Share

Chapter 05 — Kakak Sang Penjahat : Alaster de Charles

Masih di hari yang sama.

Aquila tengah berjalan-jalan di taman dengan sebuah roti di tangannya. 

Sebenarnya makan sambil berjalan itu tidak sesuai dengan etika yang diajarkan disini, hanya saja Aquila sudah terbiasa melakukan itu di kehidupan sebelumnya.

Aquila merasa semakin betah disini. Benar-benar dunia yang begitu indah.

Ia menghirup udara segar, rasanya sungguh berbeda dengan udara di tempatnya dulu. Matanya dimanjakan dengan banyak sekali tanaman dan bunga-bunga yang indah dan berwarna-warni.

Suasananya benar-benar indah, sepertinya tak akan ada hal yang bisa merusak moodnya.

"ADIKKU SAYANG~" 

Atau mungkin ada.

Alaster, berlari kecil ke arah adiknya, di tangannya ada sebuah kotak besar. 

Apa lagi yang akan dilakukan orang berisik ini?

"Adikku, tebak apa yang kubawa?" Alaster menunjukkan kotak itu dengan perasaan bangga.

Jangan menyuruhku menebaknya! Aku tidak tau!

Aquila menghembuskan napas berat. "Tidak tahu." Ujarnya singkat.

"Ayolah~" Menyadari perasaan adiknya yang memburuk, Alaster memutuskan untuk mengganti topik. 

"Oh iya, saat perjalanan menuju ke sini, aku berpapasan dengan kereta kerajaan." Alaster teringat sesuatu. "Apakah tadi Zero kesini?" 

Aquila menatap tanpa minat, lalu ia mengangguk.

"Benarkah?" Alaster bertanya memastikan. "Ada tujuan apa Yang Mulia kemari? Apakah akhirnya ia sadar kalau kau jauh lebih berharga dibanding kekasih bodohnya itu?"

Aquila merasa tak senang saat mendengar kalimat kakaknya. Beraninya mahkluk ini menghina Protagonis kesukaannya?!

"Yang Mulia datang bersama dengan kekasih kesayangannya." 

"APA?!" Aquila tak menyangka Alaster akan seterkejut ini. "Benar-benar penghinaan!"

"Hey, kenapa kau marah?" Aquila bertanya dengan nada bingung. 

Alaster menjatuhkan kotak besar ditangannya, ia mengguncangkan bahu Aquila. "Kau sudah sejak lama suka pada Zero, kan?!" Alaster berucap serius. "Dan sekarang cowok itu malah memamerkan hubungannya di depanmu! Ini benar-benar penghinaan."

"Sepertinya kau salah paham..." Suara Aquila terdengar bergetar karena lelaki aneh didepannya ini masih mengguncang tubuhnya. 

"Salah paham bagaimana?!"

"Mereka datang untuk memberikanku hadiah," Alaster si bodoh ini masih saja mengguncangkan bahunya. "Berhenti mengguncangku, bodoh!" Aquila benar-benar kesal. Sepertinya kelakuan Alaster jauh lebih parah dibandingkan dengan yang ada di novel.

"Hadiah?"

Aquila memamerkan cincin yang melekat di jari manisnya. "Lihat ini~" 

Alaster terdiam, menatap cincin itu dengan saksama, hingga kemudian ekspresinya berubah murka. "LEPASKAN CINCIN ITU!" 

"Apa?" Aquila bertanya bingung.

Alaster, ia menarik paksa cincin itu keluar. "Seumur hidup aku tidak akan melupakan penghinaan ini!"

"Apa yang kau maksud?!" Aquila ikutan emosi, apalagi kini cincin itu telah terlepas sempurna dari jarinya.

"Kau lihat ini?" Alaster menunjukkan detail pada cincin perak tersebut.

Melihat ekspresi tidak mengerti pada wajah adiknya, Alaster berucap lagi, "ini adalah cincin tunangan."

"Jadi?"

"Adikku semakin bodoh, ya?" Alaster menghela napas. "Zero dan Zeline, pasangan bodoh itu sedang terang-terangan mengejekmu." 

