Caspian kembali sambil membawa tas Elora, sebuah kemeja berwarna putih berukuran besar, dan celana jins.
“Jangan mendekat,” perintah Elora. “Lemparkan semuanya ke atas sofa.” Elora menunjuk sofa yang ada dihadapannya dengan dagu.
Caspian berdecak sembari menelengkan kepala ke satu sisi. “Kenapa lagi? Aku tidak akan menerkammu. Aku sudah janji.”
“Aku tidak percaya padamu.” Bahkan pada lelaki manapun di dunia ini, tambah Elora dalam hati.
Caspian melontarkan raut wajah yang menyatakan ‘aku lelah dengan drama ini, tapi lebih baik kuturuti saja’, kemudian melemparkan semuanya ke atas sofa yang ada di dekat Elora.
“Sekarang keluar dari sini. Aku mau berpakaian.”
“Aku sudah pernah melihatmu tanpa pakaian. Kenapa sekarang aku harus keluar?”
“KELUAR!” bentak Elora, dan dengan brutal menyambar tasnya, mencari semprotan merica. Caspian mengangkat kedua tangan sebagai tanda bahwa dia menyerah. “Oke, oke. Aku akan pergi.”
Dia berbalik, tetapi kemudian kembali lagi. “Kemejanya pasti kebesaran, karena itu punyaku. Tapi celananya sesuai ukuranmu … kurasa. Itu celana milik wanita yang tidur di sini dan pulang tanpa mengenakan bawahan. Kau tahu … dia minta melakukannya di dalam mobil saat perjalanan pul—“
“Tutup mulutmu dan pergi dari hadapanku.” Elora kini sudah bersiap dengan semprotan merica di tangan. Botol kecil berwarna hitam itu dia arahkan kepada Caspian. “Aku tidak peduli dengan kisah cintamu.”
“Kau harus. Karena kau jodohku.” Caspian kembali pada dirinya yang dingin dan misterius. Kedua matanya berkilat dalam warna biru yang terang.
Elora tak mengatakan apapun, ia menekan tutup semprotan agar cairan yang memberikan rasa perih itu keluar dari wadahnya. Tentu saja dalam jarak sejauh ini, butir-butir airnya tidak bisa menjangkau wajah Caspian. Caspian mendengus singkat, dibarengi ekspresi geli. Sorot matanya melembut untuk sesaat.
Akhirnya Caspian keluar dari kamar.
Di tengah pergulatan Elora dengan celana jins entah milik siapa, yang berukuran satu nomor lebih kecil dari ukuran Elora, ponselnya berulang kali berdering. Itu pasti Havier, yang sedang panik karena Elora tak kunjung muncul padahal hari ini adalah hari penting.
Setelah berhasil memasukkan bagian bawah tubuhnya ke pakaian ketat itu, Elora mengambil ponsel dari dalam tas dan mulai menelepon balik Havier.
“Kau dimana?” Havier langsung menodongkan pertanyaan penuh tekanan pada dering pertama.
“Ceritanya panjang.”
“Apa ini ada hubungannya lagi dengan model itu? Karena terakhir kali kau bilang soal cerita, kau cerita soal dia.”
Hening sejenak. “Ya.”
Elora bisa mendengar pekik tertahan dari seberang sana, mirip seperti orang tercekik. “Jangan katakan padaku, kau pergi ke kelab malam, mabuk, lalu tidur di rumahnya??”
Sial. Kecuali bagian kelab malam dan mabuk, tebakan Havier hampir akurat.
“Kubilang ceritanya panjang. Sekarang aku hanya ingin memberitahumu bahwa aku akan sampai di kantor sekitar satu jam lagi.” Elora kembali melirik jam di atas meja. “Masih cukup waktu sebelum pertemuan dengan calon klien kita.”
“Ya. Sebenarnya aku meneleponmu bukan karena hal itu.”
Elora yang sedang mengenakan kemeja sambil menjepit ponsel di antara telinga dan pundak, berhenti dari aktivitasnya. “Lalu kenapa kau meneleponku berkali-kali?”
“Pagi ini ada polisi datang ke sini mencarimu. Mereka bilang mobilmu ditinggalkan begitu saja di tengah jalan dan menyebabkan kehebohan. Polisi mengira kau diculik atau terjadi sesuatu padamu.”
