Share

6. Perjodohan Masa Kecil

Melalui dinding kaca ruangan kantornya, Arsya memandangi langit yang terlihat begitu cerah. Sudah jam makan siang, namun Arsya belum beranjak dari kursinya. Pikirannya melayang lagi pada Abelia. Penampilan wanita itu tidak terlihat misterius seperti yang terlintas dalam pikirannya sebelum mereka bertemu. Abelia cantik dan berpenampilan menarik, seperti banyak wanita yang ia temui. Tubuh wanita itu mungil dan wajahnya terlihat lebih muda dari usianya.

Rasa penasaran yang sudah singgah di sudut hati Arsya saat pertama kali mengenal Abelia melalui situs kencan online semakin kuat saat mereka bertemu. Dari dua kali pertemuan mereka, Arsya tetap melihat ada keanehan atau ada hal yang disembunyikan oleh Abelia meski wanita itu tak terlihat misterius. Dan entah kenapa, Abelia selalu mengingatkan Arsya pada masa kecilnya. Hal itu yang membuat Arsya ingin mengenal wanita itu lebih jauh.

Lamunan Arsya terhenti ketika ponselnya berdering. Sebuah nomor yang tak dikenalnya. Ia berpikir itu dari koleganya, tapi ternyata bukan.

“Halo, Mas Arsya.” Suara lembut seorang gadis terdengar di seberang sana ketika Arsya mengangkat telepon.

“Mas, Ini Delisha. Aku sudah sampai, ya. Aku tunggu Mas Arsya di sini,” lanjut gadis itu lagi.

“Ya, sebentar lagi saya ke sana,” jawab Arsya.

Arsya baru ingat bahwa ia ada janji makan siang dengan Delisha di sebuah kafe dekat kantornya. Nomor baru gadis itu bahkan belum disimpannya. Delisha baru saja kembali dari Balikpapan. Ia ingin berjumpa dengan Arsya dengan alasan ingin bertukar pikiran soal pekerjaan karena selanjutnya ia akan kembali menetap di Jakarta. Sebenarnya Arsya enggan menemuinya. Tapi Delisha juga menelepon Yunita, sehingga Yunita pun meminta Arsya untuk menemui gadis itu. Arsya menuruti mamanya. Tentu saja karena ia tak ingin ada drama kalau ia menolak. Lagi pula ini hanya sebuah makan siang biasa, pikir Arsya.

Delisha tersenyum sambil melambaikan tangannya ke arah Arsya yang sedang berjalan menuju mejanya. Arsya hanya membalasnya dengan senyum tipis. Mereka kemudian duduk berhadapan dan saling berdiam diri untuk beberapa saat. Bahkan saat memesan makanan pun Arsya tak berbasa-basi kepadanya. Delisha bersungut dalam hati.

Apa pria itu akan selalu bersikap dingin padanya? Seharusnya Arsya menanyakan kabarnya karena mereka sudah lama tak bertemu. Tapi apa yang diharapkannya? Arsya sepertinya memang tak pernah menganggapnya. Delisha pun mengalah untuk menanyakan kabar Arsya terlebih dahulu, meski yang didapatnya hanya jawaban singkat dari pria itu.

“Perusahaan yang Mas pimpin sekarang makin berkembang, ya.” Delisha mencoba membuka obrolan.

Kembali Arsya hanya tersenyum tipis menanggapinya.

“Mas Arsya hebat banget. Sudah menjadi direktur di perusahaan besar, punya bisnis beberapa brand terkenal juga.”

Kali ini Arsya tertawa kecil mendengar komentar Delisha. Selanjutnya mereka tak banyak bicara saat pesanan mereka sudah terhidang. Sambil menikmati makanannya, Delisha memandangi wajah Arsya. Setelah beberapa tahun tak bersua, Arsya terlihat semakin tampan di matanya. Jantungnya berdegup. Delisha  kini sudah menjadi wanita dewasa. Perasaannya mulai tak menentu saat menatap pria yang sudah dikaguminya sejak dulu itu.

“Aku sebenarnya ingin bekerja di PT. Vibrant Indo Manufacture supaya aku bisa kerja di bawah pimpinan Mas Arsya, tapi Mas bilang sedang tidak ada lowongan. Jadi untuk sementara, aku bekerja di perusahaan papa sambil mempelajari perkembangan bisnis di Jakarta saat ini, sebelum coba apply lamaran

ke perusahaan lain.” Delisha menjelaskan. “Menurut Mas Arsya bagaimana?”

“Bagus juga begitu. Lagi pula, perusahaan papa kamu kan juga sudah mulai berkembang.” Arsya mencoba menanggapi.

Delisha tertawa. “PT. Laksmana Abadi hanya perusahaan kecil, Mas. Banyak orang mungkin tidak pernah mendengar nama perusahaan papa itu. Keinginanku adalah bekerja di perusahaan besar.”

Arsya mengangguk-angguk mendengar penjelasan Delisha. Mereka kembali saling tak bicara. Delisha sedikit merasa kesal pada Arsya yang bersikap dingin padanya, hanya menanggapi sesekali dan tak pernah mencoba memulai obrolan. Namun, Delisha berusaha memaklumi karena ia sudah sejak dulu mengetahui sifat Arsya. Tiba-tiba tebersit di hatinya untuk menyinggung soal perjodohan mereka di masa kecil.