"Mereka tidak mungkin melakukannya!" Aquila menyangkal.

Alaster lagi-lagi menghela napas. "Dengar. Cincin ini bisa diartikan sebagai tanda kemenangan dari Zeline karena sudah berhasil mendapatkan hati putra mahkota." 

"Zeline dan Zero adalah sepasang kekasih, tentu saja mereka juga memiliki cincin ini, sepasang, lalu apa tujuan Zeline memberikan ini padamu? Tentu saja untuk mengejekmu. Karena kau gagal membuat putra mahkota suka padamu."

Aquila diam membatu. Tidak mungkin...

Peran utamanya yang polos...

Tidak mungkin Zeline melakukan itu!

Aquila ingat salah satu scene di novel, Zeline juga pernah memberikan cincin ini padanya, dan reaksi 'Aquila' saat itu adalah marah besar dan balas menyiram minuman pada wajah Zeline.

Dulu ia pikir, Aquila melakukan itu tanpa sebab, tapi ternyata itu karena makna dari hadiah yang diberi Zeline?

Sebenarnya, sikap asli Zeline itu seperti apa?

***

Kalau diingat-ingat, ini sudah hari kelimanya berada di dalam dunia novel ini.

Sebenarnya Aquila bukanlah orang yang mudah beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya, hanya saja ia selalu berusaha bertahan disini karena kehidupannya disini jauh lebih baik dibanding kehidupan sebelumnya. Terlebih lagi, ia juga tidak tahu bagaimana caranya kembali.

Dunia ini ... Benar-benar menyenangkan. Terlahir sebagai putri bangsawan berstatus tinggi, setiap harinya Aquila selalu dimanjakan dengan berbagai jenis makanan enak yang hanya bisa diakses oleh kalangan atas, selain itu ada banyak sekali dayang yang membantunya dalam berbagai hal.

Kalau seperti ini, rasanya Aquila tak perlu lagi keluar dari mansion ini, karena semua kebutuhannya telah jelas terpenuhi.

Seperti saat ini, Ahn, pelayan pribadinya yang seumuran dengannya tengah asyik menata rambut Aquila.

"Nona cantik sekali!" Ahn memuji, tulus.

Benarkah begitu?

Aquila menatap pantulan dirinya di cermin besar. 

Benar. Rambut panjang berwarna pirang, tubuh proporsional, serta wajah yang begitu indah. Aquila berkali-kali lipat lebih cantik dibanding 'Aquila' di kehidupan sebelumnya.

Tapi tetap saja ... Aura antagonis begitu terpancar dari wajahnya. Benar-benar berkebalikan dengan Zeline yang seperti malaikat.

Setelah puas menata rambut majikannya, tangan Ahn bergerak menuju salah satu kalung permata, ia memaikaikannya ke leher Aquila.

Aquila merasa kagum dengan sentuhan tangan Ahn. Ia benar-benar terlihat cantik!

"Nona, untuk beberapa hari ke depan, saya sarankan nona untuk berdiam di rumah, dan jangan keluar." Ahn berkata, dari raut wajahnya terlihat serius.

Eh? Kenapa?

Lagipula Aquila memang berencana untuk selamanya tinggal di rumah mewah ini.

"Ada apa?" Tanya Aquila pada akhirnya, ia merasa penasaran.

"Um... Itu..." Ahn menggaruk tengkuknya, menimbang-nimbang apakah lebih baik memberitahukan hal ini kepada Aquila atau tidak. 

"Ada rumor beredar..." 

Aquila menyimak dengan saksama.

"Kalau nona Aquila telah merencanakan pembunuhan terhadap putri Zeline..."

"APA?!" 

Aquila melotot, ia hampir lupa bernapas saking terkejutnya. Darimana rumor ini berasal? Dan bagaimana bisa?

Tubuhnya menggigil seketika, ini mungkin reaksi yang berlebihan, tapi bagi Aquila yang sudah mengetahui alur novelnya, reaksi ini begitu wajar.

"NONA!" Ahn langsung membopong tubuh Aquila yang nyaris terjatuh, dengan perlahan, Ahn menuntunnya menuju ranjang.

