Share

Wanita Di Dalam Hotel

Part Sebelumnya

 

"Mbak, mbak! Dih malah melamun," panggil mamang ojol membutku tergeragap.

 

"Eh iya Pak maaf! bapak tunggu di sini sebentar ya pak, saya mau ngecek ke hotel sebentar," ucapku dengan suara bergetar dengan tubuh yang terasa menggigil menahan rasa sakit yang meremas hati.

 

Next PART 6

 

Aku berjalan memasuki halaman hotel yang dipenuhi tanaman hijau. Sepanjang jalan setapak berjajar lampu hias dengan bola lampu yang besar berbentuk bulat. Tubuhku semakin bergetar saat aku semakin mendekat ke lobby Hotel. Jantungku seolah berpacu lebih cepat, berkali-kali aku menyeka keringat yang membasahi keningku dengan satu tanganku.

 

'Yah, benar itu motor Mas Bagas.' Kulihat motor itu berada di parkiran hotel.

 

Kini aku sudah memasuki loby hotel. Disambut oleh seorang resepsionis cantik yang tersenyum ramah kepadaku.

 

"Selama pagi, selamat datang di hotel kami. Apakah ada yang bisa kami bantu?" ucapnya padaku dengan ulasan senyum ramah.

 

Aku menarik nafas dalam, mengumpulkan kekuatan untuk menanyakan keberadaan Mas Bagas kepada wanita yang berdiri di bagian resepsionis itu.

 

"Em, mbak bisa tolong kasih tau saya di mana kamar yang di sewa sama mas mas yang pakai baju perhutani tadi? Sekitar dua jam yang lalu dia masuk ke sini," ucapku  dengan suara bergetar.

 

"Oh bapak Bagas," sahut wanita itu seolah hafal betul dengan nama suamiku.

 

Ah, lututku kali ini seolah kehabisan tenaga. Hampir saja aku terjatuh dan tak mampu menopang tubuhku lagi mendengar wanita berwajah oriental itu yang seolah kenal akrab dengan Mas Bagas.

 

"Iya, betul Mbak!" ucapku gugup dengan bibir yang terus bergetar.

 

"Sebentar ya Mbak, saya cek dulu!" ucap resepsionis itu mengalihkan pandangannya pada layar komputer yang berada di depannya.

 

"Mas Bagas!" netraku membulat melihat Mas Bagas yang sedang menuruni anak tangga bersama wanita di sampingnya.

 

Hatiku semakin bergemuruh. Rintik bening itu perlahan jatuh membasahi pipiku. Tubuhku bergetar hebat, amarahku benar-benar sudah tidak mampu kutahan lagi. Yang ada saat ini, hanya rasa benci dan marah.

 

Kulangkahkah kakiku menghampiri Mas Bagas yang mematung di anak tangga bersama wanita itu. Mungkin Mas Bagas terkejut dengan kehadiranku yang tiba-tiba muncul di depan matanya.

 

Plak!

 

Tanpa basa-basi kujatuhkan tamparan tepat di pipi wanita muda dengan rambut pajang tergerai itu. Hingga wajahnya seketika berpaling dari tatapanku.

 

 

"Dek?" Teriak Mas Bagas geram manatapku.

 

"He, apa apaan ini?" Wanita itu manatapku kesal, tangan satunya terus mengusap lembut pipinya bekas tamparanku. Pasti pipi itu terasa panas.

 

 

"Sudah Mas, diam. Akhirnya ketahuan juga kelakuan busukmu itu," hardikku pada Mas Bagas yang meraih pergelangan tanganku yang hendak menjambak rambut pelakor itu.

 

"Sudah Dek, sudah! Kamu ini apa-apaan sih. Malu dek, malu!" sergah Mas Bagas menarikku menuruni anak tangga. Sementara wanita simpanan Mas Bagas terus menatapku geram di atas anak tangga.

 

"Malu Mas, Mas bilang malu? Yang harusnya malu itu Mas Bagas bukan adek," balasku dengan emosi yang meledak-ledak. Kutepis kasar tangan Mas Bagas yang hendak meraih tubuhku menghampiri wanita itu.

 

"Satpam, satpam!" teriak wanita itu memanggil satpam yang berada di ruang depan pintu masuk hotel. Sepertinya wanita itu takut jika aku menyerangnya kembali.

 

"Heh, pelakor turun kamu jangan beraninya panggil satpam saj!" celaku tampa rasa malu. Ternyata sesakit ini rasanya dihianati. Andaikan di negara ini tidak ada hukum, aku sudah membunuh wanita itu.

 

"Reza, hentikan kelakuanmu," bentak Mas Bagas dengan melingkarkan tangannya di pinggangku menahan tubuhku yang terus meronta.

 

"Kemari kamu, jalang akan aku uleg kemaluanmu yang murahan itu." Aku terus mencela tidak perduli apapun yang Mas Bagas katakan padaku. Sementara wanita yang berdiri di anak tangga itu hanya terdiam menatapku dengan wajah masam.