“Mas Arsya ingat tidak kita pernah dijodohkan semasa kecil?” Meski awalnya ragu, akhirnya pertanyaan itu keluar juga dari bibir Delisha setelah mereka selesai makan.

Lagi, hanya anggukan yang diberikan oleh pria itu.

Mata Delisha menerawang. “Aku masih ingat bagaimana kita dulu bermain bareng Mas Arsen sewaktu kecil. Mas Arsen suka usil sama aku, tapi Mas Arsya selalu membelaku.”

Senyum mengembang di bibir gadis itu menceritakan kenangan masa kecilnya bersama Arsya dan Arsen, kakak Arsya. Ia tak peduli Arsya menanggapi perkataannya atau tidak. Ia hanya berusaha membangun komunikasi lebih intens dengan Arsya. Kalau memang pria di hadapannya itu sangat sulit membuka hati, maka ia akan memulai lebih dulu. Tak ada salahnya jika wanita memulai, kan?

“Apa Mas Arsya pernah terpikir untuk mungkin kita menjalani hubungan di saat dewasa? Maksudku walaupun perjodohan itu hanya di masa kecil, bukan berarti setelah dewasa kita tidak bisa menjalin hubungan, kan?”

Raut wajah Arsya berubah mendengar perkataan Delisha. Sebelumnya, di setiap pertemuan mereka beberapa tahun lalu, Delisha sama sekali tak pernah menyinggung soal perjodohan masa kecil itu, apalagi mencoba mengajaknya menjalin hubungan. Sementara itu, Delisha hanya tersenyum melihat perubahan raut wajah pria yang duduk berseberangan dengannya itu.

“Maaf, Delisha. Saya tidak pernah memikirkan tentang hal itu.” Arsya membuka suara. “Bagi saya perjodohan masa kecil itu hanya gurauan antara kedua orang tua kita yang bersahabat. Bukan suatu hal yang sungguh-sungguh.”

Kini giliran raut wajah Delisha yang berubah, sedikit tak suka mendengar perkataan Arsya. Gurauan? Arsya menganggap perjodohan masa kecil mereka hanya sebagai gurauan? Delisha tersenyum pahit. Namun ia tahu bahwa ia tak akan menyerah.

“Memangnya sekarang Mas Arsya sudah punya pacar, ya?” tanya Delisha.

Arsya hanya menggeleng. Hening sesaat ketika pramusaji datang mengangkati peralatan makan mereka. Arsya segera membayar bill.

“Kenapa Mas Arsya sampai saat ini belum terpikir untuk mencari pendamping? Kalau boleh tahu, bagaimana kriteria wanita idaman Mas Arsya?” cecar Delisha lagi.

“Saya tidak punya kriteria wanita idaman. Kalau sudah bertemu dengan wanita yang tepat, berarti dialah pendamping hidup saya. Tapi saat ini saya belum menemukannya. Lagi pula, saya masih sangat sibuk dengan pekerjaan saya,” jelas Arsya.

Arsya berharap Delisha mengerti dan tak lagi membicarakan tentang wanita seperti apa yang diinginkan olehnya. Sebuah notifikasi pesan mengalihkan pikiran Arsya. Ia membuka pesan dari seseorang yang ditunggunya sejak beberapa hari lalu, lantas tersenyum ketika membaca sederet kata dalam pesan itu. Weird woman. Arsya tak sabar menelepon wanita itu—untuk memastikan isi pesan—ketika ia sudah berada di kantornya nanti.

“Kalau begitu—”

“Maaf, Delisha. Saya harus kembali ke kantor sekarang.” Arsya menyela ucapan Delisha. Ia menoleh sekilas, lalu bangkit dari kursinya dan beranjak meninggalkan gadis itu yang masih membuka mulutnya.

Delisha menghela napas kasar. Bisa-bisanya Arsya meninggalkan gadis cantik sepertinya begitu saja, bahkan saat ia belum sempat menyelesaikan perkataannya. Ia berusaha menyabarkan hatinya sambil memandangi punggung Arsya yang berlalu. Kemudian ia mengalihkan pandangannya. Ia memang merasa kesal pada Arsya, namun ia belum bisa menghilangkan perasaannya pada pria itu.

Sungguh Delisha tak percaya bahwa ia bisa sangat menginginkan Arsya hingga kini. Sebagai seorang gadis muda yang cantik, bukan tak banyak pria yang mendekatinya. Termasuk si pengusaha batu bara, bos perusahaan tempatnya bekerja di Balikpapan kemarin. Namun entah kenapa ia selalu berharap pada Arsya. Pria itu adalah gambaran suami idamannya dari berbagai sisi. Seharusnya perjodohan masa kecil itu memudahkan mereka untuk bersama saat dewasa. Namun ternyata tidak dan Delisha benci kenyataan itu.

***

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Khairunnisa
Makasih, Kak.
goodnovel comment avatar
aliffiaadel
cerintanya bagus, jujur aku enjoy bgt bacanya asik ga ngeboseninn untuk sampe part 6 ini.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status