Saat ini Catra tengah berdiri di depan sebuah pintu ruang rawat inap seseorang. Catra menarik nafasnya dalam sebelum masuk kedalam ruangan tersebut.
Catra mengetuk pintu pelan. Terdengar jawaban dari dalam ruangan tersebut. Catra masuk dengan disambut tatapan penuh tanya perempuan paruh baya yang tengah berbaring diatas ranjangnya.
Saat ini Catra sedang menemui Serravina, yang selama 3 tahun terakhir sudah merawat Gisa dan Dean sang anak. Serravina merupakan adik dari Arsita, mendiang ibunya Gisa. Nama depan Gisa sendiri diambil dari gabungan nama ayah dan ibunya, Nirwan dan Arsita.
Catra mendekat kearah Bibi Sera kemudian membungkuk hormat. Bibi Sera mengerutkan dahinya bingung melihat seorang pria yang tidak dia kenal langsung membungkuk hormat padanya. Namun tak urung Bibi Sera pun membalas dengan membungkukkan tubuhnya setelah dia mendudukkan bokongnya diatas ranjang.
Serravina dipindahkan pagi tadi atas perintah Catra semalam. Rencananya Catra ak
Pagi-pagi sekali Catra sudah meninggalkan ruangan tempat dia menghabiskan malam pertamanya bersama Gisa. Bukan di hotel ataupun resort mewah di sebuah pulau, tetapi di rumah sakit tempat Gisa dirawat. Malam pertamanya pun tidak seperti pasangan lainnya yang dipenuhi dengan desahan dan erangan. Malam pertama Catra dan Gisa, mereka habiskan dengan tidur di tempat masing-masing. Gisa diatas ranjang bersama Dean, sementara Catra tidur diatas sofa bed. Baik Gisa maupun Dean, mereka masih terlelap saat Catra meninggalkan ruang rawat inap tersebut. Pagi ini Catra ada meeting penting dengan beberapa klien. Rencananya Gisa akan keluar rumah sakit siang ini. Sebelum meninggalkan rumah sakit tersebut, Gisa berniat untuk menemui bibinya terlebih dahulu. "Mommy sudah cembuh?" tanya Dean saat melihat Gisa sudah berjalan tanpa kursi roda. "Ya, Mommy sudah sembuh!" jawab Gisa mencoba membenarkan perkataan Dean. "Dean ikut Mommy ketemu nenek ya," ajak Gisa pad
Tangan Catra dia letakan disisi kanan dan kiri meja. Sementara tubuh Gisa terpenjara di tengah-tengah tangan Catra. Dia mencondongkan tubuhnya, kedepan badan Gisa. Gisa menahan dada Catra dengan kedua tangannya. "Pak ... a ... Anda mau apa?" tanya Gisa tergagap dengan jantung yang bertalu kencang. Catra menyeringai dengan seringai yang cukup membuat Gisa ketakutan dan semakin mengeratkan tangannya pada dada Catra. Gisa bahkan dapat merasakan tekstur padat dari dada bidang Catra yang sedang disentuhnya. Gisa memejamkan kedua matanya saat tubuh Catra semakin menempel dan menekan tubuh bagian depan dari Gisa. Sekiranya Catra akan meminta haknya malam ini, Gisa hanya bisa pasrah. Dia teringat kembali nasehat dari bibinya tadi pagi yang meminta Gisa bertindak sebagaimana seorang istri harus bertindak. Namun setelah beberapa saat, yang Gisa rasakan tubuh kekar Catra menjauh, "Nnnngggg" suara bising dari alat pengering rambut yang Gisa dengar kemudia
Pagi-pagi sekali Gisa terbangun dari tidur lelapnya. Semalam Gisa sempat mengkhawatirkan Dean yang mulai tidur terpisah dengannya. Namun saat melihat Cctv yang tersambung pada monitor di kamarnya, Gisa dapat tidur dengan tenang saat dilihatnya Dean langsung tertidur pulas walau harus tidur ditemani Bu Bertha. Selain mengkhawatirkan Dean, Gisa juga belum terbiasa dengan kebiasaan barunya karena harus tidur bersebelahan dengan Catra. Pengetahuan baru Gisa tentang Catra suaminya adalah, Catra si gila kerja yang saat waktunya tidur pun' dia akan membawa MacBook nya keatas tempat tidur dan mulai memeriksa ulang pekerjaannya. Gisa beranjak dari tempat tidur untuk pergi mencuci wajah dan mengganti pakaiannya. Namun kemana suaminya pergi saat jam masih menunjukkan pukul 6 pagi? Saat bangun tidur, Gisa mendapati dirinya hanya seorang diri di atas tempat tidur mewahnya. Setelah membereskan tempat tidur dan menyiapkan pakaian kerja untuk Catra, Gisa pergi menuju
Gisa dan Dean sudah siap didepan meja makan masing-masing. Gisa duduk di kursi sebelah tempat Catra nanti akan duduk. Sementara Dean duduk di high chair baru miliknya yang sudah Catra persiapkan sebelum Dean tinggal dirumahnya. Gisa juga sudah rapih dengan setelan kerjanya. Hari ini Gisa memakai Kemeja kuning yang di kombinasikan dengan flared shirt dengan panjang sebetis warna putih dan Stiletto yang senada dengan warna pakaiannya. Rambut Gisa selalu dia gerai guna menutupi tato yang ada di belakang lehernya. Mereka belum memulai sarapan karena masih menunggu Catra yang masih sibuk didalam ruang kerja miliknya yang ada di lantai dua. Saat Gisa akan bangkit untuk memanggil suaminya, Catra keluar dari dalam lift dengan menenteng tas kerja beserta sehelai dasi yang masih berada didalam genggamnya. Catra letakan tas dan dasi tersebut diatas kursi kosong di sebelahnya. Gisa menyajikan makanan yang sudah dia buat tadi pagi, kemudian diletakkannya didepan m
