NONA ZELINE MENGGUNAKAN SIHIR HITAM!
SEBENARNYA, PADA MALAM ITU NONA ZELINE MENYERANG CHARELLE DI KEDIAMANNYA.
KAU MEMERINTAHKAN PRAJURIT UNTUK MEMASTIKAN SUPAYA MARQUIS VAREN TIDAK MENYEBARKAN KABAR PEMAKAIAN SIHIR HITAM INI KEPADA BANGSAWAN YANG LAIN SEBAB KAU TAKUT NAMAMU AKAN TERCORENG.
DAN SEBENARNYA, SAAT INI PIKIRANMU JUGA TELAH DIMANIPULASI. INILAH SEBABNYA KAU MELUPAKAN KEJADIAN ITU.
"Tuan Theo?!" Zero berseru, "kenapa kau melamun?!"
Tuan Theo tersentak, ia tersadar sejak tadi ia tengah melamun. "Ah, maafkan saya Yang Mulia."
Rupanya, sampai kapanpun dirinya terlalu pengecut untuk mengatakan kebenarannya. Kalimat yang tadi, ia tak mampu mengungkapkannya.
"Sebenarnya, saat itu terjadi sebuah perampokan di rumah Nona Charelle, perampok itu melukai Nona Charelle begitu parah. Itulah mengapa Yang Mulia menempatkan penjagaan di sana. Sebab Yang Mulia takut hal yang sama akan terulang." In
Aquila baru tersadar ia sudah lama sekali berdiam diri termenung menatap ke arah jendela. Susu putihnya pun sudah menjadi dingin.Wanita itu memejamkan matanya lalu menarik napas dalam-dalam. Berusaha mendinginkan otak.Tak perlu mengirim seorang mata-mata untuk mengetahui apa langkah yang diambil Zero untuk menyikapi kejadian ini. Ia sudah mendengarnya dari angin yang berembus, Zero sedang mengais informasi dari ketiga bangsawan itu, kan?Aquila bertopang dagu, senyuman tipis terulas pada wajah pucatnya. Rasanya ia ingin memberi semangat pada Zero yang susah-susah mencari pelakunya, padahal, Aquila sendiri-lah yang menyebabkan semua kekacauan ini."Tapi ini masih permulaan," wanita itu bergumam pelan, menatap ke arah langit,ia berandai-andai. Ke depannya ... akan jauh lebih kompleks lagi.Bukan tanpa sebab Aquila memilih Viscount Teuvo dan Count Raire sebagai targetnya. Kedua bangsawan itu memiliki sifat yang sangat bertolak belakang. Aquila
Zeline menggenggam erat kain pada gaunnya, berupaya menurunkan rasa cemas, "sedikit lagi... sedikit lagi..." Wanita itu terus saja bergumam, "bertahanlah sedikit lagi..."Zeline tahu, sebesar apapun upaya yang ia lakukan untuk menutupi suatu kejahatan, ujung-ujungnya akan terendus juga. Dan Zeline pun tahu, kalau ia tak bisa selamanya menggunakan kekuatannya untuk memanipulasi ingatan Zero. Pasti akan datang saat di mana Zero mengetahui kebenarannya.Kalau itu sampai terjadi.....Tidak. Zeline menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Ia datang dari tempat yang kecil, ia sudah bersusah payah untuk merangkak ke tempat teratas. Ia tak mau. Ia tak mau kehilangan semua hal yang sudah ia raih.Dunia memang tak adil. Dunia memperlakukannya bagai lelucon. Ia mengerahkan semua yang ia bisa untuk bisa sampai di titik ini, untuk bisa menjadi bangsawan yang terpandang. Di satu sisi, ada Aquila yang tanpa perlu berusaha sedikitpun sudah terlahir pada keluarga yang berpangka
"Dia adalah pelakunya!!!" Count Raire langsung beranjak dari posisi duduknya, ia berseru sembari menunjuk ke wajah Alaster. Semua petunjuk itu, semuanya mengarah kepada Alaster. Zero terdiam, kecurigaannya benar. Tapi, kenapa Alaster melakukan ini? Motifnya tidak mungkin uang sebab Alaster sudah memiliki banyak sekali harta. "Kak.... Aku sungguh terkejut kau adalah pelakunya, tapi kenapa? aku sungguh tak mengerti, kenapa kau melakukannya?" "Aku tidak melakukannya." Alaster masih bersikeras, walaupun kalimatnya tidak mengubah fakta bahwa ia telah tertangkap. Zero menghela napas, ia memerintahkan para prajurit untuk memegangi kedua tangan Alaster, hendak membawanya ke dalam kereta kuda. "Kita buktikan itu di pengadilan." Alaster pasrah. Sebenarnya sangat mudah baginya untuk memberontak dan melumpuhkan semua yang ada di sini, tapi jika ia melakukannya, itu sama saja ia mempersilakan dirinya agar dijadikan buronan. Sialan. Otaknya membeku.
