Catra ketar ketir mencari keberadaan anaknya. Ia masuk kedalam toilet, namun nihil Dean tidak ditemukan didalam sana. Catra kemudian berlari menuju restoran. Disana pun tak ditemukan sosok Dean. Catra bertanya kepada orang-orang yang ada di dalam restoran, mereka yang melihat Dean mengatakan kalau Dean keluar dari dalam restoran.
Catra mencoba untuk tenang. Dia menelpon salah satu bodyguard yang selalu mengikuti Catra kemanapun Catra pergi. Bodyguard tersebut masuk kedalam mall untuk mencari Dean serta meminta rekaman Cctv dari pengelola mall. Sementara Catra terus mencari di sekitar restoran.
Catra sudah frustasi. Bagaimana kalau Gisa tau bahwa anaknya hilang? Catra yakin, Gisa bukan hanya membatalkan pernikahan mereka saja tapi juga akan membunuh Catra. Orang-orang yang tau siapa Catra menatap kagum pria yang terlihat sedang panik itu.
"Dean, maaf ... Daddy bahkan tidak becus menjaga kamu!" lirih Catra dengan kedua tangannya ia simpan di pinggang dan kepala menengadah keatas.
Catra kembali mencari Dean di area lain mall tersebut. Namun, saat kakinya akan melangkah pergi, sesuatu yang mengejutkan terdengar. "Kepada saudara Catra Ganendra ditunggu oleh anaknya, di sumber informasi. Terimakasih!" ucap seorang petugas informasi melalui pengeras suara.
Catra menengok ke kiri dan ke kanan saat mendengar pengumuman tersebut. Pengumuman itu seperti oasis di gurun pasir bagi Catra. Bahkan Catra tertawa bahagia saat mendengarnya.
Beberapa orang tertegun melihat tawa bahagia seorang Catra yang tidak pernah dia tunjukan pada orang lain. Catra lupa, kalau anaknya keturunan Ganendra yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata.
Orang-orang di dalam mall mulai heboh dengan pemberitahuan tersebut. Ternyata seorang Catra Ganendra telah memiliki seorang anak. Bahkan mereka yang melihat kepanikan Catra tau seberapa besar kasih sayang seorang Catra kepada anaknya.
Dua bodyguard bergegas pergi menuju sumber informasi, termasuk Catra yang berjalan dengan langkah lebarnya agar cepat sampai di tempat anaknya. Terlihat Dean sedang duduk di kursi panjang yang tersedia disana.
"Daddy! " pekik Dean saat melihat ayahnya. Dia berlari kearah Catra sambil tersenyum bahagia.
Seketika hati Catra menghangat. Dia merasa bahagia luar biasa bahkan hanya dengan hal sederhana. Saat memenangkan sebuah tender besar pun' Catra tidak pernah sebahagia saat anaknya memanggilnya dengan sebutan Daddy. Daddy, ya sepertinya dia mulai menyukai panggilan tersebut.
"Yes baby, Daddy disini. Maaf ... " lirih Catra sambil membungkukkan tubuhnya kemudian membawa tubuh mungil Dean masuk kedalam pelukannya. Catra membawa Dean keluar dari mall dengan penjagaan dua bodyguard di sisi kanan kirinya.
***
Saat sampai di apartemen mewahnya, Dean sudah tertidur pulas. Catra bawa tubuh mungil tersebut kedalam pangkuannya untuk dipindahkan kedalam kamar Catra.
Dengan hati-hati Catra mengganti pakaian anaknya serta membersihkan kedua tangan dan kaki Dean. Ini kali pertama Catra mengurus seorang anak kecil. Meski terkesan kaku, namun Catra berhasil melakukannya.
Catra beranjak dari tempat tidur, untuk pergi menuju ruang kerja pribadinya. Banyak berkas yang harus dia cek setelah tadi hanya bekerja sampai siang hari. Catra memakai earphone nya untuk menghubungi Abhi.