Aquila memijat pelipisnya, ia pusing bukan main. 

"Nona, saya akan membuatkan teh!" Ahn berinisiatif.

"Tidak perlu, Ahn," Aquila mencegah. "Aku hanya kelelahan, tolong tinggalkan aku sendiri." Pintanya.

Ahn terdiam sesaat, jujur saja ia merasa menyesal telah memberikan informasi ini kepada Aquila. Ia tak menyangka reaksi Aquila akan seperti ini.

Ahn berbalik, meninggalkan Aquila yang kini tengah membenamkan wajahnya di dalam bantal.

Alur yang sempat terbelit dalam novel kembali berjalan seperti seharusnya.

Dalam novel, tak lama setelah rumor percobaan pembunuhan terhadap putri Zeline menyebar, Aquila semakin murka dan ia nekat menusuk Zeline.

Tak lama setelah itu, Aquila dijatuhi eksekusi mati.

"Tidak..." Lirihnya pelan.

Itu tidak boleh terjadi!

Tapi ada yang aneh ... Rumor ini menyebar sebelum waktunya. Sebenarnya apa yang terjadi? Aquila benar-benar tak bisa memaksimalkan kinerja otaknya.

Aquila segera bangkit, meskipun rasa pusing di kepalanya masih menjalar.

Aquila harus memikirkan sebuah rencana. Setidaknya ia harus melakukan sesuatu, tidak mungkin kan dia diam saja sambil menunggu ajal menjemputnya?

***

"Hormat kami, nona Aquila." 

Aquila balas tersenyum saat mendengar sapaan dari beberapa maid disini.

"Elijah, apa kau masih menyimpan undangan yang saat itu kau tunjukkan padaku?" Aquila bertanya kepada Elijah, salah satu pelayan disini.

Aquila mendadak teringat, Elijah pernah memberikan setumpuk undangan pesta yang diselenggarakan oleh para bangsawan. Tapi Aquila langsung menolak mentah-mentah undangan tersebut.

Alasan pertama, ia jauh lebih suka kediaman Duke ini dibandingkan di luar. Alasan kedua, ia benci keramaian.

Elijah menganggukkan wajahnya, "sebentar, nona, akan saya ambilkan."

Namun kini Aquila menarik pemikirannya tadi. Ia akan menghadiri beberapa pesta bangsawan itu, setidaknya ia harus mencari tahu sejauh mana rumornya telah tersebar.

Tak lama setelah itu, Elijah kembali dengan setumpuk undangan mewah.

Setelah mengucapkan terima kasih, Aquila pergi menuju ruang kerjanya. Tentu Aquila juga memanggil Ahn, karena akan memakan banyak waktu jika ia bekerja sendiri.

"Ahn, bisa kau tolong sortir undangan ini dari yang paling penting?"

Ahn mengangguk, "tapi, nona, apa anda sudah merasa lebih baik?"

"Aku baik-baik saja." 

Ahn lega mendengarnya, ia kini fokus melakukan perintah majikannya. "Nona, bagaimana kalau ini?" Ia menunjukkan salah satu undangan. "Ini pesta topeng yang diadakan putri seorang Marquis."

"Kapan pesta itu diselenggarakan?"

"Besok malam, nona,"

"Oh? Cepat sekali." Aquila bergumam, ia langsung teringat kalau undangan itu sudah dikirim sejak beberapa hari yang lalu, hanya saja saat itu Aquila sama sekali tak terpikirkan untuk menghadiri.

"Kalau begitu, aku akan menghadiri yang ini." Ujarnya setuju. "Pilih undangan yang lain lagi, Ahn."

Perasaan Aquila semakin membaik, meskipun ia tak tahu apa yang akan terjadi nanti, atau meskipun sekali lagi alurnya jadi melenceng, yang jelas, Aquila harus berusaha untuk bertahan hidup.

"Charelle Eora Varen, Putri dari Marquis Varen." Aquila menyebutkan nama pengirim undangan tersebut.

"Oh..." Sudut bibirnya sedikit tertarik. Aquila ingat betul siapa Charelle ini.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status