Tentu saja mereka berpikir begitu. Elora menggigit-gigit ujung ibu jarinya, sesuatu yang tanpa sadar ia lakukan saat sedang cemas. “Apa semua orang kantor tahu?”
“Tidak. Hanya bos dan aku, karena aku asistenmu dan kita dekat. Bos memintaku untuk menghubungimu, tadi juga aku pergi ke apartemenmu. Syukurlah kalau ternyata kau tidak apa-apa.”
“Aku akan minta maaf pada bos nanti.”
“Kau harus ceritakan padaku saat kita bertemu. Sekarang, datang dulu ke sini, lakukan pekerjaanmu, lalu urus mobilmu yang ada di kantor polisi.”
“Roger.”
*
Tak ada pilihan lain selain diantarkan kembali oleh Caspian. Kali ini dia tidak mengendarai sepeda motor, melainkan sebuah mobil convertible berwarna hitam. Saat Elora turun, kamar Caspian ada di lantai dua, dan keluar ke halaman, Elora baru menyadari bahwa sedari tadi ia berada di dalam sebuah kastil kecil yang elegan.
Kastil itu tersusun dari bongkahan batu besar berwarna abu-abu, yang menjulang dan menyatu dengan hutan di sekitarnya. Elora mengedarkan pandangan takjub ke sekeliling. Ia tak pernah menyangka ada tempat tersembunyi bak negeri dongeng di Queenstown.
Seolah mengingatkan Elora, Caspian menginjak pedal gas, membuat knalpot meraung dan Elora terlonjak.
“Naik.” Caspian mengedikkan dagu, menunjuk kursi penumpang yang kosong di sampingnya. Dengan hati-hati Elora naik. Sepanjang perjalanan ia merasa was-was, takut jika Caspian tiba-tiba melakukan sesuatu padanya.
“Kenapa memandangiku terus? Terpesona?” seloroh Caspian, setelah mereka keluar dari ladang anggur dan masuk ke jalan raya.
“Aku tidak memandangimu terus-terusan,” kilah Elora, yang tentu saja sebuah kebohongan.
“Kau tidak mau tahu apa yang terjadi semalam? Hm?” tanya Caspian. Dia mengenakan kacamata hitam, yang membuat Elora semakin tak nyaman karena ia jadi tidak tahu Caspian sedang melihat ke arah mana.
Jujur saja Elora penasaran setengah mati soal apa yang terjadi padanya tadi malam. Tetapi Elora enggan untuk menanyakannya pada Caspian.
“Apa kau pernah mendengar … soal manusia serigala?” Pertanyaan itu datang tiba-tiba, dan sekujur tubuh Elora merinding dibuatnya.
“Itu hanya mitos. Dongeng. Jangan cekoki aku dengan kisah bodoh.”
“Bagaimana kalau itu bukan dongeng?”
Laju mobil terhenti karena kendaraan yang mulai padat di depan mereka. Caspian menoleh kepada Elora, dan Elora bisa merasakan tatapan tajam menusuk dari balik kacamata hitam itu. “Kalau kukatakan padamu … bahwa aku adalah manusia serigala … dan kau adalah jodoh yang ditakdirkan untukku. Apakah kau percaya?”
Cara Caspian mengucapkannya … itu tidak terdengar main-main. Aliran darah di tubuh Elora menggelegak, nadinya berpacu kuat bersamaan dengan Caspian yang semakin dalam menatapnya. Elora merasakan suatu tarikan, yang mendorongnya agar mendekatkan diri pada Caspian dan merengkuh bibir menggoda itu.
TIINN!!
Suara klakson dari mobil di belakang mereka membuat Elora kembali pada kesadarannya. Rantai pandangan mereka terputus, dan Caspian menjalankan mobil.
Tadi … nyaris saja Elora mencium Caspian tanpa tahu alasannya.
