Share

A Dream With The Hëna

Setiap malam bulan purnama, Elora selalu mengalami mimpi yang sama.

Ia berjalan di sebuah padang rumput tak berujung, dikelilingi oleh pegunungan berujung runcing. Pemandangan yang familiar, yang biasa Elora lihat di Queenstown. Tetapi sejauh apapun Elora berjalan, padang rumput itu tak pernah habis … seolah tak memiliki tepi.

Tidak ada siapapun yang bisa Elora temui. Tak ada kehidupan, tak ada suara. Hanya dirinya bersama sebuah bulan besar yang cahaya peraknya membutakan.

Tetapi … mimpi malam ini berbeda.

Elora tidak sendiri.

Ia masih sama, berdiri di tengah padang rumput. Mengenakan gaun putih yang ujungnya terseret di tanah berbatu. Rambutnya tergerai, hitam seluruhnya. Cahaya bulan masih sama menyilaukan, tetapi ada sosok yang menarik perhatian Elora.

Seseorang berdiri tak jauh di depannya. Bermandikan cahaya. Rambutnya perak dan berpendar, matanya punya warna yang sama. seluruh tubuhnya bagai dilingkupi gaun yang terbuat dari air. Jernih bergelombang, bak permata.

Wanita itu tersenyum pada Elora. Sebuah senyum hampa yang sedikit mengerikan, tetapi sorot matanya lembut. Wanita itu seperti hendak mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja.

Lalu … entah dari mana datangnya, tiba-tiba muncul seekor serigala. Berjalan dengan anggun di atas keempat kakinya. Makhluk buas itu bertubuh besar, dengan tinggi lebih dari separuh si wanita. Sepasang matanya berwarna kuning terang, menatap Elora dengan tajam.

Elora ingin berlari, tetapi sesuatu dalam dirinya melarangnya melakukan itu. Jujur saja ia takut serigala itu akan menyerangnya … memangsanya. Dengan taring yang menyembul dari balik mulut, tajam dan berbahaya.

Benar saja. Seperti mendapat perintah dari si wanita, serigala itu berlari ke arah Elora. Semakin lama semakin cepat. Elora berteriak, namun tak ada suara yang keluar dari kerongkongannya. Yang bisa Elora lakukan hanyalah menggerakkan kedua tangan untuk menutup wajah. Elora mencoba menghalau kedatangan serigala yang kini dekat, hanya terpisah jarak sejengkal.

Elora mengira ia akan ambruk ke tanah karena terjangan serigala berbulu hitam keperakan itu. Elora bersiap untuk jatuh. Tapi tak ada yang terjadi. Ia yang tadinya memejamkan mata dengan ngeri, kini membukanya perlahan.

Wanita itu masih di sana … dan serigala itu melompat ke arah Elora … dalam bentuk kabut. Seperti sebuah jiwa yang keluar dari raganya, namun tetap mempertahankan wujud entitas, jiwa serigala itu melesak masuk ke dalam tubuh Elora.

Sedetik kemudian, rasa terbakar bergejolak di dalam diri Elora. Membakarnya dalam kesakitan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Panas, menyiksa, dan menyayat setiap inti dirinya. Setiap sel dalam tubuhnya.

*

Elora terkesiap. Peluh membanjir di sekujur tubuh saat ia membuka mata.

Apa arti itu semua, yang barusan Elora alami dalam mimpinya?

Elora menarik napas, tenggorokannya terasa panas. Pikirannya bercabang dalam banyak pertanyaan. Sesaat kemudian, ada sebuah prioritas yang harus ia jawab. Ada di mana dia sekarang?

Elora jelas berbaring di atas sebuah kasur, yang berada dalam sebuah ranjang beratap tinggi. Kelambu putih transparan menutupi sekeliling ranjang, menghalangi pandangan dari ruangan yang ada di baliknya.

Elora menoleh ke samping, dan terperanjat saat melihat Caspian tengah berbaring di sebelahnya. Mereka berdua tak mengenakan sehelai pakaian pun. Atau itu yang Elora lihat dari balik selimut putih yang tersingkap sampai ke pinggul.

Dan wajah Caspian … wajah, dada, dan lengannya penuh dengan luka yang sepertinya belum lama terjadi. Padahal seingat Elora, Caspian tidak terluka kemarin. Atau Elora yang tidak menyadarinya karena panik.

Elora bangkit dari tidurnya. Ia duduk dan lekas menarik selimut saat menyadari bagian atas tubuhnya terekspos. Elora mendengar gumam pelan, lalu ia memekik saat Caspian menarik tangannya, membuat Elora kembali jatuh berbaring.

“Kau harus bertanggung jawab,” ucap Caspian, lirih dan malas.

Elora menarik selimut lebih keras, memastikan setiap senti kulitnya tertutup dari pandangan mata Caspian. “Untuk apa?”

“Ini.” Caspian menunjuk luka-luka di tubuhnya dengan gerakan dagu.

“Ap—maksudmu aku yang sudah melakukan itu padamu?!” Elora mendengkus. “Jangan konyol!”

