Remaja laki-laki bernama Zico melihat Malvin tidak percaya dengan apa yang ia lihat matanya yang terbuka lebar, saat sebuah pistol dikeluarkan dari saku celana Malvin, pria dewasa itu mengisi pistol dengan tiga peluru dan menyisakan satu tempat. kening remaja laki-laki itu perlahan mengeluarkan bulir- bulir keringat, melihat Malvin meletakkan pistol tersebut di meja.
"Jika kau bersungguh sungguh ingin menjadi anak buah ku, lakukan sesuatu, agar saya tertarik dengan mu."Zico menunduk, senyuman jahat Malvin mulai terlukis dibibir seksinya."Baiklah." Zico mulai mengambil pistol tersebut, ia arahkan ke tangan kirinya, dan tangan kanannya siap untuk menekan pelatuk tersebut, Malvin bisa mendengar detak jantung remaja laki-laki itu, itu seperti musik untuknya, matanya tidak lepas dari wajah ketakutan remaja laki-laki itu.Zico mulai menelan ludahnya dalam-dalam.Tek!Ia kaget, rasanya jiwanya akan lepas dari tubuh, ia tidak percaya dengan apa yang terjadi. Zico melihat Malvin tidak percaya."Usiamu masih muda, jika kau bergabung dengan saya, maka nyawamu akan sia-sia, begini saja, jalani hidupmu seperti biasa, tapi kau harus mencari tau tugas yang saya berikan padamu, bagaimana?"Zico tertunduk, mulai menangis tertahan. Malvin mulai memakai jasnya kembali, ia memberikan selembar uang 100 dolar, Zico melihat Malvin. Malvin mengusap rambut Zico dengan kasar, membuat rambut Zico yang semula rapi menjadi berantakan."Pulanglah, orang tua mu pasti khawatir."Malvin melangkah meninggalkan Zico menuju pintu."A, aku, aku tidak memiliki keluarga." Melihat Malvin.Malvin kembali menutup pintu ruangan, melihat remaja laki-laki itu. Di luar sana terasa ramai oleh pengunjung, dan sepi di ruangan ini....~🥀~...Seluruh anak buah Malvin memperhatikan Zico, membuat remaja laki-laki itu takut."Jadi, siapa yang ingin mengambil tanggung jawab tentang pekerjaan kita?" tanya Malvin.Salah satu dari mereka mengangkat tangan kanannya."Ya Daniel, apa kau ingin bertanggung jawab untuk anak ini?"Daniel mengangguk "ya, serahkan dia padaku."Daniel pria dewasa Asia bertubuh atletis dengan tato di sekujur tubuhnya, menampilkan kesan menyeramkan di mata Zico, tapi ia harus menuruti perintah Tuan Mafioso, karena itu adalah perintah. Zico mengikuti Daniel."Yang lain, lanjutkan pekerjaan kalian."Semua berpencar mengerjakan pekerjaannya masing-masing. Begitupun Malvin yang berjalan menuju ruangannya. Perlahan duduk di kursi kerjanya, dengan perlahan pula, ia merebahkan tubuhnya, mencoba memejamkan mata dan mencoba memijat kening walaupun tidak pusing.Tok! Tok!Mata Malvin terbuka melihat kearah pintu, melihat siapa yang berani mengganggunya."Tuan, adik Tuan Panduwinata ingin bertemu dengan anda.""Suruh masuk.""Baik Tuan."Anak buah Malvin keluar kembali."Ada masalah apa lagi dia?" tanya Malvin berbicara sendiri.Seorang pria paruh baya masuk ruangan Malvin, berjalan mendekati meja Malvin."Apa ada masalah?" tanya Malvin.Ia meletakkan koper yang dibawanya, di atas meja kerja Malvin"Saya ingin, anda membunuh Tuan putri itu."Malvin tersenyum pada pria itu."Baiklah, jika itu mau anda, saya akan menerima tugas itu, dan untuk uangnya, anda bawa, saya akan mengambilnya kalau tugas saya berhasil."Pria paruh baya itu memberikan selembar kertas pada Malvin, Malvin menerimanya, dan melihat isi dari kertas itu."Anda datang ke rumah itu, dengan alasan bekerja sebagai penjaga atau bodyguard, nona muda itu.""Menarik, bolehkah saya melakukan sesuatu padanya?" tanya Malvin."Silakan."Malvin bisa melihat senyuman jahat pria paruh baya itu.~🥀~Malvin memarkir mobilnya, seorang penjaga rumah mendekati Malvin."Maaf Tuan, tolong jangan parkir di sini." ucap penjaga itu."Apa anda tau alamat ini?" tanya Malvin memberikan kertas yang ia pegang."Ya ini rumahnya, tapi ada keperluan apa anda di rumah ini?"Malvin memberikan lembaran yang lain pada penjaga tersebut."Saya ingin melamar pekerjaan di sini." Malvin tersenyum untuk meyakinkan bahwa ia layak.Penjaga tersebut membuka pintu gerbang, dengan cepat, Malvin masuk ke dalam mobil dan masuk ke rumah tersebut. Luar biasa luas di bagian halaman, rumah mewah dicat putih dengan gaya Eropa klasik. Senyum Malvin mengembang, saat ia melihat pelayan wanita yang sibuk menyiram tanaman, ia pun berjalan mendekat, mencoba memegang belakang betis pelayanan wanita tersebut, membuatnya kaget dan meloncat ketakutan, Malvin hanya bisa tertawa."Malvin?""Hai Sarah, bagaimana kabarmu?"Sepertinya mereka sudah saling mengenal satu sama lain, itu sebabnya sifat dan sikap Malvin berubah. Ya, Sarah adalah teman SMA Malvin, entah bagaimana mereka saling mengenal, karena itu tidak penting."Baik, dan kau?" tanya Sarah kembali."Luar biasa." balas Malvin membanggakan diri."Ohh...ya, lalu ada keperluan apa kau di sini?" tanya Sarah bertolak pinggang. Namun Malvin tidak mempedulikan, perhatiannya teralihkan oleh wanita yang sedang duduk di balkon lantai dua, Malvin tau, itu adalah targetnya, wanita itu yang seharusnya di bunuh sejak awal cerita, entah apa yang ada di pikiran Malvin sampai-sampai ia harus kerja dua kali begini. Di rumah ini ia harus merubah suaranya dan penampilannya, seperti saat dirinya remaja, jas mewah yang membuatnya dewasa kini ia tinggalkan, Malvin tersenyum."Baiklah." ia melambaikan tangannya ke atas.Melihat itu Sarah tertawa kecil."Kenapa?" tanya Malvin berpura-pura terlihat binggung."Percuma saja kau melambaikan tangan sampai malam, Nona Vinka tidak akan merespon.""Tidak? kenapa?"Malvin membantu Sarah menggulung selang air.Sarah melihat Nona Vinka."Dia buta." ucap Sarah dengan nada sedih."Sejak kapan?""Sejak lahir.""Kenapa tidak operasi mata, bukankah jaman semakin canggih?""Aku juga tidak tau, dan tidak akan pernah tau.""SARAH!!."Seorang remaja wanita mendekati Sarah dengan gaun ditangannya."Ya Non Adell?""Lihat! lihat ini!! apa yang kau lakukan dengan gaun pesta ku."Adellia terdiam, menjatuhkan gaun yang ia pegang ke lantai, ia melihat Malvin dengan kagum. Malvin hanya bisa tersenyum manis."Sarah siapa dia?" tanya Adellia.Baru ingin memberitahu, Malvin sudah memberikan selembar kertas pada Adellia. Adellia pun melihat isi kertas tersebut. Terlihat kekecewaan saat ia tau apa yang ditulis di kertas itu."Mommy!!" Adellia berlari mencari ibunya.Sarah mengambil gaun Adellia, untuk mengeceknya."Aku jamin, kau akan jadi rebutan di sini." ucap Sarah.Malvin tersenyum "wah, aku tidak bisa membayangkan nya."~🥀~Malam hari selesai makan malam, Tuan Hans dan keluarganya memperhatikan Malvin, mereka semua berkumpul di ruang tengah."Ayah, aku juga mau punya Bodyguard." ucap Adellia memohon."Adell, diam, biarkan ayahmu memutuskan.""Bicarakan tentang dirimu.""Perkenalkan namaku Malvin, aku lulusan sekolah Genghis, pasti anda sudah pernah mendengarnya.""Ayah, ijinkan dia menjaga kak Vinka." lagi-lagi Adellia memohon.Hans memijat keningnya."Paman, aku tidak perlu Bodyguard, suruh dia kembali saja, aku bisa menjaga diriku sendiri." ucap Vinka tiba-tiba. Malvin melihat wanita itu."Mungkin saja, saat kau mandi, dan pelayan setia mu tidak menemani, mungkin saja ada mata jahat yang memandang tubuhmu." ucap Malvin, membuat Aldo putra paman Hans berkeringat, ia pun memilih keluar dari ruang tengah tersebut.Dan Vinka terdiam tidak percaya dengan apa yang di ucapkan Malvin barusan. Seluruh keluarga Hans terdiam sama-sama tidak percaya."Mungkin saja, saat kau mandi, dan pelayan setia mu tidak menemani, mungkin saja ada mata jahat yang memandang tubuhmu." ucap Malvin, membuat Aldo putra paman Hans berkeringat, ia pun memilih keluar dari ruang tengah tersebut.Dan Vinka terdiam tidak percaya dengan apa yang di ucapkan Malvin barusan. Seluruh keluarga Hans terdiam sama-sama tidak percaya."Bagaimana, kau tau hal itu akan terjadi!?" Tanya Vinka kesal."Itu sudah terjadi, Tuan Hans jika keponakanmu bersikeras tidak menerima ku, lebih baik aku pergi.""Tunggu!"Hans melihat Vinka "baiklah, kau bisa bekerja mulai hari ini, Sarah, tunjukkan kamarnya.""Baik Tuan."Malvin mengikuti Sarah."Tunggu!" Teriak Vinka.Seluruh keluarga Hans menoleh melihat Vinka. Adellia dan Nyonya Monica memutar bola matanya dan memilih pergi meninggalkan tempat itu."A, aku ingin bicara dengan mu."Semua pandangan ke arah Malvin."Sarah, antar-kan dia ke ruang p
"Tidak mungkin." ucap Sarah tidak percaya, setelah selesai membaca isi dari surat itu.Malvin mengeleng "kita tidak tau rencana Tuhan seperti apa." Ia mengambil kertas tersebut dari tangan Sarah, melipatnya kembali dan memasukkannya kedalam saku jasnya. Sarah melihat Malvin."Sejak kapan?" tanya Sarah penasaran."Aku tidak tau pasti, pria itu datang memohon kepada ayahku untuk menjaga Vinka, dan saat itu aku masih belajar menjadi seorang mafia."===============FLASHBACK================Dia adalah Tuan Panduwinata, Bos di sebuah perusahaan swasta dalam bidang pakaian, ia turun dari mobil, mengendong putrinya yang berusia 5 tahun, istrinya pun menyusul suaminya, berjalan menghindari jalanan yang penuh dengan kubangan."Permisi, apa anda tau alamat ini?" tanya Tuan Panduwinata pada salah satu warga yang sibuk melas kayu.Warga tersebut melihat lembaran kertas yang diberikan Tuan Panduwinata."Jalan luru
Malvin berusaha untuk tidur, namun matanya tidak ingin terpejam, ia mencoba membuka kaos dan melemparnya ke lantai."Sial!" ucapnya kesal, melempar bantalnya.Malvin berpikir, "baiklah." ia pun bangkit dari tempat tidurnya, memakai kembali kaosnya. Dengan pelan ia menutup pintu kamarnya, berjalan menyusuri lorong-lorong rumah dengan langkah perlahan.Tujuannya sudah sampai, yaitu kamar Vinka, tapi anehnya, kenapa pintu kamar terbuka, dengan pelan-pelan Malvin mendekati kamar tersebut, senyuman khasnya terlukis kembali."Menarik." ucapnya dalam hati.~🥀~Matahari muncul dengan perlahan terbit dari arah Timur, seluruh pelayan wanita sibuk dengan pekerjaan di dapur, membantu seorang koki pria yang sudah paruh baya. Malvin hanya melihat kegiatan mereka tanpa membantu, bahkan, ia dengan lancang mencicipi masakan itu satu persatu. Saat di piring terakhir, seseorang menepuk tangan Malvin dengan kasar."Tuan Malvi
Monica tidak percaya jika pria di depannya sudah mengetahui rencana busuknya. Pria tersebut tersenyum itu adalah ciri khasnya, tapi tidak tau apa arti senyuman itu, tidak ada yang tau bagaimana senyuman senang, ataupun meremehkan itu terlihat sama."Apa mau mu Malvin?" tanya Monica.Malvin melihat Desi yang berdiri di samping Monica dengan kepala tertunduk takut."Percuma saja saya mengatakan bahwa andalah pelakunya, karena suami anda memihak kepada anda." ucap Malvin."Apa katamu, Hans sudah tau?" tanya Monica tidak percaya."Kalau kau tidak percaya, tanyakan saja padanya, lagipula, tugas kita sama di sini." Malvin meletakkan foto Vinka di atas meja."Siapa yang menyuruhmu?" tanya Monica.Malvin tersenyum "itu privasi, saya tidak bisa memberitahu."Monica semakin marah "katakan apa mau, mu?" tanya Monica."Bebaskan Sarah dan berikan stempel racunnya."Mata Desi terbuka lebar dan benar-benar menjadi takut.
"Apa kau masih ragu-ragu?" tanya Bram.Mata Malvin melihat Bram lekat-lekat."Saya sudah membawa stempel racun yang anda minta." ucap Malvin ragu-ragu."Kau tidak apa-apa Malvin? sepertinya kau bimbang ingin memilih jalan yang mana."Malvin mengangguk, ia mengusap keningnya."Setidaknya kau harus memakai kekuatan mu sendiri."Malvin mengikuti langkah Bram, memasuki ruang laboratorium pribadi pria berusia 50an tersebut. Tidak ada yang menarik di laboratorium ini, yang ada hanya barang-barang yang akan diuji coba oleh Bram.Hidup Bram sepenuhnya sudah terikat di Rumah Sakit ini, semenjak sepeninggal istri tercinta, Bram lebih sering di Rumah Sakit dibandingkan dengan keluarganya yang selalu menyudutkan dirinya untuk mencari pendamping hidup baru, ini tidak mudah, jika sudah mengenal cinta, maka ia akan bertahan sampai kapanpun."Ini racun bunga Belladona, di dalam Belladona terkandung racun tropane alkoids dan atropine yang dapat
"Daniel boleh aku bicara dengan mu, sebentar?" tanya Sarah sedikit malu-malu.Malvin mengerti aura ini, ia hanya bisa tersenyum.~🥀~"Aku tidak setuju jika kau bersama dengan Daniel," ucap Malvin pada Sarah, Sarah hanya diam melihat Malvin tidak percaya."Berikan aku alasannya?" tanya Sarah."Lupakan saja dia." lanjut Malvin, meninggalkan kamar Vinka, meninggalkan Sarah.Sarah terdiam, ia lanjut memandikan Vinka yang masih tertidur, sebenarnya ia sudah tau alasannya, namun ia tidak mau mencari masalah pada Malvin. Matanya mulai berkaca-kaca dan akhirnya tidak terbendung lagi, tepat mengenai lengan Vinka, dengan cepat, ia mengelap air matanya tersebut.~🥀~Sarah mendekati Malvin yang sedang menikmati rokoknya."Aku dan Daniel sebenarnya sudah saling mengenal lama." ucap Sarah, mendengar itu Malvin mematikan rokoknya dan menghela napas panjang."Tidak ada jod
"Bagaimana kalau besok kita berwisata?" tanya seorang wanita.Adellia dan Monica menoleh, dan tidak percaya dengan apa yang mereka lihat, wanita itu tersenyum.Melihat itu mereka semua tersentak kaget, tidak percaya dengan apa yang mereka lihat. Ada rasa kepanikan di dalam hati mereka, namun tidak menunjukkannya."Vinka? kau sudah sadar?" tanya Monica."Iya Tante, ini semua berkat Sarah yang selalu menjagaku, dan Malvin yang sudah mencarikan obat penawarnya."Monica tersenyum masam, mengetahui nama-nama yang tidak bisa di pihaknya, sepertinya ia mendapatkan ide busuk untuk menyingkirkan pewaris keluarga Panduwinata itu."Tentu, mau wisata ke mana kita?" tanya Monica.Vinka tersenyum "bagaimana kalau Tante yang memikirkan tempatnya." ucap Vinka, ia berjalan menaiki tangga dibantu Sarah.~🥀~Malvin yang baru saja mencuci mobilnya, berjalan menenteng ember yang berisi peralatan mencuci mobil, bi
Selesai melayani Vinka, Sarah membawanya ke meja makan."Selamat pagi Vinka." sapa Monica.Tiba-tiba bulu kuduk Sarah berdiri "ada apa dengan nenek lampir ini? tidak biasanya dia menyapa." bisik Sarah pada Vinka, Vinka hanya mencubit pinggang Sarah pelan "Maaf Nona." Ia pun menarik kursi untuk Vinka."Terima kasih Sarah." ucap Vinka."Selamat pagi Tante." sapa Vinka memberikan senyuman manisnya.Senyuman itu membuat Monica semakin membenci keponakannya ini."Sarah kau boleh sarapan,nanti kau pun ikut menemani Nona Vinka, bukan?" tanya Monica."Ya Sarah pergilah sarapan, kalian semua juga ya." ucap Vinka pada seluruh pelayan.Terima kasih Nona....ucap para pelayan kompak.Seluruh pelayan pun berjalan menuju dapur, begitu pun Sarah, namun langkah Sarah tidak begitu lancar, karena ia mengkhawatirkan Nona Vinka.~🥀~"Wah, tidak biasanya ya Nyonya Monic