Saat panggilan tersambung, Catra disuguhi omelan Abhi, "Apalagi?!" tanya Abhi kesal.
"Ckk ... sudah bosan kerja?" tanya Catra langsung.
"Bercandanya gak ada akhlak!" seru Abhi "Tagihan gue masih banyak, Bro! Lo paksa gue berhenti juga, gue gak bakalan mau" lanjutnya lagi.
Catra merotasi bola matanya sambil mata tersebut sibuk membaca berkas-berkas kliennya. Tangan Catra sendiri sibuk menandatangani berkas yang sudah final sementara telinganya fokus mendengarkan Abhi. Begitulah jeniusnya seorang Catra yang dalam satu waktu bisa mengerjakan semuanya secara bersamaan.
"Pindahkan bibi Gista besok pagi ke Rumah Sakit Queen Elizabeth! Panggil juga ahli jantung terbaik di dunia untuk mengobati bibinya!" perintah Catra pada Abhi. "Cari juga pengasuh terbaik untuk Dean, yang bisa menguasai segala bidang!" lanjut Catra kembali sebelum Abhi menjawab perintah sebelumnya.
"Siap Tuan," jawab Abhi hormat.
"Apa dokumen untuk besok ke kantor catatan sipil sudah siap?" tanya Catra kembali.
"Sudah Baginda Raja. Anda tinggal mempersiapkan stamina anda untuk memberikan Dean ad_" ucapan Abhi terpotong karena Catra langsung mematikan panggilannya.
Abhi terbahak setelah puas menggoda sahabatnya. Sementara Catra berdecak seperti biasanya saat mendengar jawaban absrud sahabatnya tersebut.
Catra melanjutkan pekerjaannya di dalam kamar dengan menggunakan MacBook miliknya. Ia takut Dean bangun dan menangis karena mendapati dirinya sendirian di sebuah tempat asing. Akhirnya Catra yang selalu dingin bisa peka saat dia sudah menjadi seorang ayah.
Catra duduk di atas tempat tidur sebelah Dean. Saat tengah fokus dengan pekerjaannya, telepon genggam miliknya berdenting menandakan ada sebuah pesan yang masuk. Catra buka pesan tersebut yang ternyata pesan dari sang adik.
Dia mengirimkan sebuah foto saat Catra sedang menggendong Dean namun dengan wajah Dean yang bersembunyi di leher Catra.
"Abang tidak ingin menjelaskan ini?" isi dari pesan tersebut.
Ternyata berita Catra telah memiliki seorang putra telah tersebar keseluruhan penjuru negeri.
"Seperti yang kamu lihat, Anna! Abang kenalkan dia sama kamu besok," jelasnya pada Kayanna.
"Anna tunggu penjelasan dari Abang besok! Abang juga harus bersiap, karena sebentar lagi opa pasti akan tahu!" jelas Kayanna pada Catra.
Catra menarik nafasnya dalam. Untuk menjadikan Gisa sebagai istrinya, Catra akan menemui banyak rintangan kedepannya. Terutama dari sang opa yang selalu mengatur perihal perempuan yang akan menjadi istrinya. Namun Catra tidak akan menyerah. Dia harus segera meresmikan status mereka.
***
Pagi ini, Catra sudah rapih dengan setelan jas abu-abunya. Penampilannya terlihat luar biasa tampan dengan rambut rapih ala Pomade.
Tidak kalah dengan Catra, sang anak pun' sudah dengan penampilan terbaiknya. Dean memakai tuxedo yang senada dengan sang ayah. Mereka berdua terlihat sangat cocok saat jalan bersama melewati lorong rumah sakit. Dan seperti biasa, mereka selalu jadi pusat perhatian.
Rencananya, hari ini Catra dan Gisa akan pergi ke kantor catatan sipil untuk mendaftarkan pernikahan mereka. Tangan sebelah kanan Catra menuntun Dean, sementara tangan sebelah kirinya menjingjing paper bag dengan brand ternama yang berisi gaun simple untuk Gisa pakai.
