Share

Chapter 08 — Grand Duke : Revel Rex Alucio

Revel Rex Alucio.

Sedikit latar belakang tentangnya. Grand Duke Alucio adalah anak resmi dari raja dan ratu terdahulu.

Beberapa puluh tahun yang lalu, saat kekaisaran ini masih dipimpin oleh raja terdahulu, saat itu raja memiliki seorang anak dari permaisuri yang resmi serta seorang anak dari selir.

Kekacauan dimulai saat sang raja meninggal, tentu saja, sebagai pewaris tahta yang resmi, anak dari sang permaisuri akan dinobatkan menjadi raja berikutnya. 

Namun saat itu terjadi kudeta kekuasaan yang dilakukan oleh anak sang selir yang iri. 

Alhasil, anak dari permaisuri, sang pewaris resmi, berhasil diasingkan ke tempat yang tak seorangpun tahu. Sedangkan kini, anak dari sang selir berhasil dinobatkan sebagai raja saat ini.

Tanpa ada yang tahu, anak dari sang pewaris resmi ternyata telah memiliki keturunan, ia bernama Revel Rex Alucio— seorang pria dengan aura menyeramkan yang sedang berada dihadapan Aquila saat ini.

Sedangkan, keturunan dari sang raja saat ini ialah Zero de Athanasius— yang akan dinobatkan sebagai raja berikutnya.

Revel Rex Alucio, ia yang telah mengetahui asal-usulnya akhirnya berusaha merangkak, untuk kembali mendapatkan hak-haknya sebagai penerus resmi. Dan kini ia berhasil mendapatkan gelar sebagai seorang Grand Duke.

Meskipun begitu, sang raja saat ini— ayah dari Zero, terus mengawasi gerak-gerik Revel, takut seandainya Revel berencana untuk merebut kembali singgasananya.

Tak ada yang tahu tentang sejarah kelam ini. Semuanya telah disamarkan. Buku sejarah yang saat ini beredar, semuanya adalah rekaan. Semua orang menganggap kalau raja yang saat ini memerintah adalah penerus yang asli. Sedangkan anak yang diasingkan adalah anak dari sang selir.

Lalu darimana Aquila mengetahui tentang semua sejarah ini?

Tentu saja dari narasi novel 'Cinta Sejati'!

"Apa yang kau pikirkan? Cepat bangun!" Grand Duke Alucio, pria menawan nan menyeramkan ini berucap dengan nada ketus.

Aquila mengerjap berkali-kali. Ia baru sadar kalau posisinya saat ini begitu memalukan. Jatuh terduduk di hadapan seorang tokoh yang tidak memiliki belas kasih.

Bukannya Aquila tak ingin segera bangkit. Hanya saja ... Kepalanya kini dihantam rasa pening yang luar biasa. 

"Nona!" Melihat majikannya yang sedang menahan rasa sakit, Ahn dengan sigap segera membopong tubuh Aquila.

Aquila memegangi kepalanya yang terasa begitu berat. Sekilas, ia menatap wajah Revel. Tidak ada reaksi apa-apa, Revel memang kejam!

Aquila terbatuk beberapa kali. Tak ada lagi yang dapat ia pikirkan. Yang ia tahu, kini semuanya menjadi gelap.

***

Guncangan yang terasa pada kereta kuda ini saat melintasi sejumlah kerikil berhasil membangunkan Aquila. 

"Nona!" Ahn yang kini duduk di sampingnya berseru senang melihat Aquila kembali membuka matanya. 

Aquila mengedipkan matanya berkali-kali. Terlalu banyak pertanyaan bersarang di kepalanya. Seperti apa yang tadi terjadi? Sekarang ia ada dimana? Dan apa yang sedang dilakukan oleh orang di hadapannya?

Aquila tidak salah lihat, kan?

Dia ... Grand Duke Alucio, sedang duduk dihadapannya, menatap lurus dengan tatapan tajamnya.

Aquila melihat ke samping. Sekarang ia sedang berada di dalam perjalanan menuju kediamannya. 

Kali ini ia menatap wajah Ahn dengan raut wajah penuh pertanyaan. Apakah Grand Duke Alucio sang manusia menyeramkan sedang menolongnya?

Ahn tidak tahu apa arti dari tatapan Aquila, tapi ia hanya mengangguk.

"Anu... Tuan," Aquila berujar canggung. "Terimakasih sudah menolong saya." 

Revel yang saat itu sedang bertopang dagu hanya menatap Aquila sekilas, lalu kembali memalingkan pandangannya tanpa menjawab apa-apa.

Aquila mendengus, ia sebenarnya merasa kesal dengan reaksi orang beraura seram ini. Tapi ia hanya diam, tak menyahuti apa-apa.

Kereta kuda berhenti secara perlahan. "Turun." Revel berucap ketus saat mereka sudah sampai ke pekarangan tempat kediaman Duke.

Aquila mengangguk pelan, lalu ia berdiri dari tempatnya. 

"Tunggu." Revel berujar lagi, membuat Aquila dan Ahn kompak menoleh kepadanya.

Revel turun terlebih dahulu dari kereta kuda itu. Lalu ia menjulurkan tangannya, membantu Aquila untuk turun.

Sungguh, tingkahnya ini sangat tidak selaras dengan ekspresinya yang menyeramkan.

