Share

Bab 3. Ayo Kita Menikah!

"Kamu?!" pekik Gisa sambil menunjuk wajah si pria. Si pria tersebut hanya mengerutkan keningnya tanpa menjawab keterkejutan Gisa.

"Kalian sudah saling kenal?" tanya Abhinav. Gisa menggeleng pelan. "Dia, Catra Dewantara Ganendra, CEO di perusahaan tempat kita bekerja," bisik Abhinav pada Gisa.

"Jadi, bukan anda CEO nya?" tanya Gisa polos yang sukses membuat Abhinav tertawa.

Mata Catra menatap tajam Abhi. Gisa sendiri menggigit bibirnya sambil memainkan jari jemarinya gugup. Dia sudah berbuat lancang dengan menunjuk langsung wajah CEO-nya.

Catra yang dia temui sore tadi, sungguh berbeda dengan Catra yang ada di hadapannya saat ini. Jiwa kepemimpinannya sungguh mendominasi saat ini.

"Abhi, jelaskan tujuan dia dipanggil ke rumah sakit ini!" perintah Catra pada Abhi.

"Jadi begini__ kamu, 'kan mmm ... " bingung Abhi.

"Ckk," Catra berdecak sambil melayangkan tatapan tajamnya. "Kamu akan mendonorkan darah kamu untuk adik saya yang akan melahirkan! Golongan_" jelasnya terpotong karena Gisa langsung mengajukan pertanyaan lain.

"Kemana saya harus pergi?" tanya Gisa dengan cepat.

"Anda bisa masuk ke dalam!" jelas Catra pada Gisa.

Gisa bergegas masuk. Di dalam sudah ada beberapa suster yang siap dengan alatnya. Selain itu, ada seorang wanita cantik dengan perut besarnya yang tengah berbaring lemas dengan hidung yang terpasang oksigen di atas tempat tidur. Gisa menghampiri wanita tersebut kemudian mengelus perut buncitnya.

"Sabar ya, sebentar lagi kamu akan bertemu dengan ayah dan ibumu!" ucap Gisa lembut sambil tersenyum hangat pada perempuan tersebut.

"Saya Kayanna, terima kasih sudah bersedia membantu saya!" ucap pelan sambil menjulurkan tangannya.

Gisa menyambut tangan Kayanna, kemudian tersenyum hangat, "Tidak masalah," ucapnya singkat.

Gisa sendiri harus melakukan beberapa pemeriksaan terlebih dahulu sebelum melakukan donor. Mungkin akan menghabiskan waktu 1 jam lebih agar Kayana dapat melakukan transfusi.

Gisa meraih sesuatu dari dalam dompetnya. "Sus, ini kartu bank darah milik saya. Sepertinya Nyonya Kayanna, harus segera mendapat tindakan medis! Jadi, ambil saja darah saya yang ada di bank darah rumah sakit ini. Saya rasa jumlahnya lebih dari cukup. Kalau menunggu saya cek ini itu, pasti lama lagi," jelasnya pada suster.

Kayannaa berkaca-kaca, dia terharu disaat dia sudah kehilangan harapan, Tuhan mengirimkan Gisa untuk membantu dirinya. Dia bahkan menggenggam tangan Gisa erat saat suster mendorong Kayanna menuju ruang operasi.

"Terima kasih," ucapnya tulus. Gisa mengangguk sambil mengelus lembut tangan Kayanna seakan memberi kekuatan. "Semuanya akan baik-baik saja, kalian akan segera bertemu!" ucapnya meyakinkan Kayanna.

Kayanna mengangguk kemudian dia menggenggam tangan Catra yang akan ikut masuk kedalam ruang operasi, karena suami Kayanna sendiri masih di luar negeri. Terlihat jelas gurat kekhawatiran dari wajah Catra.

"Abhi, kamu tunggu di sini!" seru Catra pada Abhi. Kemudian Catra mengalihkan pandangannya pada perawat. "Suster, obati juga pergelangan kakinya!" perintah Catra singkat.

Gisa saat ini tengah berbaring. Jarum yang cukup besar menancap kedalam vena nya. Luka di pergelangan kakinya pun sudah suster obati.

Gisa bisa mendonorkan darahnya setelah melakukan beberapa pemeriksaan dan akan di ambil satu labu darah yang nantinya akan di simpan di bank darah untuk mengganti darah yang tadi di pakai Kayanna untuk operasi.