Catra mengantar Dean untuk bertemu dengan Gisa sebelum Catra memperkenalkan Gisa dan Dean pada Kayanna sang adik.
"Mommy ... " pekik Dean bahagia saat melihat ibunya.
Gisa yang tengah duduk diatas kursi roda dengan posisi membelakangi pintu masuk, langsung membalikan badannya untuk menyambut tubuh mungil anaknya.
Dean berhenti tepat dihadapan Gisa, "Mommy, al you oke?" tanya Dean cemas. Gisa tersenyum sambil mengangguk, "Don't worry Baby, Mommy is good! Mommy miss you." ucap Gisa sambil merentangkan kedua tangannya.
Dean melesakan tubunya masuk kedalam pelukan Gisa. Sisi manja Dean yang tidak ia perlihatkan pada orang lain, justru keluar saat Dean sedang bersama Gisa. "Wow, anak Mommy mau kemana?" tanya Gisa melihat Dean sudah rapih dengan tuxedo nya.
Catra berjalan mendekat kearah Gisa dan Dean. Kemudian Catra mendorong kursi roda Gisa kearah sofa. Saat Gisa ingin turun dari atas kursi roda, tubuhnya melayang akibat diangkat oleh Catra. Gisa memekik kaget. Sementara Dean tertawa riang melihat ibunya di gendong sang ayah.
"Pak, saya bisa sendiri!" ucap Gisa pelan.
Catra mendudukan Gisa diatas sofa. "Jangan panggil saya bapak!" tegas Catra pada Gisa.
"Tapi_" jawab Gisa terpotong.
"Shuutt ... " jawab Catra sambil menyimpan jarinya di bibir lembut Gisa. "Saya ada urusan sebentar! Nanti akan ada suster yang membatu kamu berganti pakaian." jelas Catra kemudian dia berbalik untuk pergi ke ruangan lain masih di RS tersebut.
Saat langkahnya akan mencapai pintu, Catra tiba-tiba terhenti. Dia berbalik kemudian menatap Gisa. "Kita akan menikah hari ini! Jadi, dandan yang cantik!" Tegas Catra pada Gisa. Kemudian Catra keluar dari ruangan Gisa begitu saja meninggalkan Gisa yang masih mencerna setiap kata yang Catra ucapkan.
"Apa katanya?! Menikah?! Hari ini?!" pekik Gisa yang hanya di dengar oleh Dean sang anak.
Saat ini Catra tengah berdiri di depan sebuah pintu ruang rawat inap seseorang. Catra menarik nafasnya dalam sebelum masuk kedalam ruangan tersebut. Catra mengetuk pintu pelan. Terdengar jawaban dari dalam ruangan tersebut. Catra masuk dengan disambut tatapan penuh tanya perempuan paruh baya yang tengah berbaring diatas ranjangnya. Saat ini Catra sedang menemui Serravina, yang selama 3 tahun terakhir sudah merawat Gisa dan Dean sang anak. Serravina merupakan adik dari Arsita, mendiang ibunya Gisa. Nama depan Gisa sendiri diambil dari gabungan nama ayah dan ibunya, Nirwan dan Arsita. Catra mendekat kearah Bibi Sera kemudian membungkuk hormat. Bibi Sera mengerutkan dahinya bingung melihat seorang pria yang tidak dia kenal langsung membungkuk hormat padanya. Namun tak urung Bibi Sera pun membalas dengan membungkukkan tubuhnya setelah dia mendudukkan bokongnya diatas ranjang. Serravina dipindahkan pagi tadi atas perintah Catra semalam. Rencananya Catra ak