"Aaa ... Anda_" kalimatnya terpotong karena bibir Gisa langsung dibungkam oleh bibir lembut Pria yang aroma parfumnya cukup familiar bagi Gisa. Parfum beraroma Woody yang memberi kesan maskulin dan lembut. Dia adalah Catra Ganendra, CEO yang mengusirnya dari ruang rapat tanpa belas kasihan. Bibir Catra terus mencium bibir mungil Gisa dengan rakusnya. Merasa tidak ada respon dari Gisa, Catra menggigit bibir bagian bawah Gisa. Secara otomatis mulut Gisa terbuka dan Catra mulai membelit kan lidahnya dan mengabsen setiap titik yang ada di sana. Gisa memejamkan matanya menikmati setiap sentuhan suaminya. "Mmmh ... " lenguh Gisa saat tangan Catra mulai masuk kedalam kemeja kerja miliknya. Gisa dengan reflek mendorong tubuh kekar Catra setelah dirasa hampir kehabisan oksigen. "Jangan," tolak Gisa. "Bagaimana kalau ada yang masuk," desisinya pelan. Catra mendudukan sebagian bokongnya pada wastafel. Dia raih tubuh Gisa untuk berdiri di hadapannya dengan kedua
Sekarang sudah masuk jam makan siang. Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Gisa langsung pergi menuju ruangan Catra, setelah tadi mendapat panggilan telpon dari Novera, sekertaris Catra yang memintanya datang saat jam makan siang. Tampak sang sekertaris saat ini tengah duduk di depan meja kerja dekat ruangan Catra. Sesaat sebelum menghadap Novera, Gisa merapihkan kembali penampilannya dengan menepuk beberapa bagian setelan kerja miliknya yang terlihat sedikit kusut. Setelah dirasa penampilannya sudah cukup rapih, Gisa berjalan dan berhenti di depan meja kerja sekertaris pribadi suaminya. "Selamat siang," sapa Gisa lembut pada Novera yang tengah sibuk membereskan sesuatu. Novera menghentikan aktivitasnya. Dia mengerjapkan matanya saat dilihatnya Gisa sudah ada dihadapannya. "Bu," sapa Novera sopan, sambil bangkit dari tempat duduknya kemudian membungkuk hormat. Aura Gisa memang tidak bisa ditolak. Dia selalu bersinar di manapun dia berada. Seketika Gisa
Catra sudah keluar dari dalam mobil mewahnya. Dia mengitari setengah dari bagian mobilnya dan membukakan pintu untuk Gisa keluar dari dalam sana. Gisa tidak merespon. Dia masih mematung di atas kursi penumpangnya. Catra yang penasaran, mencondongkan tubuhnya untuk melihat apa yang sedang istrinya lakukan di dalam mobil. Secara tidak sadar, Catra tersenyum melihat Gisa yang tengah bengong sambil menatap hotel bintang lima yang ada di hadapannya. "Ayo, kamar kita sudah siap!" bisik Catra tepat ditelinga Gisa. Dengan reflek Gisa memiringkan kepalanya menghadap suaminya. Catra yang masih berada pada posisinya menyebabkan bibir mereka menempel satu sama lain. Catra memanfaatkan momen tersebut untuk mengecup sekilas bibir candu istrinya. "Pak," pekik Gisa sedikit mendorong tubuh kekar suaminya. Catra tergelak sambil membangkitkan kembali tubuhnya dan berdiri menyandar pada body mobil, menunggu istrinya keluar. Entahlah, akhir-akhir ini Catra sangat
Ternyata apa yang Gisa khawatir selama di dalam kamar hotel tadi tidak terjadi. Catra tidak melanjutkan aksi panasnya setelah selesai makan siang. Saat ini Catra dan Gisa tengah turun menuju lantai dasar hotel dan akan kembali ke perusahaan. Namun Catra lupa kalau Abhi saat ini tengah menunggunya di restoran hotel yang sama. Saat berjalan keluar dari dalam lift, iPhone milik Catra berbunyi menampilkan Abhi sebagai pemanggil. "God!" ucap Catra tiba-tiba saat melihat layar iPhone-nya. Gisa yang berjalan disamping Catra, menatapnya dengan tatapan penuh tanya. "Kenapa?" tanya Gisa bingung. "Daddy, lupa. Abhi, sedang menunggu di restoran hotel ini juga!" terangnya pada Gisa sambil menggeser icon warna hijau kesebelah kanan. "Gue, kesana sekarang!" jawab Catra singkat. Kemudian Catra, mematikan panggilannya begitu saja. Bisa dibayangkan, berapa banyak umpatan yang Abhi lontarkan untuk, Catra? Abhi sudah lama menunggu Catra dan dengan seenaknya, Catra memati