Share

Patah Hati Terbesar

Setiap dua minggu sekali, aku, bunda dan adik-adik selalu mengunjungi rumah kakek dan nenek. Pasti sudah tau kan mengapa tidak bersama ayah? Ya, ahay memang sangat tidak suka berkumpul dengan saudara-saudaranya, termask saudaranya sendiri. ayah lebih suka menyendiri atau bersama teman-temannya, yang jelas bukan keluarganya sendiri.

Setaun belakangan ini, kakek memang sakit-sakitan. Namun, penyakitnya itu bukan penyakit yang besar atau bahaya. Jangan sampe lah. Penyakitnya hanya sebatas kelelahan hingga membuatnya tipes atau sendinya yang memang sudah tidak mampu untuk berjalan seperti biasanya. Kakek yang sudah pensiun masih saja beraktivitas seperti ketika ia belum pensiun, bedanya hanya ia tidak bekerja saja. Tiap pagi ia selalu jalan pagi kee pasar bersama nenek, menyiram tanaman, bersih-bersih bersama nenek dan memasak cemilan yang tiapp harinya akan dikirimkan ke rumah kami.

Berbeda ketika kami semua ke rumahnya, aktivitasnya akan berbeda. tiap pagi ia akan bermain bersama kami dan mengajak kami jalan-jalan walau hanya sebatas membeli bubur ayam di pusat kota atau bermain di taman. Semuanya terasa sangat menyenangkan. Ketika semua perempuan mengatakan bahwa ayah adalah cinta pertama mereka, tidak denganku. Kakek adalah cinta pertamaku dan selamanya akan seperti itu.

Aku memang sangat ambisius, tidak pernah satu hari aku tidak belajar atau mengerjakan tugas. Ketika kakek menelepon, lebih sering aku mengerjakan tugas daripada hanya sekadar menonton televisi, dan tak lama kakek akan memarahiku.

“Belajar aja, main kek. Ke Mall, ke pasar, ngapain gitu, jangan belajar aja. Gabosen apa?”

“Hahaha iya ini sudah selesai belajarnya, mau main ke kakek dong hari ini. Ada makanan apa disana?”

“Gaada, ini makanan kakek nenek, kamu gabakal suka. Kalau kesini sekalian makan di luar aja, kakek juga bosen makan makanan rumah.” Yang tidak lama nenek mendengarnya dan memarahi kakek.

“Heh, yauda besok gausa makan.” Teriak nenek dari dapur sepertinya.

Aku yang mendengar itu langsung tertawa diikuti suara kakek juga tertawa.

Sepertinya ayah mendengarkan percakapanku dengan kakek barusan dan memarahiku karena tidak belajar dengan baik.

“Belajar! Bukan hp an aja!” Ayah langsung masuk begitu saja ke kamar dan aku belum mematikan teleponnya, sehingga kakek mendengarkan.

“Biarin, masa telfon kakeknya gaboleh?” Tanya kakek sembari berteriak, sehingga ayahpun mendengarkannya dan langsung pergi dari kamar.

Setelah itu, aku dan kakek masih berbincang sangat lama dan aku langsung memutuskan untuk mengakhiri pembicaraan.

"Lah kan, gajadi kesini! Bohong dehhhh!" 

"Hahahaha, males keluar nih kek, besok jemput aku sekolah terus aku kesana ya. Okayyy?"

"Siap, jemput adek dulu ya tapi. Baru ke kamu."

Aku pun mengiyakan permintaannya dan aku langsung memutuskan untuk beberes dan tidur.

Hari ini terasa sangat indah karena menutup hari dengan berbincang pada kakek yang sangat menyenangkan. 

Keesokan harinya, kakek menjemputku bersama adik dan langsung menuju ke rumah kakek dan nenek.

Sesampainya disana, aku langsung berganti pakaian yang sdah disiapkan bunda dari rumah. Lalu aku mengambil makanan yang telah disediakan nenek. Nenek memasak banyak makanan seolah akan tamu datang.

Malam harinya, kakek meminta bunda datang untuk ikut bersama kami untuk membeli cemilan di luar. Aku dan adik saat itu menginginkan wafel dan eskrim, sehingga kami pergi ke cafe yang biasa aku datangi bersama bibi. Lalu kami bersenda gurau dan sangat menikmati snack tersebut.

