Hal yang paling sulit untuk ku lalui adalah bekerja sama dengan kenyataan” – BSS
*
Bu Park menghubungi aku karena ada suatu hal yang ingin beliau sampaikan. Orang yang memegang peranan penting di GM Entertainment tersebut memintaku untuk hadir dalam survei lokasi (Recce) yang akan digunakan untuk proses shooting film yang diangkat dari komik yang ku buat.
Recce (dibaca reki) adalah suatu proses mengunjungi lokasi (Survey Lokasi). Setelah produser pelaksana / produser / manajer lokasi menemukan lokasi yang sesuai dengan kebutuhan cerita, dan telah disetujui oleh sutradara, maka para kru lain yang memiliki kepentingan atau tanggung jawab saat pengambilan gambar akan datang mengunjungi lokasi tersebut.
Recce berguna untuk menentukan hal teknis di lapangan. Dari sisi kreatif tentu apa yang ditulis di naskah tidak sepenuhnya sesuai dengan kondisi di lapangan. Oleh karena itu tim kreatif perlu melakukan beberapa penyesuaian di lapangan agar cerita tetap dapat tersampaikan sesuai kebutuhan. Sementara dari tim manajemen, kedatangan di lokasi berguna untuk memperhatikan ha-hal teknis di lapangan seperti menentukan ruang ganti, ruang rias, kamar kecil, video village (monitor sutradara), dll.
Bu Park ingin aku sebagai komikus ikut andil dalam proses ini. Bagaimanapun Bu Park ingin nyawa dalam film ini sesuai dari aslinya.
Aku tak mungkin menolak permintaan Bu Park, karena ini bagian dari proses produksi film yang akan digarap oleh GM Entertainment. Dan aku tak ingin kehilangan kesempatan emas untuk melebarkan karierku sebagai pembuat komik. Bu Park telah mengirimkan alamat yang akan dijadikan lokasi pertama untuk proses shooting.
Lokasi shooting pertama berada di kota Suwon. Suwon merupakan nama kota di Korea Selatan. Letaknya di bagian barat. Tepatnya di provinsi Gyeonggi-do. Karena kota Suwon memiliki geografis yang sesuai dengan komik yang ku buat. Seo Jin sudah memberiku ijin pulang lebih awal karena masalah ini. Dia juga akan membantuku untuk menyelesaikan masalah administrasi di bagian pegawai.
Setelah menyelesaikan beberapa gambar untuk stok beberapa hari kemudian, aku bersiap-siap untuk meninggalkan Never Webtoon. Dengan semangatnya yang menggebu aku tak akan melewati setiap kegiatan yang akan ku jalani untuk mem filmkan komik yang aku buat. Bu Park menyuruhku untuk menunggu seseorang yang akan menjemputku ke kota Suwon, orang tersebut adalah sutradara yang akan menggarap film tersebut.
Ketika aku mulai berjalan keluar dari kantor Never Webtoon, kulihat sebuah mobil berusaha mendekati ke arahku. Si pengemudi lalu membuka kaca mobilnya lalu menekan klakson untuk menarik perhatian ku.
“Masuklah ...” perintahnya padaku, lalu ia turun dan mulai mendekati ku.
“Maaf, aku tak ingin merepotkan Anda!” jawabku sesingkat mungkin. Aku masih menaruh perasaan dongkol padanya. Siapa yang tahu bila dia memiliki kepribadian seperti itu. Meski di dalam kantor dia bisa seenaknya karena dia atasanku, tapi di luar kantor dia tak boleh menyamakan perilakunya.
“Aku tak akan mengulanginya lagi untuk kedua kali Ji Won ah! Kau pikir jarak ke Suwon sama seperti pulang ke rumahmu,” benar saja kan ucapkan selalu seperti itu. Dia tak pernah memikirkan apakah ucapannya akan menyakiti orang lain atau tidak.
“Kenapa keras kepala?” tanya Yu Bin sesekali melirikku ketika aku memasang sabuk pengaman di mobilnya. Karena saat ini aku terjebak dengan orang yang membosankan di dalam mobil miliknya.
