Share

Black Memory

Brandon dan Daisy duduk berhadapan. Mereka hanya saling memandang tanpa mengucap sepatah kata. Sekali-sekali Brandon memainkan cangkir kopinya sebelum meneguk isinya. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul satu malam. Tapi Daisy masih betah mengamati wajah tampan Brandon. 

"Aku bingung harus memulai cerita dari mana," Brandon mengetuk-ngetuk jari telunjuknya di bibir cangkir.

"Mulailah dari awal," sahut Daisy ringan.

Brandon mendengus kesal, "Tentu saja dari awal, tapi awal yang mana yang harus kuceritakan lebih dulu?"

"I don't know! 'Kan kau yang akan bercerita, Brandon?" nada bicara Daisy meninggi, menunjukkan bahwa dia kehilangan kesabaran.

"Well ..." Brandon berhenti sejenak, menarik napas panjang lalu membayangkan sesuatu. Wajahnya sedikit mendongak sedangkan matanya menerawang, penuh kekosongan.

"I'm an Architect," ujarnya kemudian.

"Yeah, you told me before," Daisy memutar bola matanya. "Arsitek freelance, ya kan?" 

"Begitulah, Daisy. Aku mengikuti kesukaan ayahku. Beliau sangat ahli di bidang rancang bangun. Sewaktu kecil, aku suka mengikutinya ke tempat kerjanya. Dia menyebutnya sebagai bengkel. Aku sering menyelinap ke sana. Aku juga sering bolos sekolah hanya untuk bermain di bengkel. Aku bisa berjam-jam berada di sana, menggambar, mengamati maket buatan Dad. Pada umur 12 tahun aku bisa merancang dan membuat maketku sendiri, Daisy. Ayahku sangat bangga waktu itu. Dia bilang aku jenius, sehingga dia mengeluarkanku dari sekolah umum dan menyewa seorang tutor untuk mendidikku. Aku berhenti sekolah dan memulai home schooling. Aku masih teringat, sorot mata bangga Dad untukku," mata Brandon mulai berkaca-kaca. 

Daisy tersentuh mendengarnya. Ragu-ragu dia menyentuh tangan Brandon dan mengusapnya perlahan. "Tidak apa-apa, Brandon. Jika berat, jangan diteruskan," ujarnya.

"Tidak apa-apa, Daisy. Aku ingin bercerita. Sudah lama aku memendamnya sendirian," Brandon memaksakan senyumnya.

"Aku hanya ingin kau tahu. Masa laluku sangat pahit. Aku kira aku tak bisa bertahan. Ternyata bisa, meskipun dengan sangat tertatih,"

"Aku bahkan tak tahu masa laluku pahit atau tidak," timpal Daisy sambil tertawa masam.

Brandon teringat penjelasan dokter di klinik sore tadi. Hatinya ragu ingin menceritakannya pada Daisy.

"Kenapa? Apa kau ingin mengatakan sesuatu?" Daisy menangkap gelagat Brandon yang seperti hendak bicara.

"Ah, tidak. Boleh aku lanjutkan ceritaku?" tanya Brandon mengalihkan pembicaraan.

"Kalau kau tak keberatan."

Brandon tersenyum. Sejenak dia menikmati wajah cantik itu sebelum mengurai masa lalunya.. 

Waktu berputar kembali pada beberapa tahun yang lalu..

Brandon kecil adalah anak yang terlalu cerdas. Dia sangat mengidolakan ayahnya yang seorang arsitek. Kesukaannya adalah melahap buku-buku tentang arsitektur yang berjajar rapi di rak ruang kerja milik ayahnya.

Dia tak akan fokus pada pelajaran lain, selain pelajaran favoritnya, sehingga ayahnya memutuskan untuk memberikan metode pembelajaran yang berbeda, yaitu dengan home schooling.

Setelah menyelesaikan pendidikan wajib, Brandon mengikuti ujian kesetaraan untuk mendapatkan sertifikat Advance Level, sebuah sertifikat yang dijadikan syarat masuk ke perguruan tinggi, dan mendapatkan nilai sempurna. Brandon berhasil lulus dan bahkan mendapat tawaran beasiswa dari sebuah universitas ternama di London. Tentu saja dia tak akan menyia-nyiakannya, meskipun dia akan tinggal jauh dari orang tua dan kakaknya.

Brandon masih berumur 16 tahun kala itu, dia menjadi mahasiswa termuda se-angkatannya. Bagi Brandon, masa-masa kuliahnya adalah masa yang paling menyenangkan, karena pertama kalinya dia menjalin hubungan pertemanan dengan banyak orang.

Pembawaannya yang ramah dan ceria, tak menyulitkannya untuk berteman dengan siapa saja. Adalah Liam Thompson, sahabat pertama yang dia punya di universitas. Mereka tak membutuhkan waktu lama untuk akrab. Liam memiliki wajah yang tampan, bermata hijau dan berambut hitam. Kepribadiannya hampir mirip dengan Brandon, humoris dan juga ceria. 

Lalu hadirlah seorang gadis tercantik di kampus. Idola para mahasiswa pria. Gadis itu setingkat di atas Brandon dan Liam. Dia memiliki ketertarikan pada Brandon sejak pertama kali bertemu dengannya di kafetaria. Postur Brandon yang jangkung, tidak menampakkan bahwa dia masih berumur 16 tahun. 

Brandon yang masih polos, tentu saja menerima cinta gadis jelita itu dengan suka cita. Ini adalah cinta pertamanya pada sosok makhluk lawan jenis, setelah sebelumnya hanya jatuh cinta pada buku-buku ayahnya.

Brandon tak akan pernah menyangka, bahwa cinta pertamanya lah nanti yang akan menjungkirbalikkan dunianya, membuat ia kehilangan segalanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status