 

Kemarahan yang memenuhi dadaku membuat tenagaku semakin kuat hingga Mas Bagas dan satpam itu hampir kualahan mencegahku.

 

"Ada apa ini, ada apa ini?" teriak pria yang baru datang dari pintu masuk hotel. Membuat kami yang berada di ruangan itu menole ke arahnya. Dari seragam yang dikenakannya seorang ia adalah orang penting.

 

"Ada apa ini Pak Bagas?" tanya pria yang menghampiri wanita yang kini berdiri di anak tangga.

 

"Maaf pak, ini kesalahan saya," ujar Mas Bagas melepaskan tangannya dari tubuhku. Wajahnya terlihat begitu canggung dengan raut ketakutan.

 

Namun di situ justru aku yang semakin kebingungan.   Sebenarnya siapa pria ini dan kenapa dia justru memeluk wanita yang memasang muka masam padaku itu.

 

"Sudah biarkanlah saja Mas, ayo kita tinggalkan," sahut wanita itu dengan nada dingin menatap ke arahku. Kemudian berjalan menuruni anak tangga.

 

Plak!

 

"Sekarang kita impas," ucap wanita itu menjatuhkan tamparannya tepat di pipiku yang terasa panas.

 

"Bagas, kita bicara nanti di kantor," celetuk pria bertubuh tegap dengan wajah geram pada Mas Bagas. Kemudian mereka berlalu meninggalkan kami begitu juga dengan satpam itu yang kembali berdiri di depan pintu masuk.

 

Semua orang yang menyaksikan aksi penyeranganku pun membubarkan dirinya.

 

Mas Bagas masih menunduk. Tidak pernah kulihat pria itu sesedih ini.

 

"Mas," ucapku lembut sambil meraih pergelangan tangannya.

 

"Puas kamu?" sahutnya kasar dengan menatapku tajam. Pria itu menepis tanganku dan berlalu meninggalkanku tanpa mengajak aku pulang bersamanya.

 

'Aku masih belum mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi. Siapa wanita itu benarkah, apakah dia adalah simpanan Mas Bagas, atau justru simpanan pria yang baru datang itu.  Jika wanita itu adalah simpanan pria itu, berarti aku salah orang.' Aku masih mengusap lembut pipiku yang terasa sakit, netraku masih memandangi punggung bidang Mas Bagas yang meninggalkanku sendirian di lobby hotel.

 

*****_____*****

 

"Nih Pak ongkosnya," ucapku pada mamang ojol itu dengan menyodorkan selembar uang lima puluh ribu.

 

"Wah, terimakasih mbak!" sahutnya kegirangan dan kembali manyalakan motornya kemudian pergi.

 

Aku masih terus mantap rumahku pagi ini. Ada motor Mas Bagas yang terparkir di teras rumah. Sepertinya pria itu tidak kembali ketempat kerjanya melainkan pulang kerumah setelah kejadian itu.

 

Kulangkahkan kakiku memasuki halaman rumahku. Jantungku terus berdegup. Ada rasa bersalah kepada Mas Bagas. Aku takut jika pria itu akan marah besar kepadaku. Sepertinya rasa cemburuku sudah membutakanku kacau. Padahal selama delapan tahun pacaran aku sama sekali tidak pernah cemburu dengan pria hitam manis itu ataukah mungkin karena saat itu kami hanya sebatas berpacaran, entahlah.

 

"Mas!" panggilku pada Mas Bagas yang sedang duduk di sofa televisi. Wajahnya terlihat ditekuk dengan netra yang terus berfokus pada layar televisi yang menyala.

 

"Maafkan aku ya Mas, tapi benarkan dia itu bukan selingkuhan Mas?" tanyaku memastikan. Aku masih setia duduk di samping Mas Bagas menatap pria yang terus mengunci mulutnya itu.

 

"Mas jawab." Aku menggoyang pundak Mas Bagas yang mengeras. Sepertinya pria itu sedang meredam amarahnya.

 

"Jawab apa dek, kamu sudah puaskan merusak segalanya. Gara gara kamu aku harus diskors selama satu minggu dan gara-gara kamu kenaikan pangkat ku jadi tertunda. Semua impianku berantakan'dan kamu masih berani-beraninya bertanya siapa wanita itu?" cerca Mas Bagas dengan suara tinggi membuat dadaku bergemuruh ketakutan. Baru kali ini Mas Bagas semarah itu padaku.

 

"Mas, wanita mana yang tidak cemburu jika suaminya di hotel bersama wanita lain. Jika bukan selingkuhannya lalu siapa? Ngak usah khawatir Mas, aku masih bisa mencukupi kebutuhanmu tanpa kamu harus diangkat jadi apapun," ucapku sombong menatap Mas Bagas dengan netra yang merah padam.

 

"Percuma ngomong sama wanita egois sepertimu, dek!" bentak Mas Bagas beranjak dari tempat duduknya.

 

"Aku ngak egois mas, kamu saja yang tidak mengerti aku," sahutku tak mau kalah.

 

BERSAMBUNG ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status