Setelah membongkar identitasnya di depan Jocelyn, Catra pergi begitu saja meninggalkan Jocelyn yang saat ini masih shock setelah mengetahui fakta tentang anak tirinya.
Dia duduk sambil terkulai lemas di atas lantai depan meja resepsionis. Orang-orang yang kebetulan lewat, menatap Jocelyn dengan tatapan aneh. Pria muda yang datang bersamanya tadi pun, pergi begitu saja meninggalkan Jocelyn seorang diri.
Pria muda itu lebih memilih menyelamatkan masa depannya dan menghindari berurusan dengan orang-orang dari Ganendra Group yang memiliki pengaruh besar terhadap perekonomian orang-orang seperti dirinya.
"Nirwana, kenapa kita begitu bodoh?! Kenapa kita tidak menyadari sebelumnya, kalau pria yang menghamili anak sialan itu adalah pewaris Ganendra Group?" sesal Jocelyn masih dengan posisi bersimpuh nya.
"Bukankah anak haram itu juga sering wara wiri di sosial media? Kenapa kita begitu bodoh dengan tidak mengenalinya!" ucapnya kembali sambil memukul-mukul kep
Terima kasih sudah membaca ❤️❤️ Jangan lupa Vote sayang dan ramaikan kolom komentar. Challenge yuk! Kalau lebih dari 15 orang yang memberi bintang 5, besok up 2bab, oke! 😁😁 Love u sayang-sayangnya aku😘😘
I got u!" ucap Zeca saat matanya menangkap sosok Abhi yang tengah duduk di depan meja bar, bersama seorang perempuan diatas pangkuannya. Zeca tersenyum sinis, "Kita lihat seperti apa selera seorang, Abhinav!" ucapnya tersenyum sinis. Setelah mengetahui posisi suaminya, Zeca turun menuju lantai disco dan mulai berbaur bersama para lelaki yang mulai mendekatinya. Zeca tidak menghawatirkan keselamatannya sama sekali. Berurusan dengan pria-pria mabuk, merupakan hal sepele baginya. Zeca sudah dibekali ilmu bela diri sejak dia masih remaja. Kalaupun ada yang ingin macam-macam, tentu saja Zeca tidak akan membiarkannya. Zeca mulai berlenggak lenggok menggerakkan badannya mengikuti irama musik yang menggema di dalam sana. Rencananya untuk menjadi pusat perhatian, berhasil. Saat ini, semua mata tertuju pada Zeca yang dengan luwes menikmati setiap alunan musik yang di sajikan oleh disc jockey. Zeca tengah di kelilingi para pria yang bereb
Gisa berjalan dengan anggun memasuki gedung Ganendra Group. Pak Darto mengikutinya dari belakang dengan menenteng beberapa paper bag. Gisa sendiri berjalan sambil menggenggam tangan Dean yang hari ini ikut bersamanya mengunjungi perusahaan sang Daddy. Mata para karyawan membulat tidak mempercayai dengan apa yang mereka lihat. Bagaimana bisa anak bos nya itu datang bersama Gisa yang merupakan musuh dari ayahnya sendiri? Pikir para karyawan. "Ah, mungkin dia di pecat dari perusahaan dan sengaja di jadikan baby sister oleh Pak Catra!" celetuk seorang karyawan yang masih sibuk memperhatikan Gisa dan Dean. "Sadar gak sih, kalau anak itu mirip si Gisa?" tanya karyawan lain. "Ngarang, Lo! Terus Lo mau bilang kalau Pak Catra suaminya si Gisa gitu?" "Gak masuk akal sih, masa iya dia mau jadi anak magang di perusahaan suaminya sendiri!" Percakapan antara karyawan itu pun berakhir karena satu persatu dari mereka mulai pergi untuk makan siang.
"Kakek Buyut ... " panggil Dean pada seorang kakek yang juga ada di restoran tersebut. Gisa menghentikan langkahnya mencari seseorang yang anaknya panggil kakek buyut tersebut. "Anda?" pekik Gisa tidak percaya. "Wah, kalian di sini juga?" tanya Kakek tersebut pada Gisa dan Dean yang saat ini berjalan ke arahnya. "Ya, kebetulan ini sudah jam makan siangnya, Dean!" jawab Gisa. Dean terus berjalan dan berhenti tepat di hadapan sang kakek. Dia menjulurkan tangannya kemudian muncium punggung tangan kakek tersebut. "Kakek makan siang juga?" tanya Gisa kembali. "Ya, Kakek baru mau memesan!" jawabnya sambil mengusap kepala Dean. "Apa Kakek mau gabung bersama kita?" tanya Gisa menawarkan. "Bolehkah?" "Tentu saja! Lihatlah Dean sudah memegang tangan kakek sejak tadi." ucap Gisa sambil menunjuk tangan kakek yang sedang Dean pegang erat. "Ha ... Ha ... Tau saja kalau kakek tua ini hanya makan sendirian!" ucapnya sam
