau marah?” godaku sambil menyentuh pipinya dengan lembut.
“Kau sih!”
“Apa lagi?” tanyaku balik.
Tapi bukannya menjawab, ia langsung memelukku Kembali. Sama seperti dulu, Ketika ia kesal, ia akan memelukku dan aku menepuk punggungnya. Akhirnya, kita Kembali Bersama, meski ada kain tipis yang memisahkan. Setidaknya, peras
Aneka makanan mengisi meja makan yang kala itu masih kosong dan beberapa lilin ikut menghiasi suasana. Lalu, makan malam pun dimulai.“Paman! Apa kau suka dagingnya?” tanyaku yang tak sabar.“Ya, aku suka. Kau membuatnya sangat lezat,” puji Paman yang membuatku langsung tersenyum gembira.Ah … leganya mendengar Paman menyukai masakanku. Aku menjadi lebih antusias untuk mempelajari resep-resep baru agar bisa memasakan makanan yang lebih enak.“Dagingnya terlalu banyak lada,” keluh Ibu disaat aku baru saja senang.Lagi-lagi, ia memprotes masakanku ini. Padahal, aku tidak meminta pendapatnya. Mengapa dia terus berkomentar?“Emm … apa tidak enak, Mom?” tanyaku balik.“Ya.”“Jasmine, jangan bicara seperti itu!” Protes Paman Harisson membelaku.Aku pun hanya bisa diam dari pada ikut campur dan menimbulkan masalah. Lagi pula,
Aku menatap jam tanganku, menunggu kapan Alexi akan selesai berbincang dan memakan makan siangnya. Karena ini sudah terlalu lama dan aku tidak memiliki banyak waktu untuk menunggu.“Kau bosan?” tanya Nicky yang selalu saja tepat sasaran.“Tidak.”“Bohong!”Astaga, pria ini mulai lagi. Kenapa dia selalu saja tak percaya dengan perkataanku? Aku kan hanya ingin dia berhenti bicara.“Bagaimana jika kita keluar dan mencari udara segar?” tawarnya yang membuat semua mata tertuju kepadaku.“Tidak, aku ingin disini saja,” balasku yang sama sekali tidak berniat.“Ayolah! Kau kan bosan.”Astaga, kapan ia akan menyerah dan membiarkanku untuk tenang? Aku bahkan menjadi pusat perhatian atas suaranya yang lantang.“Pergilah Tam! Aku tahu kau bosan,” timpal Alexi yang mendukung supaya aku pergi Bersama Nicky.Ah … aku benar-benar menyesal s
"Maaf,” ucapku sesuai yang diinginkan.Bagaimana? Ia senang? Kalau tidak aku bisa mengulanginya sampai ribuan kali. Dan membuatnya bosan. Bukankah itu hal yang bagus?“Tam, kau tidak tulus,” keluh Sandra yang tidak puas.Baiklah, dia memang benar. Lagi pula, mana mungkin aku bisa mengatakan sesuatu yang tulus? Apa lagi untuknya. Seharusnya, ia sadar diri untuk tidak memaksaku. Karena semua akan sia-sia.“Maaf, aku tidak akan menyakitimu lagi,” ucapku dengan wajah yang penuh penyesalan.Padahal, itu semua hanya pura-pura dan dia terlalu bodoh untuk memahaminya.“Terima kasih, Tam. Aku senang. Kau bisa Kembali lagi menjadi dirimu. Mulai sekarang, tetaplah seperti ini!”Wah wah, apa dia sedang menasehatiku? Apa dia berpikir dirinya lebih baik? Dasar! Lihat saja nanti! Aku akan membuatmu m
Ibu memakirkan mobilnya di tepi jalan lalu keluar untuk membeli minuman. Matanya masih begitu sembab dan terkadang mengeluarkan air mata. Aku heran, kenapa dia begitu sedih? Padahal aku tidak merasa demikian.Ring! Ring!Ponsel Ibu berbunyi, apa yang harus kulakukan? Apa kujawab saja? Tapi, bagaimana jika itu telepon penting? Aku takut tidak bisa menyampaikan pesannya dengan baik dan membuat Ibu kesusahan.Ring! Ring!Astaga, sepertinya aku harus mengangkatnya. Tapi nomor siapa ini? Aku sama sekali tidak mengenalinya dan Ibu tidak memberikan nama diatasnya.“Halo?” sapaku lebih dulu setelah mengangkatnya.“Apakah ini nomor Ibu Jasmine?” sahut suara itu dan terdengar seperti seorang pria.“Ya, anda siapa ya?”“Oh, apa Ibu lupa saya? Saya pria yang pernah anda temui