“Kakek laper lagi nih. Mampir atau makan di rumah aja?”

“Di rumah uda abis makanannya. Beli di luar aja, aku juga mau makan lagi.” Jawabku

“Oke, beli pecel rawon ya. Kepingin banget.” Kata Kakek.

“Oke booos”

Sesampainya disana, sang penjual langsung mengenali kakek.

“Waduh Pak Gik. Kok lama ga kesini, kirain uda lupa sama tempat ini.”

“Gak lah. Repot ngurus cucu.” Yang kemudian disambut tawa mereka berdua.

Pada awalnya, kami tidak ingin makan lagi, tetapi melihat kakek makan dengan lahap, akhirnya kami juga tergiur untuk makan itu.

“Liat semua, tadi bilang gamau makan. Udah malem, takut gendut. Sekarang makan semua.” Goda kakek sambil dengan tatapan sinisnya.

“Ih, biarin lah.” Jawab bibi sambil menyendok pecelnya yang diberi kuah rawon.

Setelah puas makan, kami kembali ke rumah kakek dan nenek. Adik dan nenek ketika perjalanan terlelap tidur menyebabkan kakek tidak langsung pulang. Kakek memutuskan untuk mengelilingi kota dengan melihat pemandangan perkotaan dengan gedung-gedung tinggi dengan lampunya yang terlihat waw.

Seminggu setelah itu, kakek dilarikan ke rumah sakit karena tiba-tiba terjatuh ketika sedang mengambil kopi. Bibi langsung memberikan kabar kepada bunda dan kami langsung pergi ke rumah sakit. Bunda tidak sempat memberikan kabar kepada ayah dan memintaku untuk mengirim pesan kepada ayah agar ayah mampu memhami kondisi kami kala itu.

Di perjalanan, bunda sudah menangis dan berusaha tetap tegar akan kami selamat sampai rumah sakit. Ketika sampai disana, kami langsung lari menuju UGD dan kakek sudah sadar. Kata nenek kepada bunda, kakek mengalami serangan jantung. Untungnya, bibi langsung tanggap dan meminta tolong tetangga untuk menggotong kakek ke dalam mobil dan bibi langsung mengebut menuju rumah sakit.

Setelah itu, kakek dirawat di rumah sakit. Keadaannya tidak kunjung membaik, malah semakin buruk. Hingga pada suatu hari ketika aku dan bunda yang menjaga, kakek tiba-tiba kejang dan aku langsung memanggil suster. Lalu menelpon bibi dan nenek yang tidak lama datang. Lagi-lagi, kakek masih bisa diselamatkan. Kami bersyukur kala itu.

Ketika kami semua berkumpul disitu, kakek meminta untuk dibantu duduk. Kemudian kakek berbicara bahwa semua harta yang dimiliki kakek tidak boleh jatuh kepada siapapun kecuali ke kami. Rumah yang dimiliki kakek harus menggunakan nama bunda dan bibi. Semua aset juga begitu. Kakek tidak mau nak cucunya akan berebut hal seperti itu.

Kakek mengambil sesuatu dari lemari yang ternyata amplop berwarna coklat berisikan surat wasiat terhadap nenek, bunda, bibi, aku dan adik-adik. Semua sudah jelas disana dan kami diminta untuk tandaa tangan saja. Kami yang kala itu sudah memiliki firasat tidak enak langsung memeluk kakek dengan tangis yang tidak dapat kami bendung.

Di saat terakhirnya, kakek masih mencium satu-satu diantara kami. Lalu nenek membisikkan kata-kata bahwa kami semua akan hidup dengan baik dan kakek tidak perlu mengkhawatirkan kami. Tidak lama kemudian, kakek kejang dan kami langsung memanggil suster dan dokter. Kejang yang dialami kakek mengakibatkan jantung kakek tidak dapat memompa darahnya lagi sehingga, tiiiiit. Kakek sudah meninggalkan kami semua.

Kakek pergi dengan senyum yang khas. Senyumnya tidak lugas, tetapi cukup menggambarkan bahwa ia sedang tersenyum dan bahagia. Kami semua yang ada disana tidak mampu menahan tangis, begitu pula dengan nenek yang tidak sanggup berdiri. Namun, bunda dan bibi langsung menghentikan tangisnya karena bunda dan bibi yakin bahwa kakek akan bahagia disana dan berusaha menenangkan kami semua.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status