Pagi-pagi sekali Catra sudah meninggalkan ruangan tempat dia menghabiskan malam pertamanya bersama Gisa. Bukan di hotel ataupun resort mewah di sebuah pulau, tetapi di rumah sakit tempat Gisa dirawat. Malam pertamanya pun tidak seperti pasangan lainnya yang dipenuhi dengan desahan dan erangan. Malam pertama Catra dan Gisa, mereka habiskan dengan tidur di tempat masing-masing. Gisa diatas ranjang bersama Dean, sementara Catra tidur diatas sofa bed. Baik Gisa maupun Dean, mereka masih terlelap saat Catra meninggalkan ruang rawat inap tersebut. Pagi ini Catra ada meeting penting dengan beberapa klien. Rencananya Gisa akan keluar rumah sakit siang ini. Sebelum meninggalkan rumah sakit tersebut, Gisa berniat untuk menemui bibinya terlebih dahulu. "Mommy sudah cembuh?" tanya Dean saat melihat Gisa sudah berjalan tanpa kursi roda. "Ya, Mommy sudah sembuh!" jawab Gisa mencoba membenarkan perkataan Dean. "Dean ikut Mommy ketemu nenek ya," ajak Gisa pad
Tangan Catra dia letakan disisi kanan dan kiri meja. Sementara tubuh Gisa terpenjara di tengah-tengah tangan Catra. Dia mencondongkan tubuhnya, kedepan badan Gisa. Gisa menahan dada Catra dengan kedua tangannya. "Pak ... a ... Anda mau apa?" tanya Gisa tergagap dengan jantung yang bertalu kencang. Catra menyeringai dengan seringai yang cukup membuat Gisa ketakutan dan semakin mengeratkan tangannya pada dada Catra. Gisa bahkan dapat merasakan tekstur padat dari dada bidang Catra yang sedang disentuhnya. Gisa memejamkan kedua matanya saat tubuh Catra semakin menempel dan menekan tubuh bagian depan dari Gisa. Sekiranya Catra akan meminta haknya malam ini, Gisa hanya bisa pasrah. Dia teringat kembali nasehat dari bibinya tadi pagi yang meminta Gisa bertindak sebagaimana seorang istri harus bertindak. Namun setelah beberapa saat, yang Gisa rasakan tubuh kekar Catra menjauh, "Nnnngggg" suara bising dari alat pengering rambut yang Gisa dengar kemudia
Pagi-pagi sekali Gisa terbangun dari tidur lelapnya. Semalam Gisa sempat mengkhawatirkan Dean yang mulai tidur terpisah dengannya. Namun saat melihat Cctv yang tersambung pada monitor di kamarnya, Gisa dapat tidur dengan tenang saat dilihatnya Dean langsung tertidur pulas walau harus tidur ditemani Bu Bertha. Selain mengkhawatirkan Dean, Gisa juga belum terbiasa dengan kebiasaan barunya karena harus tidur bersebelahan dengan Catra. Pengetahuan baru Gisa tentang Catra suaminya adalah, Catra si gila kerja yang saat waktunya tidur pun' dia akan membawa MacBook nya keatas tempat tidur dan mulai memeriksa ulang pekerjaannya. Gisa beranjak dari tempat tidur untuk pergi mencuci wajah dan mengganti pakaiannya. Namun kemana suaminya pergi saat jam masih menunjukkan pukul 6 pagi? Saat bangun tidur, Gisa mendapati dirinya hanya seorang diri di atas tempat tidur mewahnya. Setelah membereskan tempat tidur dan menyiapkan pakaian kerja untuk Catra, Gisa pergi menuju
Gisa dan Dean sudah siap didepan meja makan masing-masing. Gisa duduk di kursi sebelah tempat Catra nanti akan duduk. Sementara Dean duduk di high chair baru miliknya yang sudah Catra persiapkan sebelum Dean tinggal dirumahnya. Gisa juga sudah rapih dengan setelan kerjanya. Hari ini Gisa memakai Kemeja kuning yang di kombinasikan dengan flared shirt dengan panjang sebetis warna putih dan Stiletto yang senada dengan warna pakaiannya. Rambut Gisa selalu dia gerai guna menutupi tato yang ada di belakang lehernya. Mereka belum memulai sarapan karena masih menunggu Catra yang masih sibuk didalam ruang kerja miliknya yang ada di lantai dua. Saat Gisa akan bangkit untuk memanggil suaminya, Catra keluar dari dalam lift dengan menenteng tas kerja beserta sehelai dasi yang masih berada didalam genggamnya. Catra letakan tas dan dasi tersebut diatas kursi kosong di sebelahnya. Gisa menyajikan makanan yang sudah dia buat tadi pagi, kemudian diletakkannya didepan m