Paman menuangkan susu ke gelasku. Membiarkanku untuk minum lebih dulu. Namun, aku menolak dan memberikan gelasku kepada Sandra. Karena aku berpikir seorang tamu harus dilayani pertama kali.“Jadi, kau tidak memberitahu Ibumu kau disini?” tanya Ibu pada Sandra.“Tidak.”Wow, bukankah dia terlalu nekat? Bagaimana jika Ibunya khawatir? Apa dia tak peduli? Oh! Kurasa tidak! Ibunya kan tidak peduli. Dan bisa dibilang dia sengaja kesini untuk mendapat perhatian Ibuku. Licik sekali.“Baiklah, Tante akan memberitahunya nanti. Sekarang habiskan makananmu!”“Dan kau juga, Tam!” sambung Ibu yang langsung kuiyakan.Paman lalu membuka pembicaraan baru dan aku malas menimpalinya. Mungkin, hanya Ibu yang tertarik membalasnya. Karena aku dan Sandra fokus menghabiskan sarapan.“Oh ya, bagaimana j
"Hei, Tam! Kenapa kau tidak bergabung dengan kami? Kami sedang membicarakan hal yang menyenangkan,” ajak Alexi.Namun, aku tidak menggubrisnya dan asik memasang earphone ke telinga. Lagi pula, mereka sama sekali tidak membutuhkan kehadiranku. Buktinya, mereka tetap asik berbincang. Jadi, untuk apa aku bergabung?Lalu, kenapa Alexi bertindak seolah-olah tidak terjadi apa pun? Padahal kami baru bertengkar kemarin. Apa secepat itu ia melupakan sesuatu? Benar-benar aneh.“Tam, nanti kau mau ikut makan siang Bersama?” tanya Liza yang langsung kujawab gelengan.“Kenapa?” timpal Alexi yang selalu hadir.“Aku … diet.”Lagi-lagi aku memberi alasan yang sama. Serasa tidak ada alasan lain dikepalaku. Tapi, biarlah! Biarkan mereka muak dan membiarkanku pergi. Lalu, suruh Sandra untuk berhenti menatapku? Memangnya aku tonto
"Jadi, kau ingin pergi sekarang?” tanya Nicky sambil mengelus pipiku.Aku pun mengangguk dan ia menjadi kesal. Padahal ia yang bertanya lebih dulu, kenapa ia malah marah? Seharusnya jangan memberikan pilihan! Dasar pria aneh! Tapi ya sudah jika ia melarangku pergi. Aku tetap akan disini dan mencari tahu segalanya tentang dirinya.“Jangan pergi!” pintanya dan kujawab dengan senyuman.Sekarang, aku juga mau bermain dan kaulah mainanku. Lalu Kita lihat, apakah aku bisa menarikmu semakin dalam? Dan membuatmu lupa akan segalanya? Atau kau yang akan berbalik menarikku? Sungguh ini terlalu berbahaya, tapi aku menyukainya. Ini akan sengat seru.“Kau aneh. Padahal kau daritadi meminta pergi, tapi sekarang kau mau tinggal. Apa yang membuatmu berubah keputusan?”“Apa ya? Aku juga tidak tahu. Mungkin karena ucapanmu,” jawabku yang lalu mendekat
Wow, aku terkejut karena Tommy bisa teriak seperti itu. Bahkan, ia membuat semua orang menatap kami. Apa dia sangat kesal? Oh … tapi tolong suruh Nicky untuk melepaskan tangannya! Karena aku merasa, pria ini sedang memakai kukunya. Apa dia sengaja menyakitiku? Ingin membuat tanganku berdarah? Gila!“Tumben sekali kau teriak. Bahkan didepan kekasihmu sendiri,” ungkap Nicky yang langsung membuat Tommy terdiam.Gila! Apa Sandra menatap kami? Bukankah itu menyenangkan? Apakah ia cemburu? Seharusnya begitu. Tapi … kenapa aku malah senang? Bukankah ini ancaman bagiku? Astaga!“Hei Tam! Apa kau sedang merebut kekasih sahabatmu sendiri?” tanya Nicky dihadapan semua orang.Tunggu! Ini jebakan! Aku tidak boleh menjawab iya, jika tidak, aku akan dipermalukan seisi sekolah.Aku harus mencari jawaban lain dan membuat Sandra yang malu.&