Hari pemilihan putri mahkota akan tiba lebih dekat dibanding yang Aquila kira. Persiapan sudah matang, Aquila sudah menyiapkan segala yang diperlukan nanti, ia bahkan sudah menyiapkan materi dari pidato terbaiknya. Begitu pula dengan Zeline, Aquila dengar, ia sudah mulai kembali aktif bersosialisasi dengan mengunjungi acara pertemuan dan juga pesta-pesta yang diselenggarakan para bangsawan. Tujuannya jelas, untuk meningkatkan citra dirinya, serta untuk menepis rumor-rumor tak berdasar. Benar kata Ahn, Aquila tidak perlu terlalu mencemaskan masa lalu, lebih baik ia fokus dengan apa yang ia hadapi. Masa depannya, masih panjang. "Nona Aquila." Terdengar sebuah suara memanggilnya, saat Aquila menoleh, rupanya ia adalah Rubia, Nona yang menyelenggarakan pesta yang saat ini Aquila hadiri. "Nona Rubia." Aquila tersenyum, "Dekorasi yang kau pilih indah sekali, ini pesta yang menyenangkan." "Ah, terima kasih, Nona Aquila." Balas Rubia yang sangat menyuka
Halooo para pembaca! Kenalin, aku Scarlet Crown, author dari 'Miss Villain and The Protagonist', kalian bisa panggil aku 'Alet'. Salam kenal semua. Sebelumnya, aku mau ngucapin banyak-banyak terima kasih untuk kalian yang udah setia baca ceritaku! (Yaa, walau aku sering lambat update, huhu.) Nggak nyangka, MVATP akhirnya bisa tembus 100.000 kata! Sorry aku norak, tapi ini suatu kemajuan banget buat aku yang sering banget banget banget kena writers block. *terharu. Oke. Aku nggak begitu jago basa-basi, jadi langsung aja, di eps spesial kali ini aku akan ngenalin profil para tokoh beserta MBTI-nya. Yeayy! *** Sedikit info, untuk yang baru tahu, MBTI (Myers-Briggs Type Indicator) adalah suatu tes kepribadian yang dirancang untuk mengetahui tentang gambaran umum mengenai kepribadian, kekuatan, dan preferensi seseorang. Dalam hal ini, aku udah menge-tes para tokohku menggunakan website 16 personalities. Kalau kalian pengen tahu MBTI k
Matahari telah menyingsing, tapi, tidak seperti hari-hari sebelumnya di mana mayoritas dari mereka memilih untuk bekerja dan beraktivitas, kali ini mereka justru berkumpul di suatu tempat, menyaksikan tiga orang pria dengan wajah tertutup berdiri di atas papan kayu besar dengan masing-masing tali simpul seukuran leher.Seakan-akan ini tontonan yang menarik, mereka memerhatikan tiga orang itu dengan saksama dan sesekali berbisik dengan sesamanya.Aquila juga hadir di sana, dengan menggunakan penampilan khas Master A, akan lebih aman baginya untuk tidak menunjukkan identitasnya. Jantungnya berdegup cepat, hanya memerhatikan dari jauh saja sudah membuat perasaannya menjadi buruk. Zero benar-benar sudah gila.Hingga tibalah ia, pemilik panggung yang tengah dipertontonkan, berdiri dengan tegap menatap mereka yang menyaksikan, mengeluarkan sepatah kata yang diucapkan dengan begitu lantangnya. "Inilah akibat mengganggu ketentraman Kekaisaran!"Rakyat berso
"Apa? kau akan bertemu dengan seorang pria?" Wajah Alaster terlihat menyembul dari depan pintu, mengintip sang adik yang sedang memakai jubahnya."Hei, kau hampir mengejutkanku!" Aquila mengomel, tak menyangka akan kehadiran sang kakak yang secara tiba-tiba."Jawab pertanyaanku, adikku, kau akan bertemu dengan seorang pria? Apa ini semacam kencan?" Alaster memberi pertanyaan bertubi-tubi. "Kau tahu, kan, sebelum berkencan dengan pria, kau harus memberitahuku dulu! Aku harus memastikan siapa dia, apa dia tampan?"Aquila menggertakkan giginya. "Kau berisik sekali!" kesalnya. "Kau, jangan banyak tanya!"Alaster hanya mengangkat kedua bahunya, tanpa rasa bersalah, "Aku kan hanya ingin tahu.""Ini untuk kepentingan rencana, tahu." Balas Aquila. "Lagi pula siapa yang mau berkencan? Waktuku terlalu penting untuk itu.""Huh, aku lega mendengarnya." Alaster menghela napas lega. "Tapi benarkan apa yang aku bilang, kau ingin bertemu seorang pria?"
Alaster menyiptkan mata, memerhatikan sang adik dari kejauhan. Adiknya terlihat sedang bercengkrama dengan dengan sosok yang tak lain dan tak bukan adalah Grand Duke Alucio. Mereka terlihat akrab. Alaster memasang wajah cemberut, memicingkan matanya tak senang, Grand Duke Alucio adalah sosok manipulatif yang tak mudah ditebak apa yang ia inginkan, Alaster tak bisa diam saja membiarkan adiknya yang polos berduaan dengan sosok seperti itu! Adiknya payah dalam hal percintaan, bagaimana jika lagi-lagi ia disakiti oleh sembarang pria? Itu dia! Alaster kembali fokus pada tujuannya saat melihat kedua orang yang sedang ia perhatikan telah menaiki kudanya, hendak pergi dari tempat ini. Alaster akan mengikuti mereka secara diam-diam. Setidaknya, Alaster harus memastikan apakah sosok Grand Duke Alucio itu layak mengencani adiknya atau justru tidak. *** Sebenarnya, tempat seperti apa yang akan mereka tuju? Ke mana pria sialan itu akan membawa adiknya?