Share

Pengantin Untuk Tuan Mafioso
Pengantin Untuk Tuan Mafioso
Penulis: Riska Prakoso

#1

DOR!

Sebuah peluru menembus kepala seorang pria. Gelas yang ia genggam pun terjatuh dari tangan, membentur lantai.

"Aakkh!! Papa!"

Wanita itu mendekati jasad suaminya, yang sudah bersimbah darah. "Kalian!! apa yang kalian lakukan!!"

DOR!

Seketika wanita itu terdiam, saat peluru menembus tepat di kepala.

"Berisik." Ucap seorang pria.

"Bos." Panggil anak buahnya.

Ia menoleh, wajahnya tidak menggambarkan kepanikan sedikit pun saat melihat seorang wanita, dengan rambut hitam sedikit coklat, panjang bergelombang terurai bebas, memakai piyama chemise berwarna putih.

Ketiga pembunuh itu memandangi wanita tersebut, salah satu anak buahnya bersiap untuk menembak.

Namun, Pria bernama Malvin menahan untuk tidak menembak, anak buahnya pun menurut.

"Ayah, ibu?" Panggilnya berjalan pelan, menghampiri mereka, dengan tangan yang meraba-raba udara.

"Dia buta?" Bisik salah satu pria.

"Ah! Siapa itu!?" Wanita itu panik.

"Tugas kita selesai, ayo pergi." Ucap Malvin.

"Kita tidak membunuhnya?" Tanya salah satu anak buah Malvin.

Malvin melihat wanita itu berdiri menatap nanar entah ke mana. "Biarkan saja, mungkin suatu hari nanti, dia ingin membalas dendam." Jawabnya.

Wanita itu bergetar menahan amarah, Malvin bisa mendengar suara gigi dari wanita itu beradu, membuat sebuah senyuman terlukis di ujung bibir, tanda puas dengan tugasnya malam ini.

"Siapa kalian!!? Siapa kalian!?"

Ketiga pria tersebut, melompat keluar melalui jendela sebuah rumah mewah lantai dua, dengan tawa terbahak-bahak, berlari menyusuri halaman rumah keluarga Panduwinata.

Mereka meninggalkan tempat tersebut dengan sebuah mobil pickup berwarna putih.

Beberapa detik kemudian, para polisi hadir, namun mereka tidak menyadari kehadiran para pembunuh itu, padahal mobil mereka saling berpapasan.

~🥀~

BRAK!

Meja di pukul oleh seorang pria, yang datang entah datang dari mana, tiba-tiba melakukan hal itu.

"Aku menyuruh kalian untuk membunuh seluruh keluarga Panduwinata, kenapa kalian menyisakan anak gadisnya!!" teriak seorang pria pada seseorang yang sibuk dengan pekerjaannya.

"Pak, jangan marah pada saya, tanyakan ini pada Tuan kami."

"Tuan kalian! di mana dia!?"

Ia pun melihat pintu "Malvin!" Teriaknya.

Pintu itu pun terbuka, keluarlah seorang wanita, memberikan senyuman pada kedua pria itu.

"Dia Tuan, mu?" Tanya pria itu menunjuk wanita tersebut.

Wanita itu kaget, ia melambai-lambaikan kedua tangan, tanda menolak ucapan itu.

"Bukan, aku bukan tuanya, dia ada di dalam." Menunjuk belakang.

"Aku akan menemuinya." Pria itu memaksa masuk.

Namun tidak ada siapapun, di dalam ruangan tersebut.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang pria mengagetkan pria tersebut.

Ia pun menoleh melihat jelas seorang pria dengan postur tubuh yang terlihat gagah, dengan otot lengan yang nampak dibalik kemeja yang ia kenakan.

"Kenapa kau tidak membunuh gadis itu?"

"Gadis? Gadis yang mana?"

"Anak gadis Tuan Panduwinata!"

Suara pria itu bergema, mengisi ruangan tersebut.

Malvin tersenyum dengan bibir lebih tajam ke kanan, itu membuat tamunya takut.

"Bisakah, kau...tidak tersenyum seperti itu?"

"Ada alasannya, saya tidak membunuh gadis yang anda maksud, karena itu bertentangan dengan sumpah kami," Malvin mencoba melihat beberapa dokumen di meja kerjanya. "Lagi pula, gadis itu bisa kau jadikan alat, kan?"

"Maksud mu?"

"Berpura-pura sedih padanya, maka kau akan mendapat apa yang kau inginkan."

Untuk sesaat ia berpikir, Pria itu pun keluar dari ruangan dan berjalan keluar, Malvin mengikuti dari belakang.

"Kevin."

Pria bernama Kevin itu kaget, bersama dengan wanita yang sedang dipangkuannya.

"Tuan, masalahnya sudah selesai?"

Malvin melihat mereka dengan tatapan tidak senang.

"Jessie, kembalilah ke Bar, mungkin Madam mencari mu."

Jessie mencium bibir Kevin dengan gemas.

"Dah...sayang." Melambaikan tangan.

Kevin membalas lambaian Jessie dengan senang.

"Menjijikan." gumam Malvin pelan dan pergi dari tempat ia berdiri.

~🥀~

Di lain tempat, seorang pelayan wanita sedang mengikat rambut nona rumah, mungkin usianya 20 tahun.

Ya, wanita itu adalah putri pewaris keluarga Panduwinata, korban pembunuhan secara brutal semalam, namun sayang, wanita itu tidak dapat melihat kejadian tersebut, karena buta.

"Nona Vinka?"

Ia kaget, saat namanya dipanggil.