“Kenapa kau tidak mengatakan padaku kalau kau adalah manusia serigala?”

Elora terhenyak sampai-sampai ia lupa menutup mulutnya. Caspian … apa dia habis mengonsumsi obat terlarang semalaman tadi?

“Kau bicara apa?” Elora menyipitkan mata, dan mengambil kesempatan untuk berdiri sambil tetap mempertahankan selimut melingkupi fisiknya. “Di mana pakaianku?!” Elora menodongkan pertanyaan, sambil kedua matanya sibuk menjelajah ke sekeliling.

Mereka berada di sebuah kamar bercat putih, yang jauh lebih luas dari apartemen satu kamar yang Elora tempati. Bahkan lebih luas dari studio yang paling luas di Dreamcatcher. Satu set sofa warna hitam ditata di tengah ruangan, beberapa meter dari ranjang. Ada perapian yang menempel di salah satu dinding.

Elora berjalan tak tentu arah demi menemukan pakaiannya. Ia kesusahan melangkah dengan selimut berat itu, dan nyaris terjerembab beberapa kali ke lantai yang beralas karpet tebal berwarna abu-abu.

“Pakaianmu hancur. Kau menghancurkannya.”

“Tutup mulutmu jika hanya bisa mengatakan omong kosong!” hardik Elora kesal. Caspian yang kini berbaring miring, menyibakkan kelambu agar bisa melihat Elora dengan lebih jelas.

 “Terserah kalau tidak percaya,” ucap Caspian sambil mengendikkan bahu.

Elora terus berjalan hingga ia sampai ke dinding yang penuh dengan jendela kaca panjang yang berbingkai kayu. Elora mendorong salah satunya, yang ternyata adalah sebuah pintu, dan ia tersandung ke arah beranda.

Seketika itu juga Elora tertegun. Hutan menyambutnya, dan Elora bisa melihat liuk sungai berair biru jernih di kejauhan. Ia kini berada jauh dari pusat kota, dari keramaian. Dengan panik, Elora kembali masuk dan kini mencari sesuatu yang lebih penting. Semprotan merica.

“Berikan tasku.” Elora berjalan mundur saat melihat Caspian sudah tak lagi berbaring malas. Caspian mengenakan boxer berwarna hitam yang justru membuatnya terlihat berkali-kali lipat berbahaya. Caspian memiringkan kepala, menikmati waktunya mengamati Elora dari atas ke bawah.

“Lumayan,” katanya kemudian.

“Tu-tup mu-lut-mu.” Elora mengucapkannya sambil mengatupkan gigi.

“Aku tidak akan melakukan yang macam-macam padamu.” Caspian mengangkat kedua tangan, seolah menegaskan hal itu. “Aku bersumpah sebagai seorang Alpha,” imbuhnya.

“Aku tidak mengerti satu pun arti perkataanmu … dan aku tidak mau mengerti. Oke? Sekarang yang aku inginkan adalah kembalikan pakaianku, tasku, dan kembalikan aku ke rumahku!” Elora mengerling ke arah jam yang ada di salah satu meja di dekatnya, lalu ia berteriak histeris.

“Aku harus bekerja! Hari ini ada calon klien penting yang akan bertemu denganku! Pulangkan aku, Caspian!”

Diluar dugaan, Caspian terkekeh senang. “Situasi seperti ini … masih saja memikirkan pekerjaan?” cemoohnya, diakhiri dengan senyum tipis yang jenaka sekaligus menggoda.

Elora membalas ejekan itu dengan menyambar sebuah tempat lilin di atas perapian, dan melemparkannya ke arah Caspian. “Pulangkan aku sekarang!!”

Caspian, dan ini membuat Elora terkejut, menangkap tempat lilin itu dengan mudah, dan melemparkannya ke atas sofa. Matanya berkilat senang, dan ada sesuatu yang lebih di baliknya. Sesuatu seperti … hasrat?

Caspian kini tak lagi menahan diri. Dia berjalan cepat kepada Elora, yang terdesak ke dinding. Elora menahan napas saat punggungnya menabrak tembok dan kedua tangan Caspian memerangkapnya.

“Liar, spontan, berani. Aku menyukainya,” bisiknya di telinga Elora. “Tapi sayang sekali aku sudah bersumpah tak akan melakukan apapun padamu … sampai kau mengizinkannya. Jadi tunggulah sampai aku berhasil mendapatkanmu.”

“Jangan bermimpi,” geram Elora.

“Ohh … aku tidak pernah memimpikan sesuatu, El. Karena aku selalu mendapatkan apa yang kuinginkan.”

Setelah mengatakan itu, Caspian menarik diri dan pergi. “Aku akan mengambilkan pakaian untukmu.” Lalu dia menghilang di balik pintu.

Setelah yakin Caspian tidak kembali, Elora merosot ke lantai dan mulai menangis. Tapi tangisan itu tak lama karena Elora tidak mau terlihat lemah di hadapan siapapun … terutama di hadapan lelaki.

*

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Kikiw
yak, manusia seriga muda yang belum menguasai jiwa serigalanya; Liar, spontan, berani
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status