*
Elora meminta Caspian untuk mengantarkannya ke apartemen, karena Elora baru saja ingat kalau dia harus mempersiapkan diri. Ada calon klien yang potensial, dan ini adalah pekerjaan terakhir sebelum Elora mengambil cuti panjang. Jadi Elora harus bisa menyukseskannya.Sebenarnya ini adalah ide buruk karena Caspian jadi tahu dimana Elora tinggal. Tapi Elora tak punya pilihan lain.“Terima kasih. Kau boleh pulang.” Elora mengatakannya sembari membuka pintu mobil. Tentu saja Caspian tak melepaskannya semudah itu. Dia menangkap pergelangan tangan Elora, membuat Elora terhenti.Elora menengok untuk menatap jemari Caspian yang melilit pergelangan tangannya.“Lepaskan,” desis Elora dari balik geliginya yang mengatup.“Ada hal penting yang ingin kusampaikan.”“Apa?” Elora menyentakkan tangan agar terlepas dari cengkeraman Caspian.“Jika terjadi sesuatu, segera hubungi aku.”Elora
“Maaf, tapi aku bukan seorang model,” tolak Elora cepat. Ia tak butuh banyak pertimbangan untuk menolak mentah-mentah gagasan dari Caspian.Caspian bersidekap, dengan santai memberikan tatapan menilai pada Elora. Elora tak suka dengan kilat cemooh yang samar di kedua mata Caspian saat melakukan itu.“Sebagai klien, kami berhak meminta apapun sesuai dengan keinginan kami kan?” kilah Caspian.“Ya, kau memang berhak. Tapi tidak semua hal bisa kami penuhi, terutama jika itu dirasa tak memungkinkan,” sanggah Elora.Kini Caspian mengarahkan percakapannya pada Charlie. “Katakan padaku, Charlie. Apakah permintaanku barusan tidak memungkinkan?” Caspian mengeluarkan seringai tipis yang nyaris tak kentara setelah menanyakan itu.Charlie menelan ludah, kemudian ekor matanya menangkap sosok Elora untuk sejenak. Elora tahu Charlie tak bisa langsung mengambil keputusan. Jika menolak, bisa-bisa mereka kehilangan klie
Tidak ada sentuhan.Skenario ditentukan sepenuhnya oleh Dreamcathcer.Jika model wanita merasa tidak nyaman dengan adegan yang dilakukan, ia mempunyai hak penuh untuk meminta pergantian adegan.Poin terakhir hanya untuk jaga-jaga jika Caspian melakukan improvisasi terhadap naskah yang sudah disiapkan oleh Elora.Tanpa banyak perdebatan, pihak Caspian langsung menyetujui persyaratan itu. Tak berapa lama setelah kedua belah pihak menandatangani perjanjian, Caspian dan Zed undur diri.Elora tidak tahu apakah ia harus bernapas lega atau justru ini menjadi awal stres berat yang akan dihadapinya hingga beberapa hari ke depan. Elora langsung kembali ke ruangan dan duduk merosot di kursi kebesarannya.“Satu minggu, El,” koreksi Javier saat Elora menjelaskan bahwa dirinya malas membayangkan hari-hari yang harus ia lewati sebagai model bersama Caspian.“Tidak. Paling kita hanya akan mengunjungi tiga tempat saja kan?” Elo
“Tenang,” bujuk Caspian, saat Elora mengambil langkah untuk menjauh. Terdengar suara remuk yang berasal dari pecahan cermin yang berserakan di lantai.“El, aku akan membantumu. Jangan takut.”Elora mengajukan pertanyaan soal mengapa dia jadi seperti ini, tetapi tentu saja yang keluar dari mulutnya hanyalah lenguhan dan lolongan pilu.“El, ikut denganku. Aku akan menjelaskannya padamu. Kalau kau di sini terus, bisa-bisa kau menarik perhatian tetangga. Suara yang kau timbulkan dari tadi lumayan heboh.”Dengan hati-hati, Caspian berjalan mendekati Elora, yang sudah terdesak ke sudut. Elora dapat merasakan tubuhnya gemetar. Ia takut pada sosoknya sendiri. Elora mendengking saat Caspian meletakkan satu tangan di moncong Elora yang basah dan berbulu.“Dengarkan aku. Wujudmu ini tidaklah permanen. Kau hanya harus belajar untuk mengendalikannya. Sekarang, aku akan membantumu supaya kau kembali ke wujud aslimu.&rdqu