Orang pemilik Golden Blood sendiri, boleh melakukan donor kepada siapa saja. Namun, mereka tidak bisa menerima darah dari orang lain kecuali dari orang pemilik Golden Blood lagi. Maka dari itu, beberapa tahun terakhir Gisa menyimpan darahnya di bank darah untuk dirinya sendiri jika sewaktu-waktu dia mengalami hal yang tidak diinginkan.

Setelah selesai donor, Gisa tertidur diatas bed untuk memulihkan energinya. Gisa tertidur kurang lebih setengah jam. Dia membuka matanya, saat dirasa badannya sudah cukup segar.

Dia mengerjapkan matanya, saat sadar dia masih berada di rumah sakit. Dia harus segera pulang. Ada seseorang yang sedang menunggu kepulangannya.

Matanya melihat sekeliling ruangan. Dia melihat Catra dan Abhi sedang duduk tidak jauh dari tempat Gisa.

Gisa berdiri sambil merapihkan kembali penampilannya. Dia bejalan pelan kearah Catra dan Abhi. Abhi yang melihat Gisa berjalan kearahnya, kemudian tersenyum sambil bertanya, "Bagaimana keadaan kamu? Sudah jauh lebih baik?" tanyanya.

Catra yang membelakangi Gisa secara otomatis menoleh kearah Gisa. Gisa tersenyum canggung pada dua pria tampan dihadapannya.

"Sudah lebih baik, Pak. Bagaimana operasinya?" tanya Gisa kembali sambil melihat netra jamrud Catra yang selalu mengingatkannya pada seseorang.

"Lancar," jawabnya singkat sambil memalingkan wajahnya kearah lain.

"Syukurlah," ucap Gisa penuh kelegaan. "Kalau begitu, saya ijin pulang," lanjut Gisa.

Catra bangkit dari duduknya, "Abhi, titip Kayanna! Sebentar lagi sepertinya dia akan dipindahkan ke ruangan ini," pinta Catra pada Abhi.

Catra keluar dari dalam ruangan Kayanna. Namun saat akan mencapai pintu, langkahnya terhenti. Dia sadar Gisa tidak mengikutinya.

"Cepat!" seru Catra pada Gisa.

Gisa menoleh kearah Catra. "Saya?" tanya Gisa sambil menunjuk dirinya sendiri.

"Ckk," decak Catra kesal kemudian berjalan keluar ruangan.

"Iya, kamu. Cepat sebelum dia marah," terang Abhi.

"Jadi, saya pulang sama__ " ucapnya terpotong sambil melihat kearah Abhi. Abhi mengangguk cepat sebagai jawaban.

Gisa berlari kecil menyusul langkah lebar Catra. Mereka masuk kedalam lift yang mengantar Gisa dan Catra menuju basemen tempat mobil mewahnya terparkir.

***

Satu jam perjalanan dari rumah sakit menuju rumah Gisa, mereka habiskan dalam keheningan. Baik Gisa maupun Catra, tidak mengeluarkan sepatah kata pun.

Catra fokus pada MacBook nya. Sementara Gisa, sibuk melihat kearah samping jendela untuk menghindari kecanggungan nya.

Sopir memberitahu kalau mereka sudah sampai di tempat tujuan. Catra menyimpan MacBook nya sebelum keluar dari dalam mobil menyusul Gisa yang sudah keluar terlebih dahulu.

Gisa membungkuk, "Terima kasih atas tumpangannya," ucapnya tulus.

Catra hanya berdiri dengan kedua tangannya dia masukkan kedalam saku celana.

Merasa tidak ada respon, akhirnya Gisa berbalik untuk masuk kedalam rumah sederhana bercat putih tersebut. Saat baru beberapa langkah, Catra mengatakan sesuatu yang membuat dia menghentikan langkahnya.

"Ayo kita menikah!" ucapnya dengan suara serak khas Catra.

Ira Riswana

Terima kasih sudah membaca ❤️❤️ Jangan lupa Vote ya! 🤗🤗

| 26
Komen (17)
goodnovel comment avatar
Nikken Haner Jr
Bab 4 ny kok gak ada ?
goodnovel comment avatar
Santen kecut
eeh ujug2 kog ngajak nikah
goodnovel comment avatar
Ririn
karyanya aku sukkkaaaaa banget.. keren ² dan bikin penasaran terus
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status