Tidak lama setelah mematikan panggilannya, Catra bergegas keluar dari perusahaannya dan pergi menuju restoran tempat anak dan istrinya berada. Catra tersenyum hangat, saat matanya menangkap sosok mungil yang tengah fokus menyantap makan siangnya. Dia bergegas mendekat dengan langkah lebarnya. "Mommy, Baby ... " panggil Catra dengan suara khasnya yang serak dan berat. Gisa dan Dean dengan kompak menengkok ke arah sumber suara. Sebuah senyum, terbit di kedua sudut bibir dari Gisa dan Dean saat mengetahui siapa orang yang memanggilnya. "Daddy!" panggil Gisa. Dia bangkit dan berjalan mendekat ke sisi suaminya. Gisa raih tangan sang suami untuk dia kecup. Setelahnya, giliran Catra yang memeluk, serta mencium kening, bibir, serta dagu istrinya. Sebuah kebiasaan yang selalu mereka lakukan setiap kali mereka bertemu ataupun saat akan berpisah untuk bekerja. Catra menghampiri anaknya, kemudian dia labuhkan bibirnya di atas kepala Dean. Dean men
"Oh iya Bu, maaf sebelumnya. Ini ada titipan." kasir tersebut memberikan secarik kertas kepada Gisa. Walaupun Gisa bingung, dia tetap mengambilnya, "Terima kasih!" ucap Gisa tulus dengan senyum ramah yang selalu tersimpul dari bibir merah mudanya. Gisa, Catra dan Dean keluar dari dalam restoran dan menunggu Pak Darto datang. "Daddy bisa kembali, sebentar lagi Pak Darto datang!" perintah Gisa pada suaminya. "Daddy ikut sama Mommy saja!" jawab Catra dengan wajah datarnya. "Ini masih jam kerja, Daddyyyyyy!" gerutu Gisa. "Tenang saja, Mommy. Dengan Daddy meliburkan diri pun, perusahaan tidak akan bangkrut!" jawabnya sombong. "Bukan gituuuuu ... " kesal Gisa tidak habis pikir dengan jalan pikiran suaminya. "Daddy mau melanggar kebijakan yang Daddy buat sendiri?" lanjut Gisa mengingatkan, dengan kedua tangan yang dia lipat diatas pinggang. Bukannya takut, apa yang Gisa lakukan justru membuat Catra gemas. Ingin sekali
"Ayo kembali! Ada yang tidak beres dengan Kakek itu!" Catra memberikan keputusan sepihak nya dan bersiap untuk pulang ke rumah. "DADDY!!" pekik Gisa hampir menangis karena kesal. Kedua tangan Catra yang sudah tersimpan diatas setir dan kakinya yang sudah siap menginjak gas, dia urungkan niatnya tersebut saat telinga Catra menangkap suara bergetar dari istrinya. Catra menyerongkan badannya, kemudian menatap Gisa yang tengah menutup wajah menggunakan kedua tangannya. Selanjutnya dia memaling menatap Dean yang duduk di bangku belakang. Catra memajukan wajahnya seolah bertanya 'apa yang terjadi?' menggunakan kode pada anaknya tersebut. Seolah paham dengan apa yang Daddy-nya maksud dan apa yang ditanyakan padanya, Dean menjawab dengan menggedikan kedua bahunya serta tangan yang dia tengadahkan ke atas. Dengan kondisi yang masih kebingungan, akhirnya Catra memberanikan diri untuk bertanya kepada Gisa secara langsung. "Mommy, kenapa?" tanyany
Catra mengabulkan keinginan istrinya untuk pergi menemui Tante Melisa di rumah sakit. Sebelum keluar dari dalam mall, Gisa mencoba mengelilingi mall untuk mencari buah tangan yang akan di bawanya ke rumah sakit. Namun nihil. Gisa tidak dapat menemukan sesuatu yang pas untuk dia berikan kepada Tante Melisa. Mau membawa makanan pun rasanya Gisa takut. Takut makanan yang Gisa bawa, ternyata dapat memperburuk keadaan sang Tante. "Mau beli apa, Mom?" tanya sang suami saat melihat istrinya kebingungan. Dean sendiri tengah anteng di atas stroller yang Catra dorong, dengan dot di tangannya. Dean tidak memperdulikan kebingungan sang Mommy. Dia fokus untuk menghabiskan susu nya. Saat seperti sekarang ini, Dean terlihat seperti anak-anak lain pada umumnya. "Mommy bingung, Dad!" jawab Gisa sambil mematung di depan etalase sebuah toko, yang menyajikan berbagai macam cake dengan toping yang membuat mata orang yang melihatnya, berbinar mengag
"Kalau Daddy mau selesai, kita selesaikan saat ini juga tanpa menunggu ingatan Mommy kembali!" ucap Gisa kembali, membuat Catra menghentikan mobilnya secara mendadak. "MOMMY!!" bentak Catra membuat Dean menangis karena terkejut mendengar suara lantang sang Daddy. "D-Daddy ... " lirih Gisa terbata. Matanya yang sudah menyimpan begitu banyak kristal dalam pelupuknya, dalam seketika luruh bersama hatinya yang patah. Catra mengerang kencang sambil memegang kepalanya, "Aaarrghh ... " teriaknya frustasi. Ya, Catra frustasi. Frustasi dengan keadaan yang mengharuskannya untuk menyimpan rapat-rapat semua masa lalu, demi kesehatan mental istrinya. Bukan sekali dua kali Catra ingin menyampaikan fakta tentang masa lalu mereka. Namun, pesan dari dokter yang tau kondisi Gisa saat ini meminta Catra untuk tetap diam, sampai Gisa sendiri yang mengingat masa lalunya. Atau, anggap cerita dari tiga tahun lalu memang tidak pernah ada. Pesannya pada Catra.