Caspian melumat bibir Elora, penuh nafsu, tanpa ampun. Kedua tangan Caspian menahan tangan Elora di sofa, mencegah Elora untuk bergerak. Saat Caspian menarik diri, hanya agar ia bisa memandang sorot mata Elora yang ketakutan, Elora menarik napas banyak-banyak.Wajah Caspian yang tadinya gelap oleh gairah, berubah terkejut ketika ia mendapati Elora menitikkan air mata.“Kau …,” Caspian tak dapat melanjutkan. Elora mengulum bibir kuat-kuat, rahangnya menegang hingga garis rahangnya tercetak jelas di sudut wajah.“Lepaskan aku ….” Suara Elora hanya berupa parau yang putus asa.Caspian mengendurkan cengkeramannya, dan kesempatan itu Elora gunakan sebaik mungkin. Dia mendorong tubuh Caspian menjauh dengan sisa tenaga yang ada.“Aku benci kau,” geram Elora dengan sorot mata kebencian.Pintu ruangan terbuka tepat setelah Caspian terdorong jauh dari Elora.“Apa aku mengganggu?” tan
“Aku ditemukan pingsan di tepi hutan. Saat itu ada sebuah mobil melintas di jalan raya di dekatku, lalu pengemudinya membawaku ke kantor polisi. Mereka berusaha menanyaiku dan mencari identitasku, tetapi hasilnya nihil.” Elora menusuk-nusuk sisa potongan domba panggangnya tanpa minat. Pikirannya tak lagi tertuju pada makanan, melainkan menerawang jauh ke pulau di utara sana, tempatnya menghabiskan hampir seumur hidupnya. “Kau memang berasal dari Queenstown?” Kate berusaha menggali lebih dalam soal latar belakang Elora, dan Elora tak merasa keberatan tentang itu. Karena Elora juga butuh tahu siapa dirinya sebenarnya. Dengan situasi ini, keinginan Elora untuk mencari tahu dirinya, yang sudah lama ia kubur jauh-jauh, kembali mengoyak ke permukaan. “Tidak. Aku besar di Auckland. Sampai dengan dua tahun yang lalu, ada … sebuah kejadian yang membuatku dipindahkan ke kantor cabang di sini.” Elora mendorong piring makanannya menjauh. Kini ia membenamk
Sebenarnya apa yang salah pada diri Caspian sehingga Elora begitu membencinya? Seharusnya Elora merasakan hal yang sama dengannya, cinta yang begitu menggebu, keinginan kuat untuk menyentuh, mendambakan kecupan dan ucapan sayang yang lolos dengan mudahnya dari bibir masing-masing. Karena hal itulah yang Caspian rasakan semenjak ia tahu bahwa Elora adalah jodohnya. Jujur saja perasaan ini sungguh menyiksanya luar dalam. Caspian mengacak-acak rambutnya sebagai bentuk frustrasi saat ia berjalan keluar dari kamar Elora. Di ujung lorong, Zed sudah menunggunya. Sang Beta memiringkan kepala sembari menyunggingkan senyum mengejek. “Ditolak lagi?” cemoohnya. Caspian hanya bisa membalas dengan geram kesal. “Ada apa mencariku? Ada informasi baru?” Wajah Zed berubah serius. “Tidak banyak. Tapi mungkin membantu. Kali ini ada yang mengatakan melihat anggota kawanan dari Jack’s Point di tempat kejadian waktu itu.” “Kita sudah menyambangi kawanan Bill
Keesokan paginya Kate membangunkan Elora. Dia mengantarkan sarapan dan mengatakan bahwa Caspian akan mengantarnya bekerja. Tentu saja Elora menolak mentah-mentah.“Caspian sudah menduga kau akan menolaknya,” ucap Kate, “untuk itu dia minta aku mengingatkanmu bahwa mulai hari ini kalian akan bekerja bersama. Jadi mau tidak mau kalian harus berangkat bersama.”“Aku memang bekerja bersama, tetapi bukan berarti aku harus berangkat bersamanya,” tampik Elora. “Aku akan minta Javier menjemputku.”“Tidak ada yang boleh masuk ke teritori Sacred Storm tanpa seizin Alpha.”“Sacred Storm?”“Ya. Itu nama kawanan kami.”Elora masih butuh waktu untuk mencerna kenyataan bahwa ia sekarang berada di sarang kumpulan manusia serigala. “Kate … berarti kau juga … manusia serigala?” tanya Elora hati-hati.“Ya. Tentu saja.” Kate menjawabn