Aku hanya diam saja tak ingin menjawab pertanyaan darinya, kalau pun aku terpaksa harus menjawab aku akan menjawab sesingkat mungkin. Aku memang masih memendam perasaan kesal untuk beliau. Setelah kejadian malam itu, aku berusaha ingin menghindari dirinya sebisa mungkin. Apalagi Kwon Yu Bin orang yang tak mudah untuk diatasi.
“Anda tak perlu membuang waktu hanya untuk mengantar saya, membawaku pergi bukanlah hal yang penting bukan? Lagi pula akan ada orang yang menjemput saya!” aku berbicara sesuai apa kata hatiku. Aku mengatakan sesuai yang aku rasakan. Mungkin akan menyakitkan untuknya, namun aku tak perduli.
“Kalau bukan karena perusahaan yang memintaku mana mungkin aku akan melakukan hal bodoh seperti ini!” ucapnya tanpa ragu-ragu.
Hal yang lumrah terjadi, ini sudah menjadi kebiasaannya. Yu Bin tipe orang yang tak mau mengalah. Meski ini terasa menjengkelkan, namun aku harus menahannya. Aku membenci sifatnya yang seperti ini. Aku lebih memilih tak berkata apa-apa. Ku biarkan rasa kesal di dalam dadaku terus berontak, namun aku masih mampu untuk menahannya agar tak mencuat ke permukaan.
“Apa kau masih marah padaku Ji Won-ah?”
Sebenarnya apa yang ada di dalam benaknya? Kadang dia baik padaku, namun tak jarang pula ia bersikap menyebalkan padaku. Terkadang ia memanggilku dengan panggilan akrab kadang pula ia memanggilku dengan sebutan formal.
Dasar orang aneh!
Aku tak mengeluarkan sepatah kata pun untuknya. Aku memang marah padanya.
“Bahkan kau menghindari aku dari tadi pagi Ki Won!” pria itu terus saja mencecar ku dengan berbagai pertanyaan dan pernyataan tak penting.
“Aku rasa Anda salah paham! Mana mungkin saya berani menghindari Anda?” sahutku tak ingin memperpanjang masalah. Lebih baik aku mengikuti saya apa maunya, dari pada pria ini mengusirku keluar dari mobilnya. Karena perjalanan kami masih panjang.
“Termasuk tak ingin satu lift dengan saya? Atau bahkan tak mendengarkan perkataan saya saat rapat?” Kwon Yu Bin orang yang tak bisa dikalahkan, bahkan ia tak segan untuk melontarkan kata-kata menohok padaku.
“Saya rasa itu umum, saya tak percaya diri bila harus satu lingkup dengan atasan. Karena saya bukan orang penting!”
“Begitu juga dengan membuang kopi dariku?”
Hah ... jadi dia yang memberiku kopi? Apa dia sakit?
“Karena buka Seo Jin yang memberiku, aku putuskan untuk membuangnya. Aku takut ada sesuatu dalam kopi tersebut, karena beberapa hari ini aku merasa ada yang mengikuti aku!” ku jelaskan maksud dari aku membuang kopi pemberiannya, aku tak berniat menolak pemberian siapa pun. Aku lebih waspada karena beberapa hari ini ada yang selalu mengawasi setiap kegiatanku di luar rumah.
Tetapi, mengapa aku menceritakan masalah ku ini padanya?
“Pantas saja kau ketakutan setengah mati ketika listrik di rumahmu padam!” ucapnya. Ku lihat raut wajahnya kini berubah menjadi lebih khawatir dari sebelumnya. Mungkin kah kepala editorku itu merasa bersalah?
Sejak aku menceritakan beberapa kejadian yang menimpaku, tak ada kata yang terucap dari kami berdua. Aku pun merasa bersalah telah menceritakan masalah pribadiku padanya. Tak seharusnya aku melakukan itu. Bagaimana pun juga Yu Bin adalah atasan yang harus ku hormati.
Tak terasa perjalanan yang kami lalui memakan HAMPIR mencapai satu jam. Selama itu pula tak ada yang kami bicarakan kembali.