"Aaa ... Anda_" kalimatnya terpotong karena bibir Gisa langsung dibungkam oleh bibir lembut Pria yang aroma parfumnya cukup familiar bagi Gisa. Parfum beraroma Woody yang memberi kesan maskulin dan lembut. Dia adalah Catra Ganendra, CEO yang mengusirnya dari ruang rapat tanpa belas kasihan. Bibir Catra terus mencium bibir mungil Gisa dengan rakusnya. Merasa tidak ada respon dari Gisa, Catra menggigit bibir bagian bawah Gisa. Secara otomatis mulut Gisa terbuka dan Catra mulai membelit kan lidahnya dan mengabsen setiap titik yang ada di sana. Gisa memejamkan matanya menikmati setiap sentuhan suaminya. "Mmmh ... " lenguh Gisa saat tangan Catra mulai masuk kedalam kemeja kerja miliknya. Gisa dengan reflek mendorong tubuh kekar Catra setelah dirasa hampir kehabisan oksigen. "Jangan," tolak Gisa. "Bagaimana kalau ada yang masuk," desisinya pelan. Catra mendudukan sebagian bokongnya pada wastafel. Dia raih tubuh Gisa untuk berdiri di hadapannya dengan kedua
Sekarang sudah masuk jam makan siang. Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Gisa langsung pergi menuju ruangan Catra, setelah tadi mendapat panggilan telpon dari Novera, sekertaris Catra yang memintanya datang saat jam makan siang. Tampak sang sekertaris saat ini tengah duduk di depan meja kerja dekat ruangan Catra. Sesaat sebelum menghadap Novera, Gisa merapihkan kembali penampilannya dengan menepuk beberapa bagian setelan kerja miliknya yang terlihat sedikit kusut. Setelah dirasa penampilannya sudah cukup rapih, Gisa berjalan dan berhenti di depan meja kerja sekertaris pribadi suaminya. "Selamat siang," sapa Gisa lembut pada Novera yang tengah sibuk membereskan sesuatu. Novera menghentikan aktivitasnya. Dia mengerjapkan matanya saat dilihatnya Gisa sudah ada dihadapannya. "Bu," sapa Novera sopan, sambil bangkit dari tempat duduknya kemudian membungkuk hormat. Aura Gisa memang tidak bisa ditolak. Dia selalu bersinar di manapun dia berada. Seketika Gisa
Catra sudah keluar dari dalam mobil mewahnya. Dia mengitari setengah dari bagian mobilnya dan membukakan pintu untuk Gisa keluar dari dalam sana. Gisa tidak merespon. Dia masih mematung di atas kursi penumpangnya. Catra yang penasaran, mencondongkan tubuhnya untuk melihat apa yang sedang istrinya lakukan di dalam mobil. Secara tidak sadar, Catra tersenyum melihat Gisa yang tengah bengong sambil menatap hotel bintang lima yang ada di hadapannya. "Ayo, kamar kita sudah siap!" bisik Catra tepat ditelinga Gisa. Dengan reflek Gisa memiringkan kepalanya menghadap suaminya. Catra yang masih berada pada posisinya menyebabkan bibir mereka menempel satu sama lain. Catra memanfaatkan momen tersebut untuk mengecup sekilas bibir candu istrinya. "Pak," pekik Gisa sedikit mendorong tubuh kekar suaminya. Catra tergelak sambil membangkitkan kembali tubuhnya dan berdiri menyandar pada body mobil, menunggu istrinya keluar. Entahlah, akhir-akhir ini Catra sangat