"Terimakasih tuan Alucio." Aquila menunduk hormat.

Revel memalingkan wajahnya sejenak, "Revel. Panggil aku Revel." 

Aquila tidak tahu itu perintah atau sebuah permintaan, tapi dari nadanya terdengar seperti perintah. 

"Baik, Revel, sekali lagi aku berterimakasih karena telah—"

"Jangan berbicara menggunakan bahasa formal denganku."

Itu perintah lagi, kan? Aquila lebih baik menurut saja kalau ingin selamat.

"Kalau begitu, aku pergi dulu." Revel berbalik, menuju kereta kudanya.

Namun baru beberapa langkah berjalan, Revel menoleh lagi. "Saranku, lebih baik kau kunjungi rumah kekasih putra mahkota." Itu adalah kalimat terakhirnya sebelum memasuki kereta kuda.

Aquila menggaruk tengkuknya bingung. Apa maksud Revel?

Kenapa ia harus mengunjungi Zeline?

Tidak tahu dan tidak peduli!

Lebih baik dipikirkan nanti saja, karena sekarang ia benar-benar merasa lelah.

***

Jadi ini yang dimaksud lepas dari kandang singa, masuk ke kandang buaya. 

"Aquila..." Zero menggenggam pergelangan tangannya. Tatapan matanya menatap lurus ke bola mata Aquila. "Kau tidak benar-benar berniat menjauhiku, 'kan?" Zero tersenyum meremehkan.

Sialan, sialan, sialan! Bagaimana bisa Zero masih ada di kediamannya?

Padahal di dalam novel, Zero selalu pulang dengan cepat karena ia merasa risih dengan kehadiran Aquila.

Seharusnya saat ini Zero juga sudah pulang. Tapi kenapa....

Zero memberi tatapan tajam terhadap Ahn, seolah memberi sinyal supaya Ahn segera pergi meninggalkan mereka berdua. 

Ahn yang peka langsung menurut, ia meninggalkan Aquila berdua dengan putra mahkota.

Sayangnya Ahn tidak cukup peka untuk menyadari tatapan 'minta tolong' Aquila.

Putra mahkota berjalan mendekat, memblokir jalan Aquila yang kini posisinya semakin terjepit.

"Aku tidak mengerti." Zero menghela napasnya. "Apa ini cara baru untuk mendekatiku?"

"Apa maksud Yang Mulia?"

"Kau sengaja menjauhiku supaya aku merasa merindukanmu dan mulai membuka hatiku untukmu, 'kan?" 

Aquila tak bisa berkata-kata. Orang dihadapannya ini benar-benar punya imajinasi yang luas, ya?

"Apa kau sengaja menjauhiku karena merasa takut...?"

"Takut?" Aquila mengulangi kata terakhir sang putra mahkota.

"Takut kalau kejahatanmu terhadap Zeline akan terungkap." 

Mendengar itu, Aquila hanya menghela napas panjang. Ia merasa lelah. "Terserah anda ingin berpikir seperti apa." Aquila mendorong pelan tubuh Zero yang sejak tadi menghalanginya. "Saya lelah, Yang Mulia, tolong biarkan saya masuk."

Zero tak membiarkan itu terjadi, ia menarik pergelangan tangan Aquila, serta mengunci pergerakannya. "Aku belum selesai bicara." Tatapan matanya begitu menusuk.

"Lelaki yang tadi, Grand Duke Alucio." Zero berucap dengan nada rendahnya. "Bagaimana ia bisa mengantarmu pulang?"

Aquila mengalihkan pandangannya, tak sanggup menatap pandangan menusuk Zero. "Saya tidak tahu." Ujarnya singkat.

Zero mendekatkan wajahnya, ia mengendus aroma dari tubuh Aquila.

Sialaaaaaaaan!!! Aquila terus saja mengumpat dalam hati. Ia benar-benar merasa tidak nyaman.

"Kau mabuk?"

"Itu bukan urusan anda." Aquila berusaha menjawab setenang mungkin. Meskipun kini degup jantungnya tidak karuan.

Zero melepaskan cengkramannya, ia menatap Aquila sekilas, lalu kembali berucap, "aku tidak tahu ada hubungan apa diantara kalian berdua." Matanya menatap manik Aquila dengan mendalam.

"Tapi jauhi dia. Grand Duke Alucio bukanlah pria yang baik." Zero berujar serius, terlihat dari raut wajahnya yang meyakinkan.

Aquila menggelengkan kepalanya. Ia hanya mempercayai apa yang ia lihat. "Revel baik terhadapku." Bagaimana bisa Zero mengatakan kalau Revel bukan pria yang baik? Memang Zero memiliki aura yang menyeramkan, tapi itu bukan berarti ia pria yang jahat, 'kan?

"Revel?" Zero mengulangi nama panggilan dari Aquila terhadap Grand Duke Alucio. "Kau sudah sedekat itu dengannya?"

Tidak. Tentu saja tidak! Ia bahkan baru saja bertemu barusan. "Sekali lagi, itu bukan urusan anda."

Zero terdiam. Ia menatap Aquila tidak percaya.

Bagaimana bisa perempuan yang selalu mengejar-ngejarnya ini tiba-tiba menjadi sangat ketus terhadapnya?

"Ah, terserahlah!" Kesal Zero yang langsung meninggalkan Aquila.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status