Share

Bab 4. Menolak Permintaan Catra.

"Ayo kita menikah!" ajaknya dengan suara serak khas Catra.

Gisa menghentikan langkahnya untuk masuk kedalam rumah. Dengan reflek dia berbalik melihat kearah Catra yang masih berdiri tegap dengan wajah arogannya yang mendominasi. Kedua tangan Catra masih tersimpan didalam saku celana kerjanya.

Dengan wajah bingung dan matanya yang melotot, Gisa memekik kencang, "Apa?! Anda jangan bercanda, Pak!" ucap Gisa tegas lebih kearah membentak. Namun setelahnya dia merutuki mulut lancangnya yang berani membentak bosnya.

"Apa saya terlihat sedang bercanda, hem?" tanya Catra masih dengan wajah arogannya.

"Tapi kan, mmm ... ke-kenapa harus saya?" tanya Gisa pelan dengan wajah menunduk.

"Kenapa memangnya? Anda sudah mempunyai suami?" tanya Catra kembali.

Gisa menggeleng. "Anda sebaiknya mencari perempuan yang jauh lebih sempurna dari pada, saya! Maaf, saya tidak bisa menerima permintaan, Anda!" ucap Gisa pelan.

"Saya tidak membutuhkan perempuan sempurna untuk menjadi pasangan, Saya!" terang Catra pada Gisa dengan nada lembut yang terdengar jauh lebih bersahabat.

"Tapi, tetap saja saya tidak bisa!" jawab Gisa dengan tegas.

"Apa yang membuat kamu menolak, Saya?" tanyanya dingin dengan alis yang sedikit terangkat.

"Mmm ... sa-saya, sudah mempunyai kekasih!" dusta Gisa ragu-ragu.

"Saya tau kamu baru saja putus!" ucapnya sedikit mengejek.

"Anda_" pekiknya dengan telunjuk terangkat menunjuk wajah tampan bosnya.

"Kalau ada masalah, selesaikan dengan elegan. Tidak perlu kamu cape-cape berteriak mengutuk pacar kamu dan selingkuhannya!" ucap Catra panjang lebar.

Gisa melotot mendengar jawaban Catra. Ternyata saat di apartemen, Catra melihat segalanya termasuk sumpah serapah yang dia lontarkan pada Rama dan Mona.

"Sebaiknya Anda mencari perempuan lain yang lebih pantas untuk, Anda!" tolak Gisa kembali.

Catra berjalan mundur, kemudian disandarkannya tubuh tegap itu pada mobil miliknya yang sedang terparkir. Kedua tangannya ia lipat di atas dada. "Apa alasan Kamu menolak, Saya?!" tanya Catra kembali.

Gisa menengadahkan wajahnya ke langit, kemudian dia hembuskan nafasnya kasar. "Apa alasan saya harus menerima permintaan konyol, Anda?" membalikan kembali pertanyaan Catra.

Gisa pikir, Rama saja yang sudah Gisa kenal dari SMP dengan mudahnya memanfaatkan Gisa, apalagi Catra yang baru bertemu dengan Gisa siang tadi itupun tanpa disengaja. Pasti ada niat lain yang Catra sembunyikan dengan menikahinya. Pikir Gisa.

Kening Catra berkerut, dia terdiam sejenak sebelum menjawab pertanyaan dari Gisa. "Permintaan konyol kamu bilang?!" heran Catra pada Gisa yang menganggap permintaanya untuk menikah sebagai permintaan konyol, disaat perempuan lain berlomba untuk naik keatas ranjang miliknya.

"Apa kamu tau berapa banyak perempuan yang menginginkan saya menjadi suaminya?" tanya Catra dengan arogan.

"Tapi saya bukan mereka! Kita bahkan baru bertemu hari ini! Anda dengan tiba-tiba meminta saya menikah yang bahkan saya sendiri tidak tahu maksud Anda meminta saya untuk menjadi istri, Anda! Memang nya ... apa sebutan lain yang lebih pantas dari pada konyol?" jawab Gisa dengan nafas memburu karena kesal.

"Mami ... " panggil seorang anak kecil yang berlari kearah Gisa. Gisa dan Catra mengalihkan perhatiannya.

Dia menoleh kearah datangnya anak 2 tahun tersebut. Tampak juga wanita paruh baya ikut berlari menyusul di belakangnya.

Gisa berjongkok sambil merentangkan kedua tangannya menyambut anak kecil tersebut. "Dean ... " pekik Gisa dengan suara riang nya. Dia memeluk Dean penuh rindu dan menghujani seluruh wajahnya dengan kecupan hingga Dean tergelak. Ekspresinya berbanding terbalik dengan tadi saat dia berbicara dengan Catra.

"Bibi, terima kasih sudah menjaga Dean hari ini. Maaf ya, saya pulangnya malam," sesal Gisa.

"Tidak masalah, Neng. Dean anak penurut, jadi bibi tidak kesusahan saat menjaganya. Kalau begitu, bibi pamit dulu ya, Neng," pamit Bi Minah tetangga Gisa yang diminta untuk menjaga Dean sementara.

Gisa mengangguk sebagai jawaban sambil tersenyum hangat kearah Bik Minah. Karena bibinya sakit, terpaksa Gisa menitipkan anaknya pada tetangganya yang sudah Gisa anggap seperti keluarga sendiri.

Catra sendiri langsung menegakkan tubuhnya. Dia tercengang dengan apa yang di lihatnya saat ini. Ternyata Gisa sudah mempunyai seorang anak laki-laki tampan yang mirip sekali dengan Gisa. Hanya dibagian bibir dan matanya saja yang berbeda. Catra mematung, lebih ke arah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Mata itu__ " pekik Catra dalam hati saat melihat mata dari anak Gisa.

"Mami, itu capa?" bisik Dean sambil menunjuk Catra. Dean sendiri mewarisi kecantikan sang mami. Kulit seputih susu, dan badan yang cukup tinggi untuk ukuran anak dua tahun. Rambutnya hitam berponi dengan bibir mungil yang menggemaskan saat berbicara.

Gisa berbalik melihat kearah Catra berdiri. Dia baru sadar, kalau Catra masih berada di halaman rumahnya.

Gisa bangkit sambil membawa Dean kedalam pangkuannya. "Pak, inilah alasan saya menolak Bapak. Kita berbeda dari berbagai aspek. Anda sudah seharusnya mendapatkan perempuan yang jauh lebih baik dari pada sa__"

"Stop!" sergah Catra sambil mengangkat tangannya keudara menghentikan ucapan Gisa, namun dengan nada yang rendah agar tidak menakuti anak yang sedang Gisa gendong.

"Sekarang saya harus kembali ke rumah sakit. Kita bicarakan ini besok lagi," terangnya pada Gisa. Catra langsung masuk kedalam mobil. Mobil yang Catra tumpangi pun pergi meninggalkan halaman rumah Gisa.

Ira Riswana

Terimakasih sudah membaca ❤️❤️❤️ Jangan lupa Vote, subscribe dan berikan bintang 5... Setiap dukungan yang kalian berikan sangat berarti bagi Author 🤗🤗🤗

| 31
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Kezia Pascha
waw ada anaknya, tak madalah ...
goodnovel comment avatar
anna aryani
asyik...terima langsung biar bisa balas dendam
goodnovel comment avatar
Umi Pipit
bagus critanya trimakasih thor semoga sehat selalu
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status