"Maaf nona, anda kaget?"

Vinka mengeleng. "Tidak apa-apa."

Tok! Tok!

Pelayan Vinka melihat ke arah pintu, ternyata itu adalah rekan kerjanya.

"Ada apa Desi?" tanyanya.

"Ada polisi dan keluarga adik Tuan Besar, menunggu di ruang tamu."

Mereka melihat Vinka yang tidak bergeming sama sekali.

~🥀~

Dengan hati-hati pelayan bernama Desi menggandeng tangan Vinka, untuk menuruni tangga.

"Vinka," Seorang wanita memeluknya.

Wanita itu adalah adik dari Tuan Panduwinata, Victoria, istri dari Tuan James, pengusaha sukses di kotanya.

"Tabah ya sayang. Tante dan Om ada untukmu."

"Nyonya, boleh bicara sebentar." Seorang polisi mendekati mereka yang sedang berpelukan.

Victoria melepas pelukannya, ia berjalan meninggalkan Vinka, mengikuti polisi tersebut.

"Kami ada masalah, untuk mencari pelakunya, sedangkan, saksi mata satu-satunya hanya keponakan anda, sedangkan ia buta."

Victoria melihat ponakannya.

"Mungkin, dia mengenali suara para pelaku."

"Kalau begitu, bolehkah kami menginterogasinya?"

Victoria melihat ponakannya. "Ya."

~🥀~

"Aku menang." Seorang pria membanting kartu yang ia pegang.

"Aak!" teriak lawan mainnya karena sudah dikalahkan.

"Malvin, kau tidak mau bermain dengan kami?" tanya si pria yang memenangkan permainan menoleh, melihat seorang pria yang wajahnya tertutup sebuah buku.

Pria itu menyingkirkan buku yang ia baca dari pandangannya "tidak terima kasih, aku bosan menang."

BRAK!

Mereka melihat ke arah pintu.

"Maaf pak, Bos kami tidak menerima tamu hari ini."

"Tidak apa-apa Jessie, mungkin dia ada keluhan."

Jessie pun menundukkan kepala dan pergi meninggalkan mereka.

"Ada apa Tuan? apa keponakanmu, membuat masalah?"

"Dia tidak di titipkan pada ku!"

"Jadi?"

"Aku ingin kalian membunuhnya."

Lagi-lagi Malvin mengangkat ujung bibir kanannya, membentuk senyuman.

"Baiklah, berapa jumlah yang kau berikan?"

"Apa! kenapa kalian meminta bayaran padaku,"

"Bukankah, sejak awal sudah aku katakan bunuh semua keluarga Panduwinata, kalian main-main denganku!"

Malvin melihat anak buahnya, mereka berdiri memegang senjata yang mereka arahkan pada tamu mereka, pria tersebut ketakutan.

Malvin mendekatkan wajahnya, pada pria tersebut "Pulanglah, jika nyawamu masih ingin selamat, jika kau takut, silakan laporkan hal ini pada polisi, dan kami pun akan membuka kedok mu juga."

"Brengsek!"

Pria itu pun keluar dari ruangan.

BRAK!

"Ya Malvin, kau belum memberikan alasan, kenapa kau tidak membunuhnya."

Mendengar itu, Malvin hanya memberikan senyuman.

"Kerjakan saja tugas kalian." Ucapnya membuat kedua pria itu kebingungan saling berpandangan.

Malvin meninggalkan mereka, menuju ruang pribadi. Ia mulai ingat, kenapa ia tidak membunuh Vinka gadis buta, putri pewaris keluarga Panduwinata itu.

Namun ia masih simpan dalam-dalam di kepalanya.

Ia mencoba melihat surat perjanjian kerjasama pelanggannya satu-satu, begitu banyak masalah orang lain yang harus ia selesaikan.

"Kenapa mereka tidak menyelesaikan masalahnya sendiri." Ucapnya, memijat kening mencoba bersabar pada penyangga kursi kerjanya.

Sebuah foto terjatuh tepat di ujung sepatunya, dengan berat, ia harus membungkuk untuk mengambil foto tersebut. Ia mulai tersenyum saat mengetahui foto siapa itu.

"Secara tidak langsung, aku sudah membungkukkan badan, padanya," Ucapnya melihat foto tersebut.

"dan secara tidak langsung, kau mencium ujung sepatu ku." Tambahnya.

Malvin mengambil foto tersebut "Vinka," dan tersenyum "ini menarik."

~🥀~

Senja mulai menghilang secara perlahan, bersembunyi dari peradaban, hingga malam menggantikan tugasnya dengan bulan dan bintang.

Rumah putih mewah dengan dua pilar utama, siap menyambut mereka yang datang. Rumah tersebut memiliki tiga lantai, di lengkapi air mancur terletak di tengah gerbang masuk dengan patung Dewi yang berusaha menutup tubuhnya dari tarikan patung ke lima pria yang berada di bawahnya, mungkin kalian bisa membuat pesta malam, karena rumah ini memiliki halaman rumah seluas halaman istana Negara.

"Nona, air hangatnya sudah siap," ucap Sarah, membantu Vinka berdiri, membimbingnya berjalan ke kamar mandi. "Hati-hati,"

Vinka memasukkan kaki kanannya terlebih dahulu ke dalam Bathtub.

"Mau saya temani?" Tanya Sarah.

Vinka mengeleng "tidak perlu, kau bantu yang lain saja, aku akan memanggil, jika perlu bantuan."

"Saya permisi Nona." Sarah menutup kamar mandi tersebut dengan tirai.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status