Suwon merupakan kota kecil di Korea Selatan,Kota yang menjadi pusat dari perusahaan handphone merek Samsung ini berada 30 km di selatan Kota Seoul, ibu kota Korea Selatan. Terkenal akan keberadaan bentengnya, Suwon Hwaseong Fortress, dan istananya, Hwaseong Haenggung Palace.Di tempat yang menjadi lokasi Recce adalah Istana Hwaseong Haenggung. Istana yang ku tuju bersama Kwon Yu Bin pernah digunakan dalam drama yang ditayangkan tahun 2003 yakni “Dae Jang Geum”, banyak adegan dalam serial tersebut yang shootingnya dilakukan di Hwaseong Haenggung Palace di Kota Suwon.Meski ini bukan kali Pertamanya mengunjungi Istana tersebut, tak menyurutkan langkah Ji Won untuk mengagumi keindahan tempat bersejarah tersebut.“Kalau perlu bantuan katakan saja Ji Won!” ucap Pak Kwon sebelum kami berdua keluar dari mobilnya dan menuju tempat yang sudah di bagikan oleh Bu Park. Ku lihat tatapan manik lelaki itu mampu mened
Sebelum aku meninggalkan restoran Galbi yang baru saja memanjakan perutku, aku ingin sedikit merapikan penampilan diriku yang kurasa sedikit berantakan. Sebagai seorang wanita memoles ulang riasan di wajah menjadi hal umum dilakukan. Tak jarang beberapa alat make up menjadi penghuni tetap di dalam tas yang selalu ku bawa.Beberapa saat setelah aku menambah polesan di bibir ini dengan lip balm favoritku, ku telusuri jalan yang menghubungkan kamar mandi hingga ke tempat makan yang kami pesan tadi. Namun aku menyadari ada sepasang mata sedang mengawasi ke arahku. Ku coba menatapnya balik, namun orang yang ku yakini pria itu berbalik arah dan berlari untuk melarikan diri. Aku sangat yakin orang tersebut adalah orang yang sama yakni penguntit yang selama ini membuntuti dirinya.Dengan sekuat tenaga aku berlari menyusul pria yang mengenakan pakaian tebal serta topi yang menutupi kepalanya. Sayang sekali ini malam hari, aku sedikit kesulitan meliha
Ku telusuri jalanan menuju salah satu ruangan serba putih yang masih berada di dalam kawasan salah satu rumah sakit besar di kota Jakarta. Aku tak sendiri, aku ditemani oleh seorang dokter sekaligus teman yang selama ini menemaniku. Dengan bantuan kursi roda yang ia dorong meski aku dengan keras menolaknya.Diana, wanita berjilbab yang tampak anggun tersebut sudah ku kenal saat kami berdua bertemu di salah satu Masjid di kawasan Menteng Jakarta Pusat selepas Shalat tarawih dua tahun lalu.Kala itu aku melihat seorang wanita yang kesulitan dalam mencari sandalnya. Berawal dari membantunya untuk menemukan sandalnya akhirnya kami berkenalan dan saling menyimpan nomor masing-masing.Banyak yang mengatakan bahwa aku dan Diana sangat cocok bila menjalin suatu hubungan yang serius, bahkan kedua orang tuaku juga tak keberatan bila aku memilih Diana menjadi pendampingku.“Umurmu sudah di atas kepala tiga Bi, gadis ma
“Jangan sahur sesudah waktunya, jangan berbuka sebelum waktunya”*Aku segera memasuki kamar yang sudah kami pesan tadi di bagian resepsionis. Kamar didesign menyerupai bangunan bersejarah. Hotel yang ku nilai seperti homestay ini memang berarsitektur tradisional. Ku berjalan menuju kamar mandi yang berada di samping tempat tidur yang terbuat dari kayu serta diukir dengan motif bunga.Aku segera membersihkan badanku setelah seharian berjibaku dengan berbagai aktivitas di dalam dan luar ruangan. Berendam dengan air hangat mampu melepaskan penatku dan juga sebagai sarana mengisi ulang energi ku. Air hangat serta wangi dari aromaterapi mampu menenangkan jiwaku.Kurang lebih 30 menit sudah ku habiskan waktu untuk memanjakan diriku dengan aktivitas di dalam kamar mandi tadi. Ah masalah muncul karena aku tak membawa baju ganti. Karena pekerjaan dadakan ini aku tak mempersiapkan pakaian lain. Ya
Kedua pasang manik ini saling beradu pandang. Kami berdua tak ubahnya bagai orang asing yang berada dalam satu ruangan. Begitu aku selesai membalut luka Kwon Yu Bin, tak ada satu kata pun terucap dari masing-masing kami. Kami berdua terlalu malu untuk memulai pembicaraan. Jelas aku tahu, ini memang seperti apa yang selama ini ku tahu. Yu Bin orang yang tak banyak bicara.Akhirnya aku memilih untuk menjalankan kakiku ke luar dari kamarnya. Aku juga merasa tak nyaman bila harus berlama-lama dengan pria dewasa itu. Karena aku wanita, jadi aku harus menjaga harga diriku sendiri di depannya.“Ji Won ah ... ?” aku menoleh, ketika pria itu membuka bibirnya dengan menyebut namaku. Lalu ia bangkit dan mengikuti aku dari belakang, jantungku berdetak lebih kencang dari biasanya. Apa yang akan ia katakan padaku? Apakah ada suatu hal penting yang ingin ia katakan padaku?“Iya Pak Kwon ...” jantun
Hampir tiga puluh menit lamanya aku berada dalam sebuah ruangan yang dikhususkan untuk proses Radioterapi. Terapi radiasi ini merupakan terapi pertama yang ku jalani setelah aku memutuskan untuk menerima pengobatan pada penyakitku. Aku tak merasakan rasa sakit pada terapi yang harus kujalani selama dua kali dalam seminggu ini nantinya. Terapi penyinaran pada bagian luar tubuhku ini memang ditujukan untuk membasmi dan menghambat pertumbuhan sel-sel kanker di dalam otakku.Selama itu pula dokter menyarankan agar aku rileks dan tak memikirkan apa pun. Yang ku tanamkan pada benakku adalah aku ingin sembuh. Aku ingin bertahan di dunia ini, karena aku ingin menjadi lelaki yang berbahagia karena ada seorang gadis yang selalu menungguku.Setelah semua tahapan Radioterapi ku lakukan dengan dibantu Dokter Bayu, Dokter Bayu menjelaskan padaku tentang efek samping yang akan ku alami setelah proses terapi ini.Kulit gatal dan kering, rambut rontok
Malam semakin dekat menyapa tanpa kami sadari berdua, kegiatan yang awalnya hanya mentraktir kopi kini tak ubahnya bagai obrolan dengan teman lama yang baru saja bertemu. Aku baru menyadari bahwa Kwon Yu Bin ternyata pria yang hangat tak seperti yang orang katakan. Nyatanya laki-laki yang kini menemaniku mengobrol adalah lelaki yang memiliki perasaan tulus. Ia bahkan bersedia mendengarkan ceritaku yang tak jelas.Keramahan dan kenyamanan mengobrol dengan kepala editorku tak membuatku hanyut dalam buaian canda. Aku masih memiliki norma dan batasan, oleh karena itu aku segera pamit untuk undur diri ke kamarku. Ku lihat jam sudah menunjukkan waktu untuk segera memejamkan mata. Tak baik bagi wanita bila terus berlama-lama dengan lawan jenis.Yu Bin menanggapi permintaanku untuk segera istirahat karena besok pagi kita harus segera pulang ke Incheon. Tampak sangat terlihat, tubuh lelaki yang ku kenal kalem itu terlalu lelah. Apalagi
“Bu Angeline ...” sahutku membalas sapaan darinya. Mengapa aku begitu sial hari ini? Bagaimana bisa aku berduaan dengan kekasih wanita lain? Lalu apa yang akan di lakukan oleh wanita itu saat ini? Semua pertanyaan itu menyeruak begitu saja dalam pikiranku. Aku bingung dan takut bahagia caraku untuk menjelaskan keadaan yang sebenarnya.“Aku akan mandi, kalian mengobrol lah terlebih dahulu!” ucap kepala editorku seraya meninggalkan kami berdua yang saling menatap meski hanya lewat sambungan video call. Begitu merona wajah ini di hadapan kekasih lelaki tersebut karena aku baru saja membuka ikatan handuk yang Yu Bin kenakan.“Nona Kang ...” Bu Angeline kembali menyadarkan aku dari lamunanku. Suasana canggung kini hadir di antara kami berdua. Kami memang sering bertemu karena beliau merupakan pimpinan di Never Webtoon, namun keadaan seperti tak pernah aku bayangkan. Menjadi wanita bajingan yang terciduk bersama