Share

Bab 8. Little Catra

Catra masuk kedalam ruangannya disambut kehebohan Abhi saat melihat Catra menggendong Dean.

Abhi yang awalnya sedang duduk di kursi kebesaran Catra, langsung berdiri dan berjalan kearah Catra yang datang sambil membawa Dean di pangkuannya.

"Wah ... wah ... wah ... " seru Abhi sambil bertepuk tangan. "Benar-benar little Catra. Lihatlah bagaimana cara dia menatap uncle, nya. Sama persis seperti kamu, Catra." Lanjut Abhi saat melihat Dean menatap Abhi dengan tatapan dingin seperti mengintimidasinya.

Biasanya anak 2 tahun akan menangis saat bertemu dengan orang baru. Namun Dean berbeda. Dia terlihat sedang memprovokasi lawan bicaranya. Benar-benar gambaran seorang Catra. Wajahnya boleh mirip Gisa, namun segala sifatnya menurun dari Catra.

"Ckk ... cepat bilang, ada hal penting apa yang ingin kamu sampaikan?!" tanya Catra sedikit menggerutu pada Abi sambil mendudukan Dean di sofa ruangannya.

"Hay boy. Nama kamu siapa?" tanya Abhi pada Dean sambil mencubit pipi chubby Dean dengan gemas. Abhi mengabaikan pertanyaan Catra.

Dean menatap tajam Abhi saat Abhi mencubit pipinya kemudian dia usap bekas cubitan tangan Abhi. Dean menjulurkan tangan kanannya pada Abhi. "Deankala," ucapnya dengan pelapalan yang belum sempurna.

"Wow nama yang keren!" seru Abhi sambil meraih tangan Dean yang terulur.

"Abhi ... " panggil Catra kembali.

"Oke, " jawab Abhi kemudian mendudukan diri di sofa. "Sebaiknya kita bicara di sana," ajak Abhi sambil menunjuk pojok ruangan yang sedikit jauh dari tempat Dean.

Catra berjalan menuju meja untuk membawa tas yang berisi pakaian dan alat gambar Dean. Catra mengeluarkan alat gambar tersebut agar Dean tidak jenuh saat menunggunya.

"Dean, Daddy harus diskusi dulu sama uncle Abhi. Dean tunggu Daddy disini, ya!" jelas Catra pada Dean sambil memberikan alat gambar milik Dean. Dean hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Mana ngerti anak 2 tahun tentang diskusi," cibir Abhi pada Catra. "Bahasa kamu terlalu berat untuk anak umur 2 tahun, Catraaa ... " lanjut Abhi.

"Ckk ... dia mewarisi otakku Abhi, jangan samakan dengan otak kamu saat berumur 2 tahun." Sombong Catra sambil berjalan menuju pojok ruangan.

Abhi memutar bola matanya jengah. "Semoga saja kesombongan Daddy-nya tidak menurun pada anaknya," batin Abhi.

"Ada apa?" tanya Catra kembali.

"Tentang 3 tahun yang lalu," ucap Abhi terjeda. "Gista mengalami kecelakaan saat pulang dari bandara yang menyebabkan dia kehilangan ingatannya." Lanjut Abhi.

"Teruskan," pinta Catra. Catra menundukan kepalanya dengan tangan sebelah kanan bertumpu pada batang kaca lebar yang menghadap langsung ke keramaian kota. Abhi berdiri di samping Catra dengan memasukan kedua tangannya pada saku celana.

Abhi menarik nafas sebelum melanjutkan ceritanya. "Ingatan yang Gista lupakan, hanya ingatan dari 2 bulan kebelakang ... " jedanya. "Termasuk, ingatan saat kalian bersama," lanjutnya pelan.

"Oke, stop!" pinta Catra pada Abhi sambil mengangkat tangannya. "Untuk hari ini cukup sampai itu saja aku tau faktanya," lirih Catra.

"Oke no problem Catra, santai saja masih banyak waktu untuk mengetahui fakta keseluruhannya," ucap Abhi sambil menepuk bahu Catra kemudian bergabung bersama Dean yang tengah menggambar.

Catra masih mematung ditempatnya. Dia arahkan pandangannya menerawang sudut kota yang ramai sore ini. Dia langkahkan kakinya menghampiri Dean yang saat ini tengah fokus pada buku gambarnya.

"Ayo pulang," ajak Catra pada Dean.

Dean mendongak menatap netra Catra. Kemudian Dean tersenyum sambil mengangguk pelan. Senyuman Dean menular. Tanpa sadar Catra juga tersenyum membalas senyuman anaknya. 

Abhi yang menyaksikan interaksi antara ayah dan anak itu ikut terharu dengan perubahan sahabatnya. Bahkan 3 tahun terakhir ini Abhi sangat langka melihat senyum Catra. Dia bersyukur Gisa dan Dean bisa kembali mengisi hari-hari Catra yang kosong sebelumnya.

Catra menggandeng tangan mungil Dean untuk dia ajak keluar dari kantornya. Mereka berdua masih menjadi pusat perhatian karyawan kantor. Dean tidak terlihat risih. Dia berjalan dengan tenang dan berkarisma. Catra sendiri bangga melihat keberanian anaknya menghadapi banyak orang. "Ini baru anak Daddy," batin Catra bangga.

***

Saat ini Catra dan Dean sedang berada di salah satu pusat perbelanjaan yang cukup mewah. Catra berniat membeli beberapa pakaian untuk Dean. Catra tidak membawa banyak pakaian dari rumah Gisa.

Catra masuk kedalam toko khusus yang menjual baju-baju anak dengan brand ternama. Catra meminta Dean memilih beberapa pakaian yang dia sukai dan sisanya meminta pegawai toko untuk membungkus pakaian yang cocok untuk anaknya.

Dean mengambil 3 pakaian berbeda. Semua yang dia ambil adalah warna-warna yang selalu Catra pakai juga. Hitam, abu dan putih. Ya, sepertinya perihal pakaian pun mereka memiliki selera yang sama.

Catra juga mengajak Dean makan di restoran favoritnya. Catra memperhatikan cara Dean makan. Dia makan dengan begitu elegan. Untuk anak berumur 2 tahun bahkan dia sudah mahir menggunakan pisau dan garpu. Catra dapat mendengar pujian yang orang-orang lontarkan untuk anaknya. Benar-benar layak menjadi pewaris Ganendra pikirnya. Catra salut pada pola asuh yang Gisa ajarkan pada Dean.

"Daddy," bisik Dean sambil mencodongkan tubuh mungilnya pada kursi Catra.

"Yes baby," jawab Catra sambil melakukan hal yang sama.

"Mau pipis," bisiknya kembali.

"Dean mau pipis?" tanya Catra kembali. Dean mengangguk sebagai jawaban.

"Oke, let's go," jawab Catra sambil menggendong Dean menuju toilet restoran.

Mereka sampai didepan toilet khusus pria. "Daddy, stop. Dean bisa sendili," pinta Dean sambil melorotkan tubuhnya dari gendongan sang ayah.

Catra mengerutkan keningnya. "Dean yakin bisa sendiri?" tanya Catra pada anaknya.

Dean mengangguk dengan antusias. "Mommy bilang, Dean halus belajal ke toilet cendili. Kalau Dean pelgi cama Mommy, mommy celalu nungguin Dean di depan toilet," jelas Dean dengan pelapalan yang menggemaskan menurut Catra.

Catra tersenyum hangat sambil mengusap kepala anaknya dengan sayang. Catra paham, Gisa tidak mungkin masuk kedalam toilet pria untuk menemani Dean buang air kecil. Sehingga hal seperti ini sudah menjadi hal biasa untuk Dean. Catra juga sedih, diusianya yang masih 2 tahun Dean harus hidup tanpa pigur seorang ayah.

Sambil menunggu Dean didalam toilet, Catra menghubungi Abhi. Catra mencari tempat yang sedikit lebih sunyi untuk menelpon. Dia berbicara dengan Abhi cukup lama. Dia meminta Abhi menyiapkan beberapa dokumen untuk persiapan pernikahannya. Catra melupakan anaknya yang saat ini tengah kebingungan mencari keberadaan sang ayah.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sri Wahyuni
umur 2 thn udah bsa